Glotal, atau hamzah, sering terdapat dalam bahasa Amarasi dan bisa membedakan makna, sehingga perlu di tulis, misalnya: (di sini)
bare' Â Â Â Â Â benda, barang
bare      tempat, lokasi
nsoi' Â Â Â Â Â hitung (angka)
nsoi       ampuni
noni' Â Â Â Â Â ajaran
noni       uang, mas
ai' Â Â Â Â Â Â Â Â atau, pilihan
ai          api
to'ef       gunung
toef        bulir
Masih banyak lainnya. Semua ini memberi pengaruh pada pelaksanaan misi penerjemahan alkitab, dan pengembangannya ketika satu naskah, satu buku berbahasa Amarasi (Kotos) tiba di tangan masyarakat (umat/jemaat). Maka, solusi yang ditawarkan yakni terus melakukan workshop ortography dan latihan baca-tulis bahasa Amarasi.
Perlahan namun dalam kepastian misi ini terus berjalan. Kami terus bekerja dengan tahapan-tahapan yang sudah menjadi prosedur tetap. Injil-injil disiapkan, Kisah Para Rasul, Kejadian, Wahyu, 5T dan Yakobus seterusnya surat-surat pastoral hingga seluruh kitab dalam Perjanjian Baru dikerjakan dengan segala suka-dukanya, halangan dan peluangnya, teerutama karena tugas ini diterimakan kepada orang-orang yang bekerja paruh waktu saja.
(saya hentikan sejenak di sini...akan disambung lagi)
Memasuki Dunia Ilmu Pengetahuan
Mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah semasa menjadi siswa dan mahasiswa, bukan hal baru, tetapi  mengikuti kegiatan ilmiah pada jenjang yang lebih tinggi yakni bertaraf internasional, merupakan suatu kebanggaan sekaligus kecemasan. Bangga karena dapat duduk bersama dengan para pakar dari banyak universitas dalam dan luar negeri. Cemas karena faktor bahasa pengantar yang mesti lancar jika harus menjadi pemakalah.
Saya lompat masuk ke tahun 2010 ketika untuk pertama kalinya menjadi Pemakalah pada East Nusantara International Conference  disingkat ENUS Conference. Pada 5 Oktober 2010 saya dan beberapa sahabat meluncurkan satu Jurnal Ilmiah bertajuk Socius Religius. Uniknya pada hari yang sama ada ENUS Conference di kota Kupang, dimana saya menjadi salah satu pemakalah bersama Dr. Charles E. Grimes, Ph.D.Â
Bertempat di Hotel Cendana ENUS Conference berlangsung. Dua puluh makalah dibahas di sana yang berhubungan dengan budaya dan bahasa daerah yang terancam punah. Saya sungguh sangat bersyukur dapat berada di sana dengan membawakan makalah yang semula saya tulis secara tidak sengaja. Makalah itu berjudul, berhitung bulir jagung gaya orang Amarasi (Kotos). Makalah ini diterjemahkan dan dilengkapi oleh Dr. Charles E. Grimes, Ph.D sehingga dapat menjadi satu makalah yang boleh ditampilkan pada konferensi internasional.
Suatu kebahagiaan karena pada dunia keilmuan seperti ini, saya dapat bertemu dengan para pakar bahasa dan budaya dari berbagai universitas dari dalam dan luar negeri. Saya amat senang dapat bertemu dengan Prof. James Fox, antropolog yang amat terkenal itu. Ia bahkan dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia secara lancar sehingga anak-anak SD Inpres Nekmese yang mengisi acara seremoni pembukaan dapat bercanda dengannya.