Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Imitasi Spirit Guru ala Kaisar Jepang ke Indonesia?

5 Desember 2022   09:32 Diperbarui: 5 Desember 2022   09:42 2242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berapa banyak guru yang tersisa?" Satu pertanyaan menghentak. Jumlah guru yang dipertanyakan Sang Kaisar, tidak menjadi wacana dan polemik berkepanjangan. Para jenderallah yang mengambil alih tugas mengumpulkan para guru. Restorasi pembangunan pada era baru Kekaisaran Jepang dimulai dari dunia pendidikan. Urgensinya, guru. Pendidikan dan pelatihan secara ketat kepada para guru segera dimulai. Pendidikan karakter ditanamkan secara amat sangat ketat. Guru berkarakter roh kebudayaan Jepang yang akan membawa generasi muda memulai Jepang pada era baru. Perkembangan baru pun dimulai, Jepang pun berkembang maju dan naik pada banyak aspek karena dimulai dari pendidikan (dhi.guru)

Mengapa Gubernur Jawa Tengah menyebut secara terbuka untuk meniru spirit Jepang? Sang Gubernur berpidato pada puncak peringatan HGN, HUT PGRI ke-77 di Marina Convention Centre (MCC) Semarang (3/12/22). Ia bertanya kepada para guru yang hadir di sana, "Pertanyaan sederhananya, bisa nggak kita menyamai capaian Jepang itu? Bisa nggak spirit Jepang itu kita tiru?" kata Ganjar. 

Meniru atau mengimitasi produk maka hasilnya tidak orisinil. Ya, banyak barang yang ditiru kualitasnya tidak prima. 

Tentu yang dimaksudkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bukan barang, tetapi spirit, roh, semangat. Kita perlu bertanya, apakah spirit yang dimiliki bangsa Jepang jauh berbeda dengan yang dimiliki bangsa Indonesia? Jika di sana ada semangat membara untuk membangun bangsa dan negeranya dengan kekuatan sendiri, bukankah bangsa kita pun memilikinya? Jika ada karakter bangsa yang kuat pada mereka, bukankah kita pun memilikinya? Apakah ada yang keliru atau salah dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sehingga seorang Gubernur Jawa Tengah menawarkan spirit dari Jepang untuk ditiru di Indonesia? 

Kebijakan pembanguna pendidikan di Jepang pada era baru sesudah kekalahan dalam Perang Dunia II diisi dengan roh pendidikan berkulalitas dalam akselerasinya, berkarakter budaya dalam implementasinya. Sejarahnya, mereka membentuk Dewan Pendidikan Nasional yang khas untuk mengamankan kebijakan Kaisar Hirohito. Pendidikan Guru berkarakter, berpengetahuan dan berketrampilan dilakukan setiap tahun.

Bukankah di Indonesia semua itu telah ada dalam regulasi dan implementasinya? Dimanakah letak kelemahan penyelenggaraannya sehingga Ganjar Pranowo minta untuk mengimitasi spirit Jepang ke Indonesia? Beberapa hal sebagai refleksi saya coba tunjukkan di sini.

  • Mental proyek. Kira-kira salah satu di antaranya. Banyak kali penataran, pelatihan berakhir dengan anggaran yang terbuang sia-sia. Para guru yang mengikuti penataran, pelatihan, dan lain-lain kegiatan yang sifatnya penguatan dan pengembangan ketrampilan guru, justru tidak diwujudkan dalam praktiknya di sekolah. Habis diklat telat masuk sekolah, minta gaji lancar.  Jadi, masalah kita yang pertama ada pada  karakter guru. Berkeluh-kesah, galau, jiwa juang rendah, tetapi bersemangat untuk mendapatkan lulusan yang berkualitas dan cemerlang. 
  • Pahlawan tanpa tanda jasa. Frasa ini melemahkan guru. Bertahun-tahun sejak hymne guru diciptakan, dinyanyikan oleh para siswa dan guru, frasa ini bukanlah menjadi pemicu semangat, justru melemahkan semangat guru. Ini pun menyangkut karakter guru.
  • Janji politik: pendidikan gratis, kesejahteraan guru terjamin, 8 standar pendidikan terpenuhi; adakah semuanya terpenuhi? Ini masalah kebijakan baik pada pemerintah pusatu maupun pemerintah daerah.

Penutup 

Peringatan HGN, HUT PGRI ke-77 telah usai. Para pengurus PGRI dan anggota yang sempat hadir telah kembali ke daerah masing-masing dengan kesan yang sungguh mengesankan. Bersua langsung dengan Presiden NKRI, Ir. H. Joko Widodo. Mendengarkan pidato yang menggelegar, menyentuh rasa dan menginjeksikan motivasi.

Kini kita bertanya, dapatkah pidato itu membekas dan dapat diwujudkan dalam tugas rutinitas para guru? Jawabannya, isi pidato akan ada dalam ingatan. Wujudnya dalam sikap dan tindakan, masing-masing guru yang mengetahuinya, termasuk saya yang menulis artikel ini.

Sumber: satu,dua, tiga,empat

Amarasi Selatan, 5 Desember 2022

[saya mohon kritik dan saran dari para sahabat yang sempat membaca artikel ini, terima kasih]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun