Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dulu Radio di Udara Kini Radio (mungkin) Disimpan

4 Desember 2022   23:10 Diperbarui: 4 Desember 2022   23:27 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aneh sekali, kadang kamu bisa mengubah perasaanmu hanya dengan satu klik seperti kamu mengubah channel radio." (Ken Terate/Penulis)

Pengantar

Jujur, saya sudah lama kurang mendengar siaran radio. Pada masa pandemi covid-19 saya sempat dihubungi penyiar RRI Kupang untuk wawancara terkait pembelajaran daring atau luring sebagai guru di pedesaan. Selanjutnya masih sempat ada wawancara lagi untuk uraian satu topik yang berhubungan dengan tata cara masyarakat adat Pah Amarasi (Amarasi Raya) memelihara hutan dan tata berladang. Jadi, saya mendengar sesuai kebutuhan. Itu pun dilakukan melalui sambungan pada handphone android yang ada tools radio.

Sehubungan dengan topik pilihan Kompasiana tentang Membuat Radio Kembali Relevan dengan Pendengarnya, saya mencoba menulis di sini. Sayangnya, tulisan ini pun tak mungkin dapat memberikan alternatif yang tepat di tengah gempuran media sosial dengan segala aksesori akseleratifnya yang eksotis.


Gema Siaran Radio Redup?

Saya ingat ketika masih kanak-kanak, benda berharga paling bernilai di rumah kami yakni radio dengan tenaga baterai. Siaran pagi, sore dan malam akan kami ikuti, terutama berita-berita seputar Nusa Tenggara Timur, kemudian bila berita nasional, RRI Kupang akan "bersatu" dengan RRI Jakarta.  Penyiarnya akan berkata,"Kita akan bersatu dengan RRI Jakarta untuk mengikuti Warta Berita." Lalu selanjutnya diikuti musik pengantar dan jadilah berita dibacakan. Sesudah seluruh berita dibacakan diakhiri dengan lagu, Bagimu Negeri.

Lagu-lagu wajib nasional seperti Bagimu Negeri dan yang lain-lainnya, saya (dan kami) yang berada di kampung dapat dengan segera mengetahuinya dan makin baik dinyanyikan ketika bersama-sama dengan guru dan teman-teman sekolah di ruang belajar. Lagu-lagu itu selalu ada dalam di akhir siaran radio baik ketika berita daerah dan nasional dibacakan. 

Satu hal yang sangat khas dari siaran radio, khususnya Radio Republik Indonesia yakni musik pengantarnya. Nah, ini patut disyukuri bahwa untuk membangkitkan kenangan, ternyata ada linknya 


Pengalaman lainnya yakni ketika penyiar RRI Kupang akan membacakan Radiogram dan Berita Keluarga. Mengapa Radiogram menjadi penting pada pendengaran kami yang masih anak-anak? Karena sangat sering para guru akan dipanggil melalui radio. Bila guru akan berangkat oleh karena "panggilan radio" maka anak sekolah dipastikan akan "merdeka belajar". haha... Sementara Berita Keluarga perlu didengarkan karena di sana ada pesan-pesan dari keluarga-keluarga yang berada di tempat jauh yang mengabarkan tentang kematian/kedukaan. Nada musik yang mendahului selalu sangat khas. Di sini pun ada kenangannya.


Ketika beranjak dari kampung, pindah ke kota Kupang untuk melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama dan lanjutannya di kota Kupang, saya menyukai siaran Voice of America (VoA).  Dari siaran saya mengikuti perkembangan apa yang sedang terjadi di dunia internasional, selain menonton televisi (hitam-putih, 14 inci) TVRI khususnya pada Dunia Dalam Berita.

Mendengarkan radio di kota Kupang sebagai suatu kesenangan, sehingga ketika liburan, saya (atau kami) yang bersekolah di kota Kupang akan rindu mendengarkan radio. Maka, setibanya di kampung, radio yang ada di rumah akan kami hidupkan untuk mendengarkan selama mungkin, walau mesti mendapatkan teguran karena daya pada baterei perlu dihemat.

Pengalaman mendengarkan radio pada siaran-siaran berita, dan musik pengantar, lagu wajib nasional, dan lagu pengantar berita duka menjadi kenangan tersendiri ketika televisi, video mulai membanjiri dunia hiburan. Di sana terlihat layaknya kompetisi antar radio, koran, majalah, tabloit dan televisi dalam mengejar rating dan merebut hati pembaca dan pemirsanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun