Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Digital Sekolah (Dasar) Pedesaan Timor Barat

12 November 2022   10:53 Diperbarui: 12 November 2022   11:15 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, foto, dokpri, RoniBani

Dalam hari-hari reguler pembelajaran di SD tempat saya bertugas baru (sejak Juni 2022), dan pada SD sebelumnya  (April 2017 - Mei 2022), hal yang dimaksud yakni literasi digital masih harus ada pengakuan bahwa guru dan siswa masih merayap senyap menuju ke area itu.

Dampaknya terlihat ketika Kemdikbud RI dengan sejumlah platform justru makin membingungkan para guru di pedesaan. Jika satu platform saja seperti dapodik itu hanya operator sekolah saja yang punya pengetahuan dan ketrampilan (otodidak), bagaimana dengan sejumlah platform itu. Siplah, ARKAS, dan lain-lain. Semuanya itu membutuhkan pelatihan yang kiranya dalam satuan waktu yang memadai agar para guru memiliki ketrampilan itu. Sayang sekali, ketika platform-platform itu diciptakan dan diluncurkan, para guru mesti secar otodidak, sekaligus implementasinya. Jika gurunya masih "gaptek" atau belum bisa move on, bagaimana dengan siswanya?


Pelatihan Mandiri sebagai Celah Solusi

Pada platform Merdeka Mengajar, tersedia di sana modul-modul pembelajaran yang dapat diakses oleh siapa pun guru yang mampu mengaksesnya. Modul-modul yang demikian itu selanjutnya mengantarkan guru untuk belajar dan berlatih secara mandiri sampai mencapai titik mendapatkan sertifikat. Sejumlah video pembelajaran dapat dilihat di sana, tetapi siapakah guru (SD) di pedesaan yang mampu tiba di sana? 

Di tempat saya bertugas, berkali-kali saya minta para guru untuk mengaktifkan akun belajar sebagai satu-satunya pintu untuk mengakses berbagai platforma yang diciptakan dan diluncurkan oleh Kemdikbudristek RI. Siapa yang sudah melakukannya? Bila saya mengecek, bahkan guru muda yang selalu diasumsikan sebagai cepat beradaptasi dengan perubahan, justru sama dengan guru-guru yang mendekati masa pensiun. 

Aneh...! Apa yang diharapkan dari para guru muda jika mereka hanya bisa mengakses media sosial, facebook, youtube, instagram, dll? Aplikasi media sosial yang makin diminati itu justru tidak membawa para guru ke akun belajar, sementara akun belajar menyediakan banyak hal yang dapat diambil untuk kepentingan pembelajaran.

Apakah saya sudah mampu mengakses platform Merdeka Mengajar? Ternyata tidak demikian. Proses mutasi seorang Kepala Sekolah tidak serta merta memutasi akun belajar. Berkali-kali saya menghubungi operator pusat untuk memutasi akun belajar, saya justru mendapat jawaban untuk mengisi survei... Mengapa? Karena server telah menyediakan jawaban otomatis, bukan oleh manusia yang bernurani.

Pelatihan mandiri, itu jawaban yang dapat kita ambil bila ingin mandiri dalam pembelajaran sambil bertanya pada rekan guru melalui pelatihan-pelatihan lain yang diadakan. Banyak link pelatihan diedarkan melalui aplikasi WhatsApp baik secara individu maupun grup. Pelatihan-pelatihan itu lebih teknis, namun terkendala pula pada berbagai hal, seperti:

  • jaringan internet (ketersediaan BTS)
  • paket pulsa data (uang)
  • jaringan/aliran listrik
  • Smartphone android dengan daya tampung rendah
  • kemauan belajar, ini faktor motivasi
  • alasan lain, seperti tidak cukup waktu; banyak tugas, dll 

Hal-hal seperti di atas senantiasa ada pada guru di pedesaan. Siapakah yang mampu mengantar para guru untuk segera move on? Jawabannya, Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan sesama guru, namun bila pengetahuan dan ketrampilan mereka terbatas apa solusinya?

Semua guru yang sudah bertugas pada tahun-tahun belakangan ini, sebelumnya (mungkin) sudah ada yang memiliki pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Sejujurnya, banyak guru (SD) di pedesaan justru sama sekali tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar ketika desktop, laptop, Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan ikutan produk TIK merambah dunia kerja.

 Belajar mandiri untuk hal ini menjadi "kewajiban" diri. Hanya guru yang mau secara otodidak akan sampai pada pengetahuan dan ketampilan literasi digital itu.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun