Pengantar
Diary ~ catatan dalam buku harian sangat membantu pemiliknya sebagai alat bantu ingatan. Hal ini sudah menjadi pengetahuan umum. Entah zaman ini sebahagian orang sudah menanggalkannya, entah masih ada yang menggunakannya. Sejujurnya, saya masih menggunakannya walau tidak setiap harinya saya mencatat di sana. Sesuatu yang ingin saya catat, biasanya saya lukis dalam urai sebait puisi di dalam laptop, sedang buku harian akan saya gunakan bila laptop tidak dibawa serta.
Hari ini saya membuka-buka rak buku, saya melihat beberapa buku harian saya. Satu di antaranya saya buka dan membaca lagi apa yang pernah terjadi antara tahun 2014 -- 2017, walau tidak setiap hari ada yang catatannya. Beberapa di dalamnya mengingatkan saya tentang peristiwa yang mengesankan. Saya ceritakan dalam urai kenangan masa di sini.
Kenangan Varian TugasÂ
Dalam buku Catatan Harian 2014 -- dan seterusnya ini saya kutipkan beberapa kegiatan yang menarik dan mengesankan.
- Mengikuti kegiatan pelatihan menulis karya tulis ilmiah, penelitian Tindakan kelas di Makasar antara 15 -- 17 April 2015; Suatu pengalaman yang akan selalu menjadi kenangan manis. Mengapa? Ketika itu seluruh peserta berasal dari Kabupaten, kota se-Indonesia Timur. Para guru dibagi dalam kelas-kelas belajar. Semuanya mendapatkan materi yang sama sekaligus berlatih menulis. Hal menarik dan agak menggelikan, banyak di antara kami para peserta belum trampil menggunakan produk teknologi modern dalam hal ini, laptop. Puluhan guru membawa laptop yang bukan miliknya. Mereka meminjam milik teman, saudara, atau anak. Hal ini menjadi "lelucon" tersendiri karena untuk menghidupkan dan memulai operasional di dalamnya ada di antaranya yang baru mulai belajar. Lalu, materinya menulis, produk mesti terlihat. Hari belajar yang menyenangkan, menggelisahkan dan mengesankan. Saya menulis satu puisi di sini.
Dua hari yang lalu, mereka berdiri di kejauhan, mata tak awal dalam penglihatan, telinga tak sigap dalam pendengaran, emosi menyendiri di balik pulau, desa dan kota kelahiran. Seharian kemarin mereka berdekatan, emosi bermain bersama dalam pengetahuan dan ketrampilan, sejuruh berkisah tentang tipisnya pengalaman. Ada pula yang telah kenyang pengalamanHari ini mereka semakin akrab, ketika waktu berpisah telah divonis, ingin bersama sudah tak mungkin sekadar berbagi suka dan duka. Kembali ke pulau, desa dan kota kelahiran, memeluk tugas bergulat mesra, sambil menyesali pertemuan dua hari lalu, dan membenci perpisahan ini. Selamat bertugas teman, sampaikan salamku pada anak-anakmu, ingatkan rekan-rekan kita tentang profesinya, merekalah guru masa kini mengantar ke masa depan anak bangsa.
- Mengikuti SemiLoka Bahasa Daerah di Universitas Tribuana Alor. Suatu pengalaman mengesankan oleh karena Kabupaten Alor bukan sepulau. Mungkin sebaiknya disebut Kabupaten Kepulauan Alor. Di sana ada 3 pulau yakni: pulau Alor, pulau Pantar, dan pulau Pura serta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang semuanya berjumlah 17 pulau. Dalam semiloka ini saya anggota tim dari Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Penyelenggara semiloka ini yakni Universitas Kristen Tribuana melalui FKIP/Program Studi Bahasa Inggris. Kepulauan Alor di Nusa Tenggara Timur terkenal dengan ragam bahasa yang sangat banyak. Kami mencoba mendata pada saat pelaksanaan semiloka itu. Saya mendapat tugas untuk itu, dan ternyata dari puluhan mahasiswa yang hadir, kami mendapat 19 kelompok bahasa daerah. Mereka duduk mengelompok, lucu, semestinya satu kelompok beranggotakan lebih dari 1 orang ternyata beberapa kelompok anggotanya hanya seorang saja. Semua ini kami alami pada April 2016
- Pada tanggal 19 Mei 2016 saya menonton acara televisi Mata Najwa. Ketika itu marak pemberitaan tentang kejahatan seksual pada anak. Menteri Sosial pada saat itu, Khofifah Indar Parawansa menjadi narasumber. Satu pernyataannya yang saya catat dalam buku ini sebagai berikut:
pelaku kejahatan seksual biasanya orang-orang terdekat; orang tua, wali, guru... Guru salah satu yang dianggap terdekat dengan anak dan berpotensi melakukan pelecehan seksual hingga kekerasan/kejahatan seksual.
Sesudah menonton acara ini, entah apa yang melintas di inspirasi, saya menulis satu cerita imajinatif seperti ini.
Adalah 2 ekor ayam betina. Keduanya bertelur dalam satu sangkar. Keduanya mengerami semua telur itu hingga menetas setelah melewati masa normal yakni 21 hari. Kini terlihat 15 ekor anak ayam bersama dua ekor induk ayam. Kedua induk ayam berebut anak-anak ayam. Lelu mereka mencari hakim untuk memutuskan ayam secara adil pembagian anak-anak ayam.
Keduanya menemui tokek. Tokek tak dapat menjadi hakim. Mereka menemui tikus, sang tikus sebagai hakim memutus perkara mereka dengan mengambil 3 ekor anak ayam lalu dilahapnya hingga tuntas. Kenyanglah sang hakim tikus. Keduanya merasa dibohongi, lalu menemui ular. Sang ular yang bertindak sebagai hakim memutus perkara mereka dengan mengambil 4 ekor anak ayam dengan cara ditelannya. Kedua induk ayam lagi-lagi merasa dibohongi.Â
Ketika muncul rajawali keduanya merasa mendapat hakim yang adil. Kepada rajawali mereka mengadukan perkaranya. Rajawali sebagai hakim mengambil semua anak ayam tersisa. Ia membawanya dalam cengkeramannya. Kedua induk ayam tertunduk lesu dan bertangisan.Â
Kini keduanya mencari pertolongan. Seekor pejantan mendekat, lalu menghibur keduanya. Sesudah itu keduanya mendapatkan masing-masing tempat bersarang dan bertelur.
- Pada 30 Mei 2016, saya ditugasi menjadi salah satu pembicara yang mempertemukan para pendeta dalam wilayah Klasis-Klasis Timor Tengah Selatan. Kami tiga orang pembicara, Prof Charles Grimes, Ph.D, Benjamin Grimes, dan Heronimus Bani. Kami berbicara secara panel. Saya berbicara dari aspek praktis karena bukan ekspertis. Kami bersama para pendeta berdiskusi dalam rangka persiapan penerjemahan alkitab khususnya perjanjian baru dalam bahasa-bahasa daerah di Timor Tengah Selatan (Bahasa Amanuban, Amanatun, dan Molo)
- Pada 7 September 2016, ayah kami bertemu dengan hari kelahirannya (HUT) yang ke-82; ayah kami makin renta, namun semangat hidupnya masih terlihat. Ia masih suka keluar dari kamarnya untuk dapat melakukan apa saja yang kiranya membuat dirinya tetap bergerak, tatapi pada hari ini kondisinya sangat lemah. Kami bersyukur bersama dalam doa. Dalam catatan ini, saya menulis,
Diam... kosong... lengang... bening... hening... tenang... teduh...kicau burung tak menggubris palung lengang, gemercik air pancuran tak mengotori ruang bening, remang pagi tak memecah keheningan, tangis bayi menetak tak mengganggu ketenangan. Biarlah aku berteduh di balik kematian?? Ayah kami seorang yang rajin membaca buku dan sesekali menulis isi hatinya pada kertas buram. Senang sekali bila sempat menyontek tulisan-tulisan tangan ayah kami tentang apa yang boleh dan tak boleh.
- Dalam suatu urusan perkawinan yang melelahkan karena kami harus berkali-kali pergi-pulang, akhirnya saya menulis, satu batu besar tidak dapat hancur hanya dengan sekali pukul. Catatan ini saya buat pada 16 Oktober 2016
- Sangat beragam isi dari catatan tua ini, namun semua masih berkisar tugas sebagai guru di sekolah yang menjalani tugas tambahan di lingkungan masyarakat dan institusi keagamaan (GMIT). Misalnya sebagai guru kami mengikuti rapat-rapat guru, rapat dengan Pengawas Pembina, rapat koordinasi tingkat kecamatan, rapat dengan pengurus PGRI Kecamatan, dan lain-lain. Sementara sebagai anggota masyarakat kesibukannya yakni membantu mengurus hal-hal yang sifatnya sukacita dan dukacita. Pada tugas-tugas institusi keagaam (Jemaat lokal) beberapa catatan berharga menjadi ingatan yang menyegarkan.
Penutup
Demikian Catatan Tua ini menyegarkan ingatan saya untuk banyak hal yang saya (dan kami) lakukan antara tahun 2014 -- 2017. Catatan harian atau buku harian (diary, bhs Inggris, diarium, Bahasa Latin) yang terus terisi akan berdampak sejarah, walau terasa bagai sedang narsis.
Bagaimana opini sahabat pembaca?
Koro'oto-Nekmese, 7 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H