Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersumpah Rada Orisinil Rupa Imitatif

28 Oktober 2022   10:52 Diperbarui: 28 Oktober 2022   11:07 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober. Bangsa ini akan selalu berada dalam ranah memperingati Hari Sumpah Pemuda, hari bersejarah. Para muda dengan nama-nama organisasi kepemudaan seperti: Jong Java, Jong Sumatran Bond, Jong Selebes, Jong Ambon, Sekar Roekoen, Pemoeda Kaoem Betawi, Jong Timor, Perhimpoenan Pelajar-Pelajar Indonesia, dan lain-lain organisasi kepemudaan bertemu beberapa kali sebelum akhirnya membuat ikrar/sumpah bersejarah, Soempah Pemoeda, 28 Oktober 1928. Satu hari bersejarah, hari kebangkitan kedua pemuda Indonesia, setelah sebelumnya pada 20 Mei 1908 kaum muda membangkitkan kesadaran kolektif nasionalisme dan kebangsaan di tengah himpitan sosial, ekonomi, dan politik kolonial/imperial.

Bangsa ini secara perlahan merangkak bangkit untuk menegakkan kepala di bawah persekusi dan ancaman. Kesungguhan untuk mengindoktrin nasionalisme dan kebangsaan melahirkan ke panggung nusantara tokoh-tokoh yang terus berada di ranah perjuangan memerdekakan Indonesia dari kaum kolonial/imperial yang membangun kekuasaan oligarki sambil membelah dengan gaya devide et impera. 

Ketika kesadaran makin kuat karena indoktrinasi nasinalisme dan kebangsaan makin mendarahdaging dalam diri setiap anak bangsa, di sana ada daya patah-tumbuh, hilang-berganti, mati satu tumbuh seribu. Keringat, air mata, darah, nyawa, pusara tanpa nama, lautan yang menelan raga, dan lain-lain  telah menghantarkan bangsa ini untuk meraih kemerdekaan itu.

Sumpah itu disebut Soempah Pemoeda. Rangkaian diksi yang dijejer dalam tiga butir sumpah keramat:

  • Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia,
  • Kami poetra dan poetri Indonesia mengaku berbangsa yang satoe, bangsa Indonesia.
  • Kami poetera dan poetri Indonesia menjoenjoeng tinggi bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.

Tiga butir sumpah ini menjadi roh yang menghidupkan seluruh sendi kehidupan para muda sejak 1928. Lalu kita patut bertanya, apakah roh yang sama masih hidup dan menjiwai atau dijiwai oleh kaum muda Indonesia sampai zaman digitalisasi ini?


Sumpah rada Orisinil rupa Imitatif

 

Dalam ziarah dan sejarah bangsa Indoneia, adakah sumpah yang benar-benar orisinil? Tentu ada, paling kurang kita mengetahui sumpah keramat yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada. Isi Sumpah Palapa tersebut ditemukan dalam teks Jawa Pertengahan Pararaton yang berbunyi:

"Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".

Arti dari sumpah tersebut yaitu:"Jika telah menundukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, aku (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah aku (baru akan) melepaskan puasa"[1].

Sumpah yang mendapatkan ejekan ini dibuktikan oleh Sang Mahapatih Gajah Mada dengan merebut tempat-tempat (negara) yang disebutkan itu. Sumpah itu sendiri menjadi roh di tengah ejekan (buli) semua kalangan.

Mungkinkah para pemuda pada 28 Oktober 1928 setelah bersumpah mereka mendapatkan ejekan? Paling kurang ada 3 dampak yang terlihat dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagaimana catatan seorang blogger:

 

Sebagai bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mendapatkan kemerdekaan.

 

Menjadi pemersatu bangsa bagi pemuda dari berbagai penjuru Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekan.

 

Menjadikan rakyat Indonesia semakin cinta tanah air melalui bahasa, persatuan, dan perjuangan dalam memperoleh kemerdekaan.

 

Kolonial/Imperial manakah yang menyukai ketiga hal di atas? Mereka justru mulai panik dan memasang dan mewujudkan strategi penaklukan. Dampaknya makin terlihat, semakin ditekan, para tokoh makin menggiatkan perlawanan. Semakin berupaya untuk memecahbelah, justru terjadi sebaliknya persatuan, keterpaduan makin kokoh. Pada titik dimana setiap daerah menyadari akan persatuan dan keterpaduan, perjuangan bagai api abadi yang tak kunjung padam.

 

Bagaimana kini dengan sumpah yang diucapkan para penyelenggara negara yang menganut trias politica? Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Pada tiga ranah ini terdapat para penyelenggaranya yang mana mereka akan berdiri untuk bersumpah demi penyelenggaraan tugas negara dan bangsa pada jalurnya masing-masing. Mungkinkah mereka bersumpah secara sungguh-sungguh (orisinil) ataukah sekadar ada hingga akhirnya bagai suatu kegiatan yang sifatnya imitatif belaka, karena sebelumnya sudah ada yang mendahului?

Mari menelisik sendiri. Di manakah di NKRI tercinta ini yang pejabatnya lurus? Pasti ada. Mereka boleh disebut sebagai pejabat yang orisinil dalam perwujudan sumpahnya. Mereka bahkan menjadi orang "miskin" secara ekonomi karena menghidupi diri dan keluarganya dengan apa yang negara berikan, mereka mengambil haknya saja, tanpa mengambil hak orang lain atau dikayakan oleh orang sekitar dari dampak tugasnya.

 

Mari memperhatikan, adakah para legislator yang sungguh-sungguh legislator, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Faktanya, mereka (orang tertentu) yang dipercaya sebagai Ketua, Wakil Ketua atau anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, dan DPRD Kota, terjerat kasus terutama korupsi. Ini tentu saja melanggar sumpah. Maka sumpahnya rada orisinil rupa imitatif. 

 

Mungkinkah gubernur, bupati dan walikota se-Indonesia sungguh-sungguh telah bersumpah untuk menjadi penyelenggara negara di daerah? Ya, mereka telah bersumpah, kemudian mewujudkan sumpah mereka pada pelayanan publik di sana, namun ada di antaranya ada yang tersangkut kasus tertentu, seperti kasus korupsi. Maka sumpahnya, rada orisinil rupa imitatif.

  

Mungkinkah para pengusaha baik yang menjadi rekanan pemerintah, seperti Kementerian, Badan dan Lembaga telah bersumpah secara sungguh-sungguh untuk bekerja sama demi pembangunan berkesinambungan? Tentu saja mereka melakukannya, namun di antaranya ada pula yang terperosok ke dalam lubang yang digalinya sendiri. Mereka beramai-ramai terjerat pada perangkap yang secara sadar dan sengaja mereka bangun. Perangkap itulah yang dipakai oleh penegak hukum untuk menjerat mereka. Pada saat itulah mereka baru menyadari bahwa sumpah yang mereka ucapkan rada orisinil rupa imitatif.

Tengok dan tilik mereka yang memiliki integritas tinggi setelah menyelesaikan pendidikan militer. Adakah di antaranya yang lurus mulus hingga mulia dalam tugas dan harkatnya? Kita tidak perlu apriori, tapi fakta menunjukkan pada kita bahwa ada di antaranya yang telah menjadi pelanggar sumpah. Maka sumpahnya, rada orisinil rupa imitatif

Bagaimana dengan para ASN yang bersumpah atau zaman ini membuat pakta integritas? Mungkinkah itu semua rada orisinil rupa imitatif, atau sebaliknya kokoh orisinil tanpa kepura-puraan?

Para siswa akan mengucapkan janji pelajar atau janji siswa. Lalu, mungkinkah itu orisinil? Tidak selalu.

Maka, terlihat di NKRI ini banyak sumpah yang rada orisinil rupa imitatif.

 

Penutup

 Pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2028 ini, sekolah-sekolah mengadakan upacara bendera. Teks Sumpah Pemuda dibacakan dan diikuti oleh peserta upacara. Teks itu hendak mengingatkan bahwa, tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia merupakan tiga hal yang akan terus berada di Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tidak hendak menghilangkan bahasa daerah yang menjadi unsur pemerkayaan bahasa nasional.

 

Kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat akan terus menjadi upaya bersama demi membangun nasionalisme agar kita sungguh-sungguh mencintai bangsa dan negara ini. Kecintaan kita pada bangsa dan negara ini diwujudkan secara sungguh-sungguh (orisinil). Bila kita hanya ikutan saja, maka kita hanya menjadi orang yang melakukan sesuatu yang sifatnya imitatif, copy-paste, salin-tempel.

 

Selamat Hari Pemuda. Mari menjadi Indonesia yang bersemangat tanpa ejekan, buli/rudung dan persekusi. Jauhi semuanya itu untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Jiwai nilai-nilai luhur bangsa yakni hidup bersama, saling menolong dalam gotong royong.

 

Umi Nii Baki-Koro'oto, 28 Oktober 2022

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun