Mohon tunggu...
Heronimus Bani
Heronimus Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis seturut kenikmatan rasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kegalauan Guru di Pedesaan pada Zaman Digitalisasi Proses Pembelajaran

23 November 2024   12:42 Diperbarui: 26 November 2024   16:15 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Dunia pendidikan di Indonesia telah berada dalam arus global di mana kemajuan dan kecanggihan produk teknologi bagai merajai sendi-sendi kehidupan umat manusia. Produk teknologi yang semula untuk memudahkan dalam berkomunikasi dengan "mengabaikan" telepon kabel; kini makin kompleks dan memudahkan bahkan rada memanjakan. Rasanya setiap individu pada zaman ini tak dapat menikmati kehidpan bila tidak bersentuhan dengan produk teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Ragam produk TIK[3] telah menjadi kebutuhan umat manusia. Produk-produk itu mengalami evolusi yang makin memudahkan untuk dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Setiap produk yang terlihat kasar (hardware) dan berat, selanjutnya diupayakan agar semakin halus/tipis, ringan dan indah. Lalu di dalamnya ditempatkan produk yang disebut aplikasi (software).

Ragam aplikasi telah merambah dunia bersamaan dengan adanya varian telepon pintar (smartphone). Setiap produk telepon pintar diikuti dengan gencarnya promosi keunggulan, baik keunggulan dalam tampilan (hardware) maupun isi (software).

Ketika dunia dilanda covid-19, terjadi loncatan besar dalam proses pembelajaran di sekolah. Hal ini menyebabkan para guru di pedesaan merasa canggung menggunakan telepon pintar dengan segala fitur dan aplikasi yang tersedia, apalagi diwajibkan untuk menginstal aplikasi yang dikreasikan. 

Mengapa canggung? Karena sebelumnya telepon genggam yang ada panya berisi fitur yang cukup untuk mengirim pesan, menerima telepon dan bergirang (alias memainkan permainan di dalamnya).

Sesudah badai covid-19 berlalu, hal belajar dan mengajar dengan pendekatan "baru" diperkenalkan dengan tensi yang terkesan "menekan". Kurikulum Merdeka diikuti dengan aplikasi Platform Merdela Mengajar dengan segala fitur di dalamnya, dan sejumlah aplikasi yang wajib diwujudkan oleh guru. Kegalauan pun terjadi pada guru-guru di pedesaan. Benarkah? Mari kita berdiskusi.

Kegalauan Belajar untuk Mengajar Guru di Pedesaan dengan Pendekatan Digital

Menurut KBBI, arti galau adalah sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (maksudnya kacau dalam berpikir, pikiran). Dalam bahasa yang gaul, galau merujuk pada perasaan sedih, tidak karuan, kurang nyaman, kebingungan, gelisah, khawatir, menyesal, kacau, dan kesal. Kata galau sering digunakan ketika kebingungan dalam mengambil keputusan [Sumber].

Sub judul ini terbaca seperti menjauh dari judul (tema) tulisan/artikel. Tidak! Ia tidak pergi jauh karena subjek dan objek artikel ini yakni guru. Guru yang menunaikan tugasnya dengan belajar untuk mengajar. Bila guru sudah belajar, tentulah ia akan siap untuk mengajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun