Setiap harinya, guru mesti belajar, paling kurang membaca materi ajar dan mencari sumber lain yang memperkaya materi ajar yang disiapkannya. Lalu menyediakan media pembelajaran yang tepat agar "pesan" yang disampaikan kepada muridnya dapat segera dipahami.
Guru mesti belajar secara baik dalam rangka mengajar secara baik pula. Pada masa sesudah covid-19 guru mesti siap berenang (dan mungkin bersenang juga) di dalam arus aplikasi. Aplikasi membutuhkan perangkat (wadah) yang tepat. Maka, guru secara langsung maupun tidak langsung, dianjurkan atau dipaksa, mestilah memiliki perangkat "pintar" produk teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Dua produk TIK yang paling mudah dimiliki guru yakni laptop dan telepon pintar. Keduanya mudah dibawa kemana-mana. Masalahnya ada pada:
- Tersedianya jaringan listrik dan jaringan internet,
- Kemauan belajar dan berlatih agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan menggunakan laptop dan telepon pintar yang isinya (software) berupa aplikasi baik bawaan maupun yang dipasang (install) sendiri.
- Kemauan untuk merugi karena pemanfaatan jasa jaringan komunikasi (internet) diperlukan ketersediaan anggaran untuk pembiayaannya (tidak gratis).
Kira-kira pada ketiga titik masalah itu ada kegalauan guru di pedesaan.
Ketika kegalauan masih mendera guru di pedesaan oleh karena berjibakunya tugas-tugas administrasi melalui dan di dalam jaringan[7], pemerintah pusat (Presiden dan Kabinetnya) berganti. Kurikulum Merdeka dan ikutannya melalui dan di dalam jaringan yang digagas oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim pun dikaji kembali oleh Abdul Mu'ti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka).
Bila sebelum covid-19 (before covid-19Â ~ BC) guru mengikuti pendidikan dan pelatihan manual (tatap muka), kini pelatihan-pelatihan dilakukan baik mandiri maupun bersama-sama, dilakukan melalui dan di dalam jaringan (online).
Ketika muncul Kurikulum Merdeka dengan ikutannya berupa Platform Merdeka Mengajar yang dapat diakses oleh setiap guru, maka kegalauan melanda guru di pedesaan.
Jika dapat melakukan suatu riset sederhana pada guru di pedesaan dengan pertanyaan, apakah Anda/Saudara sudah dapat mengakses Platform Merdeka Mengajar? Tentu ada ragam jawaban dari para guru. Paling kurang ada jawaban seperti ini:
- Sudah pernah
- Sudah pernah tetapi ...
- Tidak/belum pernah
Lalu kita melakukan kalkulasi dengan memprosentasikan dengan angka, kiranya dapat diketahui perkembangan apa yang sudah terjadi pada para guru khususnya pada satu "pintu" masuk menuju tugas melalui dan di dalam jaringan (online).
Platform Merdeka Mengajar bukan satu-satunya aplikasi yang perlu diketahui dan dioperasionalkan oleh guru. Masih terdapat sejumlah hal seperti:
- MyASN
- Belajar.id
- Presensi, (dan masih ada lagi, dan lagi?)
Padahal, tugas pokok guru yang bersifat administrasi belum tentu dapat diwujudkan secara menyeluruh, namun sudah bertambah pula yang harus dikerjakan dengan pendekatan online. Tugas-tugas administrasi pembelajaran yang pokok seperti:
- Kalender pendidikan/akademik dan Jadwal Pelajaran
- Program Tahunan dan Program Semester (Analisis Standar Komptensi dan Kompetensi Dasar)
- Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
- Program Remedial dan Pengayaan (jika perlu)
- Daftar Hadir Siswa, Daftar Nilai, Daftar Pembagian Tugas, Daftar Inventaris Kelas, dan lain-lain