Semua ini telah mempengaruhi dan terinjeksikan ke dalam nalar Firaun. Maka, keputusan untuk menetapkan dan mengangkat Yusuf menjadi orang kepercayaannya tidak ditunda. Keputusan itu final dan mengikat seluruh isi istana dan wilayah ke-Firaun-an Mesir.Â
Mari membayangkan seseorang bernama Yusuf yang narapidana, langsung diangkat menjadi orang kepercayaan Sang Firaun. Betapa bila hal itu terjadi di negara demokrasi, bagaimana reaksi publik (rakyat)?Â
Yusuf segera bertugas. Potensi dirinya ia eksplorasi dan diaplikasikan secara profesional. Â Ia melakukan blusukan ke semua tempat di seluruh pelosok Tanah Mesir dalam masa persiapan menuju kelimpahan (panen berlipat ganda). Hasilnya berupa lumbung-lumbung persediaan yang diambil dari pembagian hasil panen masyarakat.Â
Masa kelimpahan haruslah dikelola sedemikian rupa sehingga has yang didapatkan pada waktu normal berusaha, akan terlihat dan dirasakan berkelebihan pada waktu panen. Hal itu sukses diraih oleh Mesir di bawah manager agung bernama Yusuf.Â
Memasuki musim kelimpungan (kelaparan) yang 7 tahun, ia tetap menggunakan potensi dirinya sedemikian rupa bukan untuk kepentingan masyarakat (rakyat) Mesir semata, tetapi juga bangsa-bangsa di sekitar mereka. Â Hal ini terbukti dari datangnya saudara-saudaranya ke Mesir untuk membeli makanan sebagai persediaan bagi mereka.Â
Yusuf telah sukses dengan blusukan dan penerapan manajemen yang profesional. Ia melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya bukan untuk membangun dinasti kemegahan individual dan komunitasnya. Ia tetap menempatkan dirinya sebagai "pelayan" kepada rakyat/masyarakat Mesir dan mereka yang membutuhkan tanpa menyakiti. Â
Dalam kisah ketika saudara-saudaranya datang hendak membeli makanan untuk persediaan, ia sempat mengecoh mereka. Hal ini berkaitan dengan sikap dan tindakan saudara-saudaranya. Mereka pernah memperlakukannya secara tidak adil dan tidak bertanggung jawab. Ketidakadilan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya, diubahkan menjadi keadilan kepada mereka. Keadilan itu diubahkan oleh Tuhan untuk kebermanfaatan umat manusia.
Dalam hal menjaga harmoni kehidupan sebagai sesama saudara dari satu keluarga, ia "turun" untuk duduk makan dengan mereka walau dipisahkan meja makan agar terlihat dan terjaga wibawanya. Padahal, ia tidak dapat menahan gejolak kerinduan baik untuk adiknya, kakak-kakaknya dan terlebih ayahnya.Â
Penutup
Yusuf tidak melakukan turba untuk berdialog semati. Ia bukan sekadar mewujudkan safari ke daerah untuk menyenangkan dirinya pada pemandangan keberhasilan membangun. Ia melakukan blusukan agar mengetahui secara lebih dekat kebutuhan masyarakat. Ia memberikan jawaban pasti yang melegakan.
Adakah pemimpin yang meniru Yusuf pada zaman modern ini?