Mohon tunggu...
Heron
Heron Mohon Tunggu... Guru - Guru

Selalu mencari pengetahuan baru untuk menambah pengalaman baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Filsafat Pragmatisme Terhadap Kemampuan Berpikir Siswa dalam Proses Belajar

5 Desember 2024   20:13 Diperbarui: 6 Desember 2024   05:39 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Apa yang kita pikirkan tentang filsafat? Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam yang berusaha memahami semua aspek kehidupan, eksistensi, nilai, dan lingkungan di sekitar kita. Untuk memahami filsafat, kita harus memiliki sikap yang ditanamkan di dalam diri kita untuk mengeksplorasi dan mengkritisi asumsi-asumsi dasar yang seringkali kita anggap sepele atau diterima begitu saja dalam kehidupan sehari-hari.

Filosof pendidikan memainkan peran penting dalam menentukan perspektif dan pendekatan pendidikan. Pragmatisme, aliran filsafat yang berkembang pesat di Amerika Serikat pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, berfokus pada tindakan, pengalaman, dan hasil praktis sebagai inti dari pemikiran dan pembelajaran. Ini adalah salah satu aliran filsafat yang memiliki pengaruh besar pada dunia pendidikan. Dalam artikel ini, kami akan membahas bagaimana filsafat pragmatis berdampak pada kemampuan berpikir siswa saat belajar. Kami akan memfokuskan pada prinsip-prinsip utama pragmatis, bagaimana itu dapat diterapkan dalam pendidikan, dan manfaat yang dihasilkannya.

Konsep Dasar Filsafat Pragmatisme dalam pendidikan

Pragmatisme adalah jenis filosofi yang menekankan pada pengalaman, tindakan, dan hasil praktis sebagai fondasi utama dalam memahami kebenaran. Dalam konteks pendidikan, pragmatisme menekankan pentingnya pembelajaran dalam kehidupan nyata dan bahwa pendidikan adalah proses dinamis yang membantu siswa berkembang melalui pemecahan masalah dan pengalaman langsung.

Tokoh seperti John Dewey, William James, dan Charles Sanders Peirce memperkenalkan pragmatisme dalam pendidikan, yang berpendapat bahwa pembelajaran harus dirancang untuk menghadapi tantangan kehidupan modern dan berakar pada kebutuhan dan minat siswa. Metode ini mengubah paradigma tradisional yang berpusat pada guru menuju pembelajaran yang lebih interaktif, berbasis pengalaman, dan siswa ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Penerapan, kolaborasi sosial, dan pembelajaran berbasis masalah adalah beberapa prinsip utama filsafat pragmatis pendidikan. Faktanya, orang belajar dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menurut pragmatisme, tujuan pendidikan harus disesuaikan dengan lingkungan tempat pendidikan dilakukan. Menurut Topan, M. (2021) menyatakan  pragmatisme pendidikan adalah suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman individu; pendidikan selalu terjadi sebagai bagian dari proses perkembangan yang menekankan perkembangan individu, masyarakat, dan kebudayaan, dan diharapkan dapat membentuk dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat mempersiapkan manusia untuk masa depan yang semakin kompleks dan menantang.

Jhon Dewey berpendapat bahwa ada dua teori pendidikan yang bertentangan satu sama lain. Teori konservatif dan "teori pemerkahan" adalah kedua teori pendidikan tersebut. Menurut teori konservatif dari penelitian Cholid, N (2013), pendidikan dilakukan tanpa mempertimbangkan kekuatan dan potensi anak. Semuanya akan dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses pembentukan jiwa dari luar, di mana pelajaran telah ditentukan sesuai keinginan guru, dan anak-anak hanya perlu menerimanya.

Penerapan Filsafat Pragmatisme dalam Proses Pembelajaran

Menurut pragmatisme, sebuah aliran filsafat yang berfokus pada relevansi dan penerapan praktis, pembelajaran adalah proses dinamis yang berfokus pada pemecahan masalah dan keterlibatan aktif siswa. Dalam pendidikan, pragmatisme menekankan pentingnya pembelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Paradigma pembelajaran tradisional diubah oleh filosofi pragmatisme. Siswa sekarang dipandang sebagai peserta aktif dalam proses pembelajaran, bukan hanya penerima. Metode ini menekankan bahwa ada hubungan antara teori dan tindakan, yang memungkinkan siswa memahami ide dengan lebih baik setelah melakukan hal-hal di dunia nyata. Selain itu, pendidikan pragmatis Jhon Dewey mendorong partisipasi siswa, pembelajaran aktif, dan nilai-nilai demokratis. Menurut Synytsia (2020), ini membantu siswa memperoleh keterampilan berpikir kritis, pengalaman pembelajaran nyata, dan penerapan pengetahuan. Ini adalah beberapa cara pragmatis dapat diterapkan dalam proses pendidikan:

a. Problem based Learning (PBL)

Dilihat secara epistemologi, pembelajaran berbasis masalah telah lama digunakan. John Dewey pertama kali mengungkapkannya, dikutip oleh Endayani, Henni (2023), bahwa belajar berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons; itu adalah hubungan antara dua arah belajar dan lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah, menurut Duch dalam Tina Sri S (2015), adalah cara belajar yang menggunakan masalah nyata sebagai konteks. Metode ini memungkinkan siswa untuk mempelajari pemikiran kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman tentang topik yang mereka pelajari.

Pembelajaran berbasis masalah memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan baru dengan menyelesaikan masalah. Ini adalah pendekatan pembelajaran partisipatif yang dapat membantu guru membuat lingkungan pembelajaran yang menyenangkan karena dimulai dengan masalah yang relevan dan penting bagi peserta didik. Pendekatan ini juga memungkinkan peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang lebih realistis (nyata).

b. Project Based Lerning (PjBL)

Pembelajaran berbasis proyek menekankan pada masalah kontekstual yang mungkin dihadapi siswa secara langsung. Oleh karena itu, pelajaran berbasis proyek membantu siswa mengembangkan pemikiran kritis dan kemampuan kreatif mereka dengan menciptakan produk nyata, seperti barang atau jasa. Memanfaatkan model pembelajaran berbasis proyek adalah cara untuk menilai dan mencapai tujuan pembelajaran. Dalam buku mereka yang diterbitkan pada tahun 2019 oleh Purnomo dan Yunahar, diterapkannya pembelajaran berbasis proyek dalam proses belajar mengajar menjadi sangat penting untuk meningkatkan prestasi akademik siswa.

Dampak Pragmatisme Terhadap Kemampuan Berpikir Siswa

Keterampilan berpikir kritis sangat penting dalam dunia yang semakin kompleks dan berubah cepat ini. Keterampilan ini membantu siswa membuat pilihan yang lebih baik dan menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar, pembelajaran pragmatis membantu mereka memperoleh keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi, menganalisis, dan menerapkan pengetahuan mereka ke situasi dunia nyata. Mereka dididik untuk tidak hanya menerima informasi, tetapi juga untuk mempertanyakan dan menguji kebenaran informasi tersebut.

Proses ini menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam tentang ide-ide tersebut. Selain itu, pragmatisme mendorong interaksi sosial untuk meningkatkan kemampuan berpikir kolaboratif dan komunikasi. Ini adalah pendekatan pembelajaran baru di mana siswa didorong untuk belajar melalui pengalaman langsung, eksplorasi, dan interaksi sosial. Metode ini membuat siswa menjadi pembelajar aktif yang dapat menganalisis data, menilai situasi, dan membuat kesimpulan yang rasional dengan terlibat dalam proses pembelajaran serta menemukan cara kreatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi di komunitasnya.

Kesimpulan

Dampak filsafat pragmatisme terhadap kemampuan berpikir siswa dalam proses belajar sangat signifikan. Pragmatisme mengubah paradigma pendidikan tradisional dengan menekankan pengalaman, tindakan, dan relevansi pembelajaran dalam kehidupan nyata. Melalui pendekatan seperti pembelajaran berbasis masalah dan proyek, siswa didorong untuk aktif berpartisipasi, berkolaborasi, dan mengeksplorasi ide-ide secara kritis.

Tidak hanya pragmatisme meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, tetapi juga membantu mereka berkomunikasi dan bekerja sama dalam konteks sosial. Oleh karena itu, diharapkan penerapan filsafat pragmatis dalam pendidikan dapat membantu siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang kompleks di masa depan, menjadikan mereka pembelajar yang lebih mandiri dan adaptif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun