Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dari Jakarta Menikmati Dieng

7 Agustus 2023   11:08 Diperbarui: 7 Agustus 2023   11:13 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hahaha... judulnya itu loh... sok sok an... kayak saya orang Jakarta aja... tapi sebagai orang yang jarang pulang kampung seperti saya dan sehari hari ada di Jakarta, tentu menikmati suasana pedesaan menjadi pengalaman yang wuah banget... apalagi pedesaannya di Dieng. Sebuah tempat yang dulu saya bayangkan untuk ke sana. Sekarang saya sudah beberapa kali ke tempat tersebut. Dengan suasana dan cara yang sedikit berbeda... tapi semoga ini bisa menjadi pertimbangan pembaca saja, mana yang lebih nyaman kalau datang berombongan.

Mengapa Dieng itu indah? .... bahkan sudah sejak jaman dahulu kala Dieng itu menjadi tempat yang rekomended banget. Saya sebut jaman dahulu kala karena memang itu jaman Jawa kuno awal awal peradaban Hindu Buddha di Jawa. Bagi saya, Dieng indah karena pemandangannya, artefaknya, dan juga sejarahnya yang hilang. Kalau pemandangannya jelas lah yak, tempat ini di dataran tinggi di atas 1.500 mdpl. di ketinggian tersebut kita bisa menyaksikan awan gemawan yang biasanya di atas kepala kita sekarang ada di bawah kaki kita. Juga pegunungan dan perbukitan yang ada di sekitaran tempat tersebut. Udara dingin yang mengingatkan saya saat jalan jalan ke Eropa. Maksud saya bisa jadi mirip mirip lah dinginnya. Tapi juga menjadi imajinasi saya untuk bisa menikmati lagi udara dari puncak gunung kalau mendaki. Cuma ga punya sensasi capeknya saja mendaki gunung... karena bisa langsung dinikmati kalau di Dieng.. gunung gunungnya juga ramah sebenarnya untuk didaki bagi orang tua seperti saya. 

Yang jelas kalau di Jakarta saya terbiasa dengan rutinitas mencari sebongkah berlian dan sesuap nasi, dengan kegiatan kegiatan lain yang begitu padat, rapat sana rapat sini... macet, panas, berdebu, covid, dll maka ke Dieng itu ibarat mencicipi surga yang di telapak kaki ibu. hehehe...
Tentang pemandangan alam ini, saya hanya menikmati 3 tempat wisata yang sangat populer di sana; candi Arjuna, kawah Sikidang, dan di Pintu Langit. Bisa ditebak mana tempat yang sangat ingin saya kunjungi dan belum terkunjungi padahal terkenal indahnya? Sikunir... yak Sikunir dengan Golden Sunrisenya. Bukan karena saya ga bisa berjalan kaki menanjak... bukan. Tapi karena saya harus 'ngemong' orang orang muda pada jamannya yang lima atau sepuluh tahun lalu sudah mesti purna bhakti dalam pekerjaan dan karya mereka. Hanya ada beberapa orang dalam rombongan yang benar benar masih seusiaan saya. Ya sudah Pe-er Moga moga Tuhan masih memberi kesempatan untuk ke sini lagi.

Gimana, sudah kayak di Eropa? Orang muda inilah salah dua rombongan saya. Dok. Pribadi
Gimana, sudah kayak di Eropa? Orang muda inilah salah dua rombongan saya. Dok. Pribadi

Sebagai pelengkap saja kenapa daerah ini pemandangannya indah tentu saja selain karena hamparan awan hingga tempat ini disebut sebut sebagai negeri di awan yang konon menginspirasi mendiang Andre Manika ketika mencipta lagu berjudul sama, juga karena hamparan perbukitan dengan tanah tanah pertanian berbagai macam jenis. Pepohonan yang menghijau di sana sini penghirup polusi Jakarta kalau nyambung. hehehe... kayaknya kejauhan ya...

Sayang sekali demi kepentingan bisnis ada banyak hal berubah antara situasinya Dieng sekarang di tahun 2023 dengan Dieng 10 tahuan silam. Lebih banyak kreativitas sentuhan sentuhan yang berbau modifikasi sehingga bagi saya terasa kehilangan roh orisinalitasnya. Dulu, Candi Arjuna masih relatif sedikit alami dengan tanah lapang yang relatif luas dan ga ada kain kain yang mesti dipakai pengunjung. Sekarang jadi lebih sempit dan sedikit berbudaya dengan adanya panitia wisata di sana yang menyediakan dan mengharuskan pengunjung menggunakan kain kotak kotak ala kainnya Bima di wayang kulit Jawa. Tapi tempat masuknya juga menjadi seperti labirin... Atau di kawah Sikidang yang jalur kunjungannya sudah ditentukan berbeda pintu masuknya. entah mengapa saya merasa yang dulu masih lebih natural dibandingkan yang sekarang. Ini hanya masalah perspektif, cara pandang, dan selera saja. 

Cuma nuansa 'keuangan' yang memaksa pengunjung ini yang sepertinya harus dilihat lagi. Bahkan ini sejak awal di gerbang masuk ke Dieng. Nanti di bagian akhir akan saya ceritakan.

Keindahan artefaknya juga sebenarnya menarik kalau kita memang punya sense of history, memang menarik bagi yang tertarik. Ada banyak peninggalan peradaban jaman dahulu kala, termasuk candi candinya itu adalah candi candi peninggalan masa lalu. Kalau ada candi, ada perlengkapan lainnya yang masih ditemukan di sini. Ada Dharmasala, semacam pendapa sebelum ke candinya, ada Ondo Budho dan juga tuk bimo lukar yang sudah tidak lengkap lagi. Jangan lupa saluran saluran air kuno sebagai bentuk kecanggihan arsitektur kota jaman dulu untuk menghindari banjir dan longor di daerah tersebut juga masih bisa ditemukan. Masing masing sebenarnya ada ceritanya sendiri.

Indahnya pagi di Dieng. Dok. pribadi
Indahnya pagi di Dieng. Dok. pribadi

Tapi bayangkanlah kini ada perkotaan jaman kuno di tanah Jawa ini. Candi candinya lebih banyak dan lebih besar dibandingkan dengan di Borobudur maupun di Prambanan yang itu saja sudah besar. tentu sangat megah bukan? Sejauh saya ingat dan saya mencermati dari Asisi Channel di kanal Youtube, awalnya Dieng adalah tempat di mana para pemuka agama dan padepokan, semacam pesantren jaman sekarang, tempat di mana para cerdik pandai dan juga pembuat candi yang baru pulang belajar dari India kemudian mempraktekkan keahliannya. Pusat keagamaan saat itu ada di tempat ini sebelum adanya candi Borobudur, prambanan, kalasan, dan candi candi lainnya. Jadi selain sebagai tempat berdoa juga tempat peradaban. Di sini ada ribuan candi, semestinya. Karena masing masing ahli candi yang belajar tadi berpraktek di tempat ini.

Sunrise Love. Dok. pribadi
Sunrise Love. Dok. pribadi

Sayangnya... karena bencana alam dan bencana kemanusiaan tempat ini kemudian terlupakan. Peradabannya terputus. Ga ada lagi catatan sejarah. Bahkan ga ada yang tahu nama nama candi sebenarnya. Penjarahan, pencurian, dan ketidakmengertian masyarakat menjadikan kita benar benar terputus dengan peradaban megah yang sesungguhnya ada di Dieng. Bahkan penamaan candipun ngasal dengan mengambil tokoh tokoh pewayangan.

Sedikit cerita saya di Dieng

Biar masih bisa dikategorikan sebagai trip, saya akan cerita sedikit saja tentang perjalanan saya ke tempat ini. Di Bulan Juni 2024, hari minggu malam senin ... hahaha... ga matching banget yak sebagai hari berwisata yang mestinya malam minggu, kita mah beda malam senin... harapannya ga terlalu ramai sebenarnya meskipun tetap saja ramai. Kami ke sana dengan mengandalkan sebuah agen tour. Setelah deal kemudian berangkatlah kami dengan persiapan yang sesingkat singkatnya. Saya pikir aman lah. Berdua puluh kami menggunakan bus medium kapasitas 27 orang. Saya pikir karena rombongan yang saya bawa adalah orang orang muda pada jamannya, ga enak kalau mereka nanti mesti repot repot ganti kendaraan karena konon Dieng tidak bisa dilewati bus besar. Pakai bus medium dong yang awalnya memang rencana pakai bus besar kapasitas 40an orang. Biar peserta ga usah ganti kendaraan dengan angkat angkat barang. Kan kalau nanti angkat angkat barang yang repot juga yang muda muda beneran juga. apalagi yang cowok hanya ada 3 orang itupun yang dua masuk kategori pemuda pada jamannya tadi itu. Jadilah saya satu satunya. Deal... aman. karena sebelumnya saya harus ke tempat lain. Bahan cerita dan nulis nanti.

bersama orang muda pada jamannya. dok. pribadi
bersama orang muda pada jamannya. dok. pribadi

Sayangnya begitu sudah hampir sampai tempatnya, tidak jauh dari lokasi kami dikasih tahu bahwa bus medium pun ga bisa masuk ke lokasi. Adhuh... siap siap jadi korban nih... angkat angkat barang milik 20an peserta... yang lebih nyesek lagi kan harus nyewa kendaraan yang lebih kecil lagi di sana... sayang, harganya kalau untuk saya pribadi cukup mahal. hahaha... kelihatan miskinnya saya yak. Beruntunglah ada donatur atau penyandang dana bagi kami... dan ga formal formal banget... coba bayangkan kalau ini anggota rombongan dari kelompok panti asuhan, bisa benar benar gagal total apa yang sudah disiapkan dan dibayang bayangkan.

Oke, alasannya adalah bahwa bus medium ga bisa pakai yang medium. Saya jelaskan ke peserta dan bisa dimaklumi... ada perubahan anggaran. jadi sesek nafas saya di daerah kawah Sikidang yang bau belerangnya sudah bikin sesek adalah ketika kami mendapati ada banyak bus medium di sana... Dan peserta langsung tanya ke sopirnya, loh kok itu ada bus medium masuk.... kayaknya kok bikin repot kita angkatan perjuangan 45 saja... dan dijawablah oleh sopir, kebetulan tour guide ada di kendaraan lain... bahwa mereka sudah sudah membayar paket untuk membawa bus medium...

lalu, peserta kami yang memang kocak berseloroh... oh masalah duiiittt.... bukan karena busnya ga bisa masuk.... saya ketawa juga dalam sesak nafas saya oleh bau belerang. Untunglah, namanya traveling selalu mempersembahkan cerita suka dan duka... yang penting happy... masalah duit bisa dicarikan donatur... eh ga, bisa dicari lagi nanti di Jakarta. atau menunggu dana pensiun cair. Sampai di Dieng siang hari kami, ga perlu bicara serunya bertraveling dengan para muda yang sudah punya cucu dan cicit ini.. Sore hari kami masih sempat menikmati candi Arjuna.

Malam hari, suhu di sekitaran 10 derajat... kami berjalan jalan di sekitaran Titik '0' Nol Dieng dengan kesyahduan tempat tersebut. Ada yang makan mie ongklok sambil ibu ibu minta suaminya membeli purwoceng di tempat tersebut. Ada yang jalan jalan menikmati kopi ataupun jajanan pinggir jalan. Ada juga yang sedang mencoba mengusir tikus dari kamarnya sambil teriak teriak karena biasa tinggal di Inggris, ga pernah dari home stay satu ke home stay lain ada tikusnya... bagi saya mah biasa saja... sudah friend...

Kemudian pagi hari, yang tidak terlupakan dan ga boleh terlewatkan adalah menikmati sunrise di pintu langit. Ada beberapa titik sebenarnya untuk menikmati sunrise ini. tapi karena sama agen tour sudah ada paketan berbayarnya ya kami nikmati pintu langit ini. Dan kami akhiri perjalanan dengan menikmati kawah Sikidang. ga perlu saya ceritakan bagaimana pengalaman di tempat tempat ini. karena sudah sangat umum dan saya bilang sih recomended untuk dikunjugi. Makanya dijuallah sebagai paket wisata baik oleh pemerintah setempat maupun oleh masyarakat.

Saya sih yang suka fotografi, ya lebih tertarik ke fotografinya ya... gimana biar dapat foto foto bagus. Momen kebersamaan sih oke... saya nikmati, hanya fotografinya ga boleh jelek jelek hasilnya... Saya rela ga motret dengan HP sekalipun sepanjang jalan dan acara lain, ya paling satu dua moment lah saya foto... tapi untuk alam Dieng ya sayang kalau ga memanfaatkan skill dan hobi ini. Meskipun yang diposting di medsos hanya 2 atau 3 foto saja...

Di Kawah Sikidang
Di Kawah Sikidang

Itupun yang me'like' ga sampai 20 orang... sama seperti postingan postingan saya di medsos lainnya dengan jumlah teman bahkan ga mencapai 50 orang.... Ada ya orang kayak saya di jaman ini....

Oke, terakhir tips yang saya rekomendasikan menikmati Dieng dengan budget murah meriah, lebih bebas, dan lebih terukur dalam banyak hal...

Dalam perjalanan saya yang pertama, sekitar tahun 2011 saya memang menggunakan bus... tapi sejak awal memesan angkot di sana sendiri. Harganya ya pasti hanya seharga paketan angkot kan ya... yang jelas kemarin saya habis 900rb untuk gati mobilnya... sedangkan angkot di sana hanya 15an ribu per orang... boleh lah nanti nambah nambah dikit... pokoknya total kalau dulu saya habis ga sampai 500 ribu sudah dengan makan dan perjalanan... tawar menawar dengan angkot penjemput di kota wonosobo...

Atau pikirkan agen yang sudah sejak awal menyediakan shuttle termasuk dari wonosobonya. Ini akan lebih nyaman dari awal karena ga harus menjelaskan bahwa bus medium ga bisa atau ga boleh masuk ke lokasi. Setidaknya lebih murah sedikit dibandingkan paketannya malahan dengan bus medium....

Itu kalau bawa rombongan nanggung maupun besar ya... kalau bawa rombongan keluarga kecil mah bebas bebas saja...

Saya pribadi sih dengan rombongan mending datang pagi pagi sekali hampir dini hari... jadi sepanjang jalan bisa menikmati indahnya  malam melewati kaki gunung Sindoro Sumbing dan gemerlap cahaya di bawah sana kemudian malam dini hari sedikit jalan jalan di Diengnya... lalu seharian menikmati Dieng dengan berbagai paket wisatanya... terus cabut...

Untuk orang orang yang benar benar harus mengatur waktu seperti saya... model model semacam itu bisa diterapkan... kecuali memang benar benar bebas dengan dana dan waktu... ya bebas bebas saja... tapi konon, yang bisa bebas itu hanya orang apa ya, saya sedikit lupa....

Salam Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun