Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bahkan Guru dan Dosen Pun Membodohi

15 Desember 2016   19:15 Diperbarui: 16 Desember 2016   10:40 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita di atas hanya sebuah analogi dari pengalaman nyata saya ketika memberikan pengantar perkuliahan. Bahkan guru dan dosen pun membodohi. Setidaknya kasus kasus yang terjadi belakangan ini membuat saya kembali tertarik membicarakan hal tersebut. Pertama kasus Buni Yani yang 'salah mendengar' transkrip video Ahok, kedua kasus guru yang mengunggah foto foto uang berbentuk 212 yang di dalamnya ada ajakan rush money, dan yang ketiga guru SMP di Purbalingga yang membuat soal dengan memuat kasus Ahok sebagai penista agama.

Buni Yani adalah dosen komunikasi di London School. Pernah berkuliah di Universitas Udayana Bali dan kemudian mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di Ohio University. Pernah menjadi jurnalis di beberapa media, termasuk di VOA Washington. Sekarang konon sedang menyelesaikan disertasi program doktoral di Leiden Belanda. Dari segi akademis dan pengalaman, jelas dia pinter. Bahkan saya pun ingin memiliki karier pendidikan seperti beliau. Ketika membaca captionnya beliau di FB, jelas saya tetap mengakui kepandaian beliau.

'Bapak Ibu (pemilih muslim).. Dibohongi Surat Almaidah 51 (masuk neraka) juga bapak ibu. Dibodohi'. Begitu captionnya. Memang ini bukan transkrip. Memang kalau dilihat dari kalimat kalimat aslinya, nuansanya menjadi lebih tajam karena kalimat asilnya tidak begitu.

“bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin pake surat almaidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan ga bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, gapapa. Karena ini kan hak pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu ga usah merasa ga enak. Dalam nuraninya ga bisa pilih Ahok”

Masalah bahwa ayat suci bisa disalahgunakan seperti kata Rizieq Shihab, "... ulama yang bejat, ulama yang buruk, ulama yang busuk, ulama yang suka memutarbalikkan ayat, yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal," diabaikan. Masalah bahwa sang Gubernur memberi kesempatan untuk tidak memilihnya juga tidak pernah disinggung. Yang jelas dan kuat sebagai sarana provokasi ya kalimat pada captionnya Buni Yani tersebut.

Maka, sebagai pakar komunikasi jelas si Buni Yani ini cerdas. Dia tahu memilih-milih kalimat dan memberikan penafsiran. Perhatikan kata-kata di dalam kurung di atas dan juga pemilihan kalimatnya. Jelas yang semacam itu, melibatkan unsur kecerdasan dan tentu saja kesengajaan.

Maka, kalau beliau mengatakan "lupa" sehingga tidak menggunakan kata pakai besar kemungkinan beliau berbohong. Apalagi ditambah dengan ungkapan, "saya tidak tahu kalau masalahnya akan menjadi sebesar ini..." Bayangkan seorang kandidat Doktor di Leiden tiba tiba saja menjadi sedemikian lugu. Demikian kata pengacara beliau yang mengesankan bahwa Buni Yani ini orang lugu dan juga dosen yang tidak kaya. Buni Yani orang biasa-biasa saja, tidak punya kepentingan politik apapun.

Tapi data survei SMRC ini menarik:

45,2% setuju bahwa Ahok menistakan agama. Dari 45,2% yang setuju tersebut, hanya 11,5% yang mengaku mengetahui secara persis. Sisanya tidak. "Pertanyaan selanjutnya apakah sudah menonton video lengkap? 12,9% menjawab ya, sudah menonton. Sementara 87,1% mengaku tidak menonton video secara penuh,"

Dari 12,9% yang menonton, sebanyak 37,4% responden mengaku menonton video versi 'dibohongi Al-Maidah 51' dan 46,6% menonton video 'dibohongi memakai Al-Maidah 51. Sumber dari Detiknews.

Perhatikan, gerakan semasif 411 dan juga 212 dilatarbelakangi oleh data semacam itu. Data ini jelas mengingatkan saya pada cerita Teori Evolusi Darwin di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun