Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Politik Menentukan Hidup Seseorang (Marry Jane)

13 September 2016   16:56 Diperbarui: 13 September 2016   17:20 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau tidak percaya, bisa anda bertanya pada mendiang Pramoedya Ananta Toer, bagaimana pengalamannya dulu dibuang ke Pulau Buru. Politik yang senantiasa menciptakan kawan dan lawan, harus memberikan ruang pada pemenang untuk mempertontonkan dirinya sebagai pemenang dan pihak lawan jelas harus menjadi pecundang. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila rupanya harus menata ulang bagaimana menerjemahkan filosofi dasar negara itu dalam hukum maupun dalam politik.

Pancasila sebagai dasar hukum negara ini dan yang juga menjadi tujuan dari negara ini, sudahkah benar benar menjadi bintang panduan, dalam bahasa Soekarno, bagi jalannya roda pemerintahan? Pancasila adalah ajaran moral yang digali oleh para pendiri bangsa ini sebagai jiwa bangsa Indonesia. Nah, sebagai panduan moral ada prinsip prinsip etis di dalamnya.

Di antaranya adalah nilai kemanusiaan dan juga nilai keadilan. Dalam perspektif etis, prinsip moral yang membenarkan adanya 'tumbal' untuk kepentingan yang lebih besar ini dikenal sebagai prinsip etis utilitarianisme. Asas yang dikedepankan dalam praktek ini adalah asas manfaat. Berkorban sedikit untuk memperoleh manfaat yang sebesar besarnya dan bagi sebanyak mungkin orang. Asas ini juga yang membenarkan misalnya, bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Tindakan tersebut bisa dibenarkan, karena dengan mengorbankan rakyat Hiroshima dan Nagasaki yang meskipun tidak bersalah, tapi bisa menghentikan perang dunia II. Lalu, bisakah prinsip ini diterapkan dalam pemikiran dasar Pancasila?

Pertanyaannya adalah apakah prinsip kemanusiaan itu membenarkan adanya tumbal untuk manfaat yang lebih besar? Apakah prinsip keadilan bisa membenarkan, untuk kepentingan yang lebih besar kemudian mengorbankan sebagian orang? Jujur saya membayangkan dan agak takut sebenarnya dengan sikap Duterte yang sedang membasmi kelompok Abu Sayyaf.

Sementara di sana ada sandera sandera yang sewaktu waktu dikorbankan oleh kelompok tersebut. Termasuk di antaranya adalah WNI. Bermoralkah kalau kemudian, membasmi kelompok Abu Sayyaf dengan mengorbankan sandera sandera yang akan ikut jadi korban? Inilah sebenarnya politik.

 Penerapan hukuman mati di Indonesia, sesungguhnya juga mengancam banyak terdakwa hukuman mati di luar negeri. Sama saja. Apa yang akan kita katakan sebagai pembelaan agar warga negara kita terhindar dari hukuman mati, kalau negara kita saja menerapkan dan mengeksekusi para terpidana.

Meskipun ada banyak macam pembelaan yang bisa disampaikan, berkaitan dengan kedaulatan hukum dan juga perang terhadap hal hal yang luar biasa seperti terorisme dan juga narkoba, tetap saja kita ada dalam posisi yang sebenarnya lemah. Lepas dari asas kemanusiaan yang mungkin masih bisa menjadi bahan diskusi panjang lebar dan ini memang harus dikaji lebih dalam, kita bisa bertanya secara jujur, sudahkah hukum kita menjamin adanya sebuah keadilan yang terus menerus diperjuangkan di negeri ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun