Meskipun saya tidak banyak mengambil kata kata mutiara dari pak Mario, tapi saya pribadi senang dengan apa yang beliau sampaikan. Ada sesuatu yang dalam dan logis. Saya tidak akan menyesal mengidolakan atau menyenangi apa yang pak Mario katakan, meskipun sekarang sedang ditempa prahara permasalahan.Â
Masalahnya bukan pada nasehatnya, tapi bagaimana beliau menyikapinya. Pada hemat saya ketika si anak dituntut tes DNA segala, wajarlah itu kalau memang sejak awal meragukan keaslian keturunannya. Drama mungkin akan berlanjut, tapi kita bisa belajar dari pengalaman itu, menasehati orang lain itu mudah, tapi menasehati diri sendiri itu tantangan yang jauh lebih sulit.Â
Ibarat menjadi penonton permainan sepak bola neh, komentator itu sepertinya lebih pinter daripada pemainnya sendiri. Mereka bisa menasehatkan apapun kepada pemain agar permainannya bisa bagus. Harusnya begini, harusnya begitu. Lalu, apakah pemainnya akan mendengarkan dan mengikuti nasehat komentator? Lah untuk apa? mereka ga ngalami sendiri.
Ini juga susahnya. Saya sebagai pengajar juga sulit untuk dinasehati. Mendengarkan nasehat orang lain itu ga mudah, maka mendengarkan nasehat diri sendiri juga jauh lebih tidak mudah. Ketika ada orang yang berhasil memberikan banyak nasehat kepada banyak orang saja pada hemat saya, harus kita apresiasi. Sayangnya, tuntutan orang banyak selalu berlebih, seharusnya kalau bisa menasehati orang lain, dirinya sendiri harus bisa menerapkannya.
Begini: berdamailah dengan diri sendiri, sebelum engkau meminta orang lain untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
Atau suatu ketika seorang anak, siswa, yang sulit sekali bergaul dengan teman temannya, saya tanya, kamu ingin teman yang seperti apa? jawabnya: yang baik... yang bisa bekerja sama, yang tidak suka mengolok, yang bisa menerima dirinya. Maka, pertanyaan saya padanya: sudahkah kamu menjadi seorang teman seperti yang kamu inginkan itu?