Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Agama 'Mencomot' Penelitian Ilmiah

31 Agustus 2016   11:41 Diperbarui: 31 Agustus 2016   11:49 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, benarkah kemudian agama sama sekali tidak memungkinkan untuk memanfaatkan dunia sains atau mengutipnya sebagai pembenaran pembenaran atas keyakinan? Nah dalam arti ini memang saya agak berbeda dengan apa yang dikatakan atau dianut oleh pak Reza Wattimena ini. Agama bagaimanapun harus menyadari keterbatasannya. 

Dalam Kitab Suci apapun tidak dibahas misalnya adanya bayi tabung, adanya rekayasa genetika, pengguntingan gen manusia, tidak bicara tentang lubang ozon, tidak bicara tentang pemanasan global, dll. Meskipun sebenarnya bisa saja diotak atik gatuk, dalam istilah jawa, disambungsambungkan akan nyambung, namun memang di dalamnya tidak bicara. Lihatlah, ada dua hal yang sangat berbeda jalur di sini, agama bicara tentang nyawa, tentang malaikat, tentang jin, tentang segala sesuatu yang ghaib, dunia ilmu bicara tentang data data yang harus diuji dan diuji kebenarannya. Pengujian ini harus berulang ulang dan siapapun boleh menguji dan mempertanyakannya. 

Tidak bisa klaim dari satu pihak kemudian dijadikan rujukan ilmiah yang bisa dipercaya. Teori lubang hitamnya Einstein misalnya, ratusan tahun yang lalu sudah dia prediksi namun baru sekarang, kemungkinan jawaban itu ada dan banyak diakui. Itupun masih akan diuji terus. Keterbatasan agama yang semacam itulah yang harus diakui. Kalau tidak, sebenarnya akan sangat menjenuhkan bicara tentang agama yang akan selalu mengulang hal hal yang kurang lebih sama di masa lalu.

Karena keterbatasan itulah kemudian agama bisa bekerja sama dengan dunia ilmiah, dengan riset riset di dalamnya. Bukan untuk mengubah dogma tentunya, tapi untuk menjelaskan secara lebih up to date terhadap kemajuan ilmu dan pengetahuan. Bagaimanapun, agama setidaknya harus bisa menjadi wasit mana yang bisa diterapkan dan mana yang tidak bisa. Kalau tidak, dunia riset bisa brutal dalam arti apapun bisa diriset ulang. Dalam dunia pengetahuan, apapun bisa dijadikan objek untuk riset. Yang paling rawan misalnya sejauh objek riset itu berkaitan langsung dengan manusia dan kemanusiaan. Misalnya saja, bolehkah manusia membuat cloning dirinya untuk tujuan pengobatan. 

Misalnya, seperti kita tahu orang yang jantungnya rusak, akan kesulitan dan memang sangat sulit untuk mendapatkan organ yang bisa menggantikan jantungnya. Kalaupun ada, kemungkinan besar juga tidak sepenuhnya cocok. Nah, yang bisa dipastikan cocok itu adalah kalau dia membuat kloning dirinya, lalu dari kloning dirinya itu nanti yang akan diambil jantungnya saja. 

Atau yang cukup menarik sekarang bolehkah manusia difreezer, dibekukan untuk kemudian dihidupkan lagi pada masa masa mendatang? meskipun sudah ada risetnya, tapi agama berkepentingan untuk bisa menilainya bermoral atau tidak. Sesuai dengan prinsip prinsip moral agama atau tidak. Film film seperti Robocop dan juga Ironman ataupun Turtles Ninja, kura kura ninja yang mencoba menjadikan manusia sebagai objek riset tekhnologi memberikan gambaran yang cukup mencolok bagaimana peran tekhnologi untuk peradaban manusia tapi sekaligus mengundang diskusi boleh dan tidaknya. Misalnya saja, mengembangkan otak reptil manusia untuk sekedar menjadi algojo dan membuang lapisan lapisan otak yang lainnya.

Jadi memang di sini, agama bukan hanya sekedar mengklaim kebenarannya dengan mengutip ngutip seenaknya riset riset ilmiah, tapi untuk memberikan penilaian moral yang dibutuhkan. Bukan sekedar untuk otak atik gathuk atau mencocokcocokkan, tapi untuk pendasaran etika yang diperlukan dalam dunia ilmu dan juga penerapannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun