Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

LGBT Ngeksis di Indonesia

28 Januari 2016   10:25 Diperbarui: 4 Februari 2016   08:56 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="gambar dari http://www.lookeastspark.com/"][/caption]

Repot juga wifi mati selama beberapa hari ini.... selain sudah lama saya ga nulis-nulis di kompasiana, juga ada sedikit keinginan menulis yang tidak tersalurkan. Salah satunya saya tertarik dengan kasus semakin terbukanya kelompok alias komunitas LGBT untuk tampil di Indonesia. Bahasa gaulnya sih, mereka berani untuk ngeksis di Indonesia yang heboh tentu saja di UI.

Lalu saya ingat persis bahwa saya pernah menulis tentang hal ini mungkin setahunan yang lalu dan akhirnya saya kembali 'ngubek-ubek' tulisan saya sendiri. dan jadilah saya menemukan tulisan ini di sini. Betapa terkejutnya saya bahwa dalam tulisan itu ternyata ada tanggapan yang menyusul kemudian dan luput dari perhatian saya dan memang sudah tidak saya buka lagi. paling tidak di situ ada 2 tulisan tanggapan menarik dan cukup serius menanggapi fenomena LGBT. Jadi di sini juga sekaligus menjadi tempat saya mengucapkan terima kasih atas tanggapannya dan juga permohonan maaf karena tidak menanggapi atau katakanlah belum menanggapi.

Terima kasih untuk gilar jodi dan juga ibu sirsak. Nama-nama tersebut mungkin memang bukan nama yang sebenarnya. Tapi cukup serius dan saya kira ada benarnya ketika menyampaikan argumentasi. Masing-masing akan saya tanggapi kemudian.

Pertama-tama saya ingin mereview ulang apa yang saya tuliskan. Yaitu bahwa saya menghormati perjuangan LGBT dengan argumentasi utama bahwa kecenderungan seksual tersebut bukanlah sebuah pilihan ataupun bentukan di kemudian hari. Dengan sedikit bantuan ilmu genetika, sekarang-sekarang ini disadari bahwa LGBT bukanlah pertama-tama terjadi karena faktor lingkungan. Kecenderungan LGBT adalah bawaan dan dengan demikian sudah kodrat, sudah pemberian langsung dari Tuhan (kalau mau menggunakan bahasa agama).

Saya akan mengutip saja sebagian argumentasi saya yang memiliki referensi akurat:

Penelitian menunjukkan bahwa pola dasar bagi tubuh dan otak janin manusia adalah betina dalam susunan awalnya, Karena itu, pria memiliki beberapa ciri bagian tubuh wanita, seperti puting susu, Pria juga memiliki kelenjar susu yang tidak berfungsi tetapi masih memiliki potensi untuk mengeluarkan susu. Ada ribuan kasus tercatat tentang narapidana perang pria yang mengeluarkan susu dari putingnya. Saat itu kelaparan yang luar biasa mengakibatkan timbulnya penyakit sehingga hati tidak berfungsi dan mengacaukan hormon yang penting untuk memproduksi susu.

Kemudian, enam hingga delapan minggu setelah pembuahan, sebuah janin jantan (XY) menerima sejumlah besar hormon jantan yang disebut androgen, yang pertama-tama membentuk testes kemudian dosis berikutnya untuk mengubah otak dari susunan otak betina menjadi susunan otak jantan. Jika janin jantan tidak mendapatkan hormon jantan yang mencukupi pada waktu yang tepat, satu dari dua hal mungkin akan terjadi Pertama tama, seorang bayi laki-Iaki mungkin terlahir dengan sebuah susunan otak yang cederung lebih feminin daripada maskulin. Dengan kata lain, anak laki-laki tersebut sangat mungkin akan menjadi gay pada masa pubertasnya, Kedua, seorang anak laki-laki yang secara grenetis pria namun dengan otak sepenuhnya wanita dan alat kelamin pria. Orang ini akan menjadi transjender. lni adalah seorang yang secara biologis pria tetapi perasaannya sebagai wanita Bahkan kadang-kadang tertahir sebagai seorang pria genetis dengan sepasang alat kelamin pria dan wanita. Pasalnya, menjadi homoseks bukanlah sebuah pilihan.

Menurut Anne Moir seorang pakar genetika, Tidak saja homoseksualitas itu ada sejak lahir, namun lingkungan tempat kita dibesarkan memegang peran lebih kecil dalam pembentukan perilaku kita daripada yang pernah kita kira sebelumnya. Para ilmuwan telah menemukan bahwa sebenarnya tidak ada pengaruh sama sekali usaha yang dilakukan oleh para orangtua untuk menekan kecenderungan homoseksual pada anak remajanya atau anaknya yang sudah dewasa. Penyebab utamanya adalah karena pengaruh hormon pria (atau kekurangan hormon tersebut) pada otak; Maka itu tidaklah heran kalau kebanyakan orang-orang Homoseksual adalah pria. (Selengkapnya : Menghormati Perjuangan LGBT)

Sejalan dengan hal ini, sosiolog UI Prof. Tamrin Amal Tomagola. Beliau membantah keras bahwa kecenderungan LGBT itu merupakan bentukan sosial dan lahir dari pergaulan yang salah. Beliau menganalogikan bahwa suatu peristiwa itu seperti gelas tumpah. Memang diperlukan kondisi dari luar yang memungkinkan gelas itu tumpah, tapi ada syarat lain yang dari dalam dirinya sendiri memungkinkan gelas itu untuk tumpah. Harus ada air di dalamnya. Demikian juga dengan LGBT, memang ada kemungkinan itu terjadi dari luar, tapi harus ada dalam dirinya sendiri (pada diri individu tersebut) potensi besar untuk LGBT. Sosiolog lain, bpk. Musni Umar melihatnya dalam sisi yang lebih mainstream di Indonesia bahwa fenomena tersebut bertentangan dengan Norma, Agama, dan Adat di Indonesia.

Dan di situlah saya tidak melihat bahwa ada tanggapan yang tepat, argumentasinya bahwa hal semacam ini bersifat kodrati dan bawaan dari lahir. Sedikit saya melihat dari ketua komisi dakwah MUI yang mengakui bahwa di dalam Islam ada orang yang dilahirkan dengan kondisi tanpa identitas seksual, maupun seksualitas ganda. Dan dengan demikian, menurut Cholil Nafis PHd, ketua komisi dakwah MUI mereka harus menjalani operasi dan diluruskan identitas seksual mana yang lebih dekat. Dalam hal ini saya ingin sedikit mengoreksi (sebelum saya lupa dan nanti kelewatan) bahwa manusia tidak mungkin berjenis kelamin. Kita tahu bahwa kromosom manusia itu terbentuk sekurang-kurangnya adalah X dari sel telur. Nanti akan kombinasi XY untuk lelaki dan XX untuk perempuan. Kalaupun tidak ketemu kombinasinya, minimal seseorang tetap memiliki kromosom X dan dengan demikian dia tetap memiliki identitas seksual sebagai wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun