Lelaki memang dikenal tak pandai bicara dan dikenal pandai menyembunyikan ekspresinya. Lelaki juga dikenal sebagai makhluk yang tidak punya perasaan dan dituduh mengandalkan logika. Lelaki itu pendiam dan tak butuh curhat. Ternyata, tidak serta merta begitu. Lelaki, punya kebutuhan yang sama dengan wanita, termasuk dalam hal curhat. Hanya saja, dia tidak terbiasa curhat dengan mulutnya.
Ketika dulu saya masih tinggal di dalam asrama, ketika masa pendidikan dan masih ganteng, ada kebiasaan yang selalu masih saya ingat sekarang. Asrama saya semuanya cowok. Saya masih ingat, ketika saya sedang belajar dan membaca buku di meja belajar, tiba-tiba saja ada teman yang masuk. Dia kemudian merapikan buku-buku di rak buku saya tanpa berkata apa-apa. Saya biarkan saja dia begitu. Lalu duduk dan membaca-baca buku yang ada, meskipun saya tahu dia sudah membaca buku itu karena dia juga punya. Hampir satu jam duduk dan tampak bengong, kemudian ngomong sesuatu yang sepertinya tanpa konteks. Tapi saya yakin, itu sebenarnya kesimpulan dari curhatannya.
Dalam kesempatan lain, orang lain tapi teman saya juga, melakukan hal yang sama. Tapi bukan dengan sibuk menata buku, dia cuman duduk bengong dan sesekali berbaring. Lalu, mengutarakan apa yang ada di pikirannya sedikit. Tidak banyak yang dibicarakan, tapi ini bagian dari curhatnya. Tapi memang, banyak juga yang bisa curhat secara langsung. Ngobrol berjam-jam. Saya senang bisa mengalami ini semua, punya kesempatan yang menarik.
Pengalaman itu saya terapkan kemudian ketika saya menjaga anak-anak asrama. Ada juga anak yang dikenal sangat bandel, preman, dan suka berantem. Lalu pada jam belajar, saya ajak turun ke bawah di sebuah pagoda dan saya beri kesempatan untuk bercerita. Lalu, berceritalah dia. Dia menunjukkan luka bekas cambukan ayahnya ketika dia dulu masih kecil. Bagaimana kemudian dia diperlakukan dengan keras oleh ayahnya dan hanya ibunya yang memahami dia apa adanya. Dia sendiri pun menyadarinya, bahwa perangainya yang keras karena memang dibentuk oleh masa lalunya. Bahkan, dengan tanpa perasaan dan sedikit kebanggaan dia mengatakan, "saya itu sudah dibawa ke dua psikiater, dan mereka nyerah pak..."
Batin saya, "saya pun sebenarnya nyerah To.... hehehehe (namanya kristo)."
Hanya saja, sebagai pembina yang baik kan saya harus jaim, trus bertanya begini, "trus... kamu mau begini terus, to?"
Maka sang preman itu sempat mengeluarkan air mata. Sambil curhat lagi dan berandai-andai. Kemudian membayangkan masa depannya sambil sesekali membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Bagaimana teman-temannya merasa sangat disayangi dan dikasihi oleh orang tuanya.
"To... Â bersyukurlah, karena tidak semua bisa melawati dan mengalami apa yang kamu alami. Ingat, pelaut yang tangguh tidak dibentuk oleh laut yang tenang. Manusia dibentuk oleh perjuangan, tantangan, dan juga mungkin pengalaman yang sepertinya pedih. Manusia tidak dibentuk oleh kenyamanan dan hahahihi.... sebenarnya juga, kalau kamu perhatikan, teman-temanmu juga dibentuk dengan cara serupa.... mengapa mereka dimasukkan asrama, supaya mereka bisa belajar hidup dan jauh dari kenyamanan yang diberikan orang tua mereka..."
Pointnya adalah, bahkan anak yang dikenal bengal dan premanpun butuh curhat. Teman saya yang datang dan curhat pun usianya sudah tidak muda lagi. Sudah mendekati empat puluhan. Dengan demikian, memang sebenarnya lelakipun butuh curhat. Hanya caranya berbeda. Jangan bandingkan dengan wanita. Wanita bisa curhat kapan saja dengan cara yang mudah kita tebak.
Hanya saja, ini yang jarang diketahui, bahwa lelaki curhat dengan dirinya sendiri. Di kepalanya. Dan, bahkan sering tanpa kata. Saya ingat, dulu ada guru pembimbing saya yang kalau malam biasa menyendiri di depan sebuah aquarium. Sembari menikmati cantiknya ikan-ikan di dalamnya, dia sedang mencurhatkan sesuatu di kepalanya.
Hanya saja, curhatnya kaum lelaki ini sering-sering tanpa ekspresi. Demikian juga ketika dia menanggapi curhatan orang lain. Tidak kelihatan, tapi bisa dirasakan. Bahkan ketika menua dan makin hari makin berpengalaman, sang lelaki tetap bercurhat dengan caranya yang demikian.
Sebaliknya, untuk seorang wanita yang dikenal cerewet, ternyata memang itulah sebenarnya yang ada di pikirannya. Dia sedang memikirkan sesuatu dan yang dia pikirkan adalah apa yang dikatakannya. Itulah sebabnya wanita bisa berbicara tanpa tema. Apa saja bisa dikatakan. Ketika mereka bertemu dengan yang sejenis, yang mengherankan kaum lelaki adalah, apa yang mereka katakan bisa nyambung. Sementara kalau lelaki ada di dalamnya, akan merasa tersesat dan merasa tidak nyambung sama sekali.
Konon, seorang wanita yang baru saja berjalan-jalan dengan teman wanitanya dua hari dua malam keluar kota, esoknya masih bisa menelpon teman yang sama untuk membicarakan pengalaman mereka kemarin. Hehehehe.... sesuatu yang hampir mustahil bagi makhluk yang berasal dari planet Mars.
Makanya, untuk menjalin komunikasi yang baik antar kedua makhluk ini adalah dengan saling mengerti keadaan ini. Kalau lelaki sedang sendirian, memainkan remote controle televisi, dia sedang curhat dengan dirinya sendiri. Jangan disela dan diganggu. Dia juga tidak suka ditanya, "ada apa?" Beda dengan wanita, begitu ditanya, "ada apa...." pastikan itu adalah pintu masuk untuk membuka pikirannya. Artinya, dia memancing si 'cerewet' untuk menyampaikan kalimat-kalimat tanpa tema.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H