Menghadapi perasaan ini secara terbuka dan jujur akan memungkinkan mereka untuk mengatasi kecemasan dan membangun komitmen yang lebih sehat, serta menghadapi pernikahan dengan keyakinan yang lebih besar.
 Dengan memahami akar ketakutan dan mengembangkan pola pikir serta hubungan yang sehat, kita dapat menghadapi pernikahan dengan keyakinan dan optimisme, menjadikannya bukan sebagai hal yang menakutkan, melainkan sebagai perjalanan untuk dijalani bersama.
 Selain itu, praktik mindfulness dan peningkatan self-efficacy sangat penting. Mindfulness memungkinkan individu untuk tetap hadir sehingga membantu mereka mengurangi kecemasan dan mengatasi pikiran negatif tentang masa depan.Â
Sementara itu, meningkatkan self-efficacy yakni keyakinan pada kemampuan diri untuk menghadapi tantangan dapat memberikan dorongan mental untuk merasa lebih siap menghadapi komitmen. Dengan mengembangkan kedua aspek ini, individu dapat membangun kepercayaan diri dan pandangan positif terhadap pernikahan, menjadikannya sebagai peluang untuk pertumbuhan dan kebahagiaan, bukan sebagai sumber ketakutan.
 Sumber:
 Agusdwitanti, H., Tambunan, S. M., & Retnaningsih. (2015). Kelekatan dan intimasi pada dewasa awal. Jurnal Psikologi. 1(8), 13-14.  Â
 Badan Pusat Statistik. (2024). Nikah dan cerai menurut Provinsi, 2023: Februari 2024. BPS-Statistics Indonesia.
Kumparan. (2024, Agustus 20). Trend Marriage Is Scary di Kalangan Gen Z, Apa Dampaknya? URL.https://kumparan.com/enricco- bintang-syahputra/trend-marriage-is-scary-di-kalangan-gen-z-apa-dampaknya-23MVrkw8S6J. Diakses pada 9 Oktober 2024.
Umsida. (2024, Agustus 19). Tren Marriage is Scary, Ini 6 Faktornya Menurut Pakar Psikologi Umsida. URL https://umsida.ac.id/tren-marriage-is-scary-ini-kata-pakar-umsida/. Diakses pada 11 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H