Mohon tunggu...
Vicky Hasibuan
Vicky Hasibuan Mohon Tunggu... Buruh - Peneliti

Fan ekonomi pasar tapi suka dengan jaminan sosial dari sistem sosial-demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Neoliberalisme dan Teori Tradisional dalam Nalar Pendidikan

26 Februari 2018   16:51 Diperbarui: 26 Februari 2018   17:26 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pada dasarnya kapitalisme tidak hanya cukup mereproduksi syaratnya di pabrik-pabrik" Louis Althusser.

Runtuhnya Uni Soviet dan tenggelamnya sosialisme yang disebut Francis Fukuyama sebagai akhir dari sejarah sebagaimana kaum marxis memandang sejarah adalah perjuangan kelas maka banyak intelektual kanan baru (baca : Neoliberal) menganggap hal ini sebagai sebuah kemenangan ekonomi pasar atas sosialisme, tatanan dunia baru yang berkiblat kearah ekonomi pasar mau tidak mau menjadi sebuah pilihan yang tidak bisa ditolak bagi banyak negara sebagai landasan utama aturan main dalam era globalisasi.

Dalam bukunya Muhadi Sugiono yang berjudul kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga menjelaskan bagaimana wacana kanan baru (baca : Neoliberal) memang dianggap menjadi pilihan yang tepat dalam merekonstruksi tatanan ekonomi bagi negara-negara yang masuk dalam indikator " Lingkaran Setan " dimana kemiskinan, inflasi dan angka pengangguran menguasai angka statistik negara tersebut, wacana kanan baru yang merekonstruksi sistem ekonomi dengan merduksi belanja publik dianggap sebagai sebuah solusi dari inflasi yang terjadi dalam ranah makro ekonomi, belum lagi bagaimana "perang" dalam melawan pengangguran yang dihadapi dengan prinsip investasi dan boom infrastruktur secara singkat mampu menekan angka pengangguran.

Neoliberalisme memang pada awalnya merupakan teori ekonomi yang berprinsip mencapai kesejahteran dengan cara liberalisasi terkesan seperti hadiah dari Santa Claus bagi negara-negara dunia ketiga yang dianggap baik. Namun dunia tidak pernah bebas nilai sebagaimana Max Horkheimer mengkritik kebiasaan positivisme dalam masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan serta kebenaran kaum intelektual barat yang dianggap memerangi kemiskinan sebagai sebuah sesuatu yang murni dan tulus.

David Harvey dalam bukunya yaitu Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis mencoba membongkar Neoliberalisme dari berbagai sisi dimana Neoliberalisme yang digadang sebagai alternatif terakhir tersebut justru menghasilkan paradima masalah lama yang tak kunjung usai pasca sistem ekonomi pasar tersebut diberlakukan, tak kurang David Harvey mencatat bagaimana isu demokrasi, hak perempuan dan ketimpangan sosial serta komodifikasi manusia juga pengkebirian hak buruh justru menjadi topik utama dibalik gemerlapnya Neoliberalisme dalam mendorong para Big Push untuk menjadi motor ekonomi.

Contoh bagaimana prinsip liberal yang menganggap campur tangan pemerintah dalam hal belanja publik yang dianggap menyebabkan inflasi sendiri tak ayal menghasilkan kebijakan yang memicu problem baru yaitu komersialisasi pendidikan dan hal-hal yang ada dalam public good yang tak mampu lagi diakses oleh masyarakat juga menghalakan berbagai cara termasuk pelanggaran ham dan perampasan lahan oleh negara dan korporasi dalam rangka melawan logika kaum intelektual barat sebagai penghalang pertumbuhan ekonomi. Yang menarik bagaimana rekonstruksi Neoliberal oleh barat tak hanya dilakukan dengan perang wacana saja melainkan hingga dalam bentuk perang sungguhan berkedok perang melawan teror.

Yang menarik adalah bagaimana pidato Wakil Presiden bolivia Alvaro Garcia dalam pidato pelantikan Presiden Evo Morales bagaimana menganggap Neoliberal tidak menghasilkan apapun selain komodifikasi manusia yang menyebabkan manusia terasing dari dirinya dan lingkungan sosialnya juga Neoliberal tidak berhasil menjawab bagaimana angka kelaparan di afrika tetap tinggi sementara perlombaan teknologi telah berhasil membawa robot ke planet mars. Komodifikasi mungkin sebagian kecil bagaimana dosa Neoliberalisme yang berusaha menghapus hambatannya dalam memenangkan hagemoni.

Dede Mulyanto dalam karyanya Geanologi Kapitalisme sendiri memberi gambaran bagaimana kapitalisme dalam hal ini harus memenuhi saratnya untuk berjalan tak ayal hal seperti penggusuran dibalut wacana infrastruktur, proletariatisasi jutaan petani, imigrasi warga desa ke kota, liberalisasi tanah yang berbenturan dengan hak adat dan juga kebijakan publik yang  a historis dirasa telah vis a vissebagai perbandingan bagaimana paham kapitalisme klasik bisa berjalan.

Idem dengan Neoliberalisme yang merupakan evolusi dari paham liberal klasik, maka neoliberalisme sendiri memiliki sarat utama sebagaimana kaum marxis menganggap bahwa sarat materil adalah landasan awal dari sebuah fenomena maka fenomena neoliberalisme sendiri memiliki saratnya agar diterima namun disini penulis tidak akan berkecimpung tentang sarat materil dalam masuknya neoliberalisme dan kapitalisme namun akan membahas bagaiamana reproduksi wacana sarat dari neoliberalisme ini diterima. Jika Marx menganggap bahwa hukum yang berlaku dalam masyarakat adalah otomatisasi dari ekonomi maka Gramsci menempatkan kritik ini dengan landasan bahwa tidak hanya ekonomi yang menjadi faktor utama namun juga ada ideologi yang menyangkut bahasa, budaya dan intelektual.

Blok historis adalah istilah yang diciptakan Gramsci untuk menjelaskan bagaimana adanya grup intelektual yang menguasai wacana yang bersifat sebagai garda depan dalam mempertahankan kapitalisme disini sekaligus membantah para intelektual yang melakukan pemvulgaran marxis yang menganggap kapitalisme akan runtuh dengan sendirinya, sejalan dengan Lenin sendiri Gramsci beranggapan bahwa ekonomi tidak bersifat overdeterminisme dengan struktur relasi sosial masyarakat sehingga memang revolusi tidak bisa ditunggu melainkan harus dikobarkan, Gramsci menggambarkannya dengan memberi kritik kepada Leon Trotsky yang menganggap perang gerak atau revolusi merubah basis materil masyarakat akan menjadi solusi akan lahirnya sosialisme namun disini Gramsci yang beranggapan bahwa adanya faktor blok historis menyebabkan perlu adanya perang posisi yang digunakan merebut wacana intelektual, budaya dan bahasa dalam masyarakat sehingga masyarakat benar-benar siap untuk revolusi.

Blok historis yang menjadi domain bahasan Gramsci sendiri sangat baik untuk menggambarkan bagaimana neoliberalisme nyatanya tetap hidup meskipun krisis ekonomi telah terjadi dua kali pada 1998 dan 2008. Adanya blok intelektual yang menguasai wacana dalam masyarakat berperan serta dalam mengkaburkan penindasan dan pengasingan manusia oleh neoliberalisme. Selaras dengan intelektual marxis strukturalis yaitu Lousi Althusser dimana space kosong Gramsci tentang blok historis yang terbentuk akibat hagemoni dan dominasi oleh kelompok intelektual borjuis dan aparatnya menyempurnakannya dengan pemikiran bahwa kapitalisme tidak hanya berhenti di pabrik-pabrik untuk mereproduksi wacananya.

Althusser menyebutkan dengan teori state apperatuse dimana dengan jelas Althusser menyebutkan bagaimana dalam hal subjeknya adalah intelektual borjuis tidak hanya berhenti di pabrik namun menggunakan aparatur ideologi dan aparatur negara dalam memenangkan wacana kapitalisme sehingga apa yang dikelompokan oleh Gramsci dengan dominasi dan hagemoni bisa terbagi dengan cantik sesuai peran masing-masing.

Perang Hagemoni itu tidak hanya memiliki ruang di ranah politik saja namun dalam ranah pendidikan juga menjadi domain yang tak kalah menjadi sasaran dalam memenangkan wacana kapitalisme, dalam teorinya dimana Althusser menyebutkan pendidikan masuk dalam instrumen aparatur ideologi berfungsi memenangkan wacana kapitalisme dengan memproduksi intelektual pro ekonomi pasar melalui kurikulum dan budaya intelektual. Dalam memangkan wacana kapitalis di ranah pendidikan disini penulis menggunakan teori Max Horkheimer tentang kritik atas masyarakat modern yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan dan proses pendidikan khusunya adalah sebuah proses bebas nilai atau Max menyebutnya dengan Teori Tradisional.

Sebuah blok historis yang dalam hal ini pun disebutkan Gramsci membutuhkan instrumen yang berfungsi menanamkan rasionalitasnya yang mana instrumen itu terletak dalam kaum intelektual yang menguasai ranah pendidikan dan bisa dengan cepat memenangkan wacana nalar dalam pendidikan yang tak ayal rasionalitas itu hanya berjalan dengan sebuah instrumen yang bersifat a historis dan netral serta positivitik yang mana hanya dimiliki oleh metode pola tradisional yang bebas nilai.

Max sendiri mengkritik bahwa teori tradisional telah menjadikan manusia bersifat positivitik dan cenderung menganggap bahwa proses ilmu pengetahuan adalah proses murni tanpa nilai apapun, nalar tradisional yang berpikir bebas nilai inilah yang dianggap penulis sebagai suatu budaya negatif yang menyebabkan budaya dialektika dalam melihat sebuah fenomena sosial politik dari sisi pendidikan adalah sebuah fenomena mandiri padahal seharusnya logika dialektik atau kritis menjadi tolak ukur bahwa neoliberalisme tidak lahir tanpa dampak serta intrik dimana parasit sosial bernama masyarakat penerima subisidi pemerintah dianggap sebagai pemalas.

Nalar tradisional ini selaras dengan bagaimana Trotsky menggambarkan kaum intelektual dalam karyanya Stalinisme dan Bolshevikisme sebagai kaum yang tidak memiliki keterikatan dengan masyarakat dan cenderung bergerak ketika rasionalitas dan budaya intelektual mereka ternodai. Berkaca bagaimana kaum intelektual bersifat reformis dalam menanggapi isu korupsi dan UU MD3 sendiri tak ayal membenarkan bagaimana blok historis yang dicanangkan kaum borjuis telah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik.

Freire pun tak ayal menggambarkanya fenoma nalar pendidikan dengan teori tradisional sebagai metode pendidikan bank yang justru mengasingkan manusia dari dirinya sendiri. Disaat itulah Max mewacanakan "pensucian" dengan beranggapan bahwa teori kritik harus digunakan untuk membebaskan manusia dari keterasingan khusunya dalam ranah pendidikan dan intelektual sehingga sifat netral dan a historis masyarakat yang dibawa teori tradisional dalam nalar pendidikan bisa dibendung. Dalam hal ini kita harus sadar melihat bahwa ilmu bukanlah hal yang bebas nilai karena ilmu adalah hal empiris yang berawal dari subjektivitas manusia sehingga domain dari ilmu adalah manusia yang mana manusia sendiri bergerak atas dasar faktor tertentu.

Neoliberalisme yang mana dalam hal ini menjadi penyokong dalam terbentuknya blok historis sendiri harus disadari telah mengasingkan manusia sehingga menerima dan terlihat membantah argumen Marx bahwa kapitalisme telah cukup akan menghasilkan penindasan sehingga masyarakat akan bergerak melakukan revolusi justru malah menciptakan situasi dimana neoliberalisme tidak tergoyang namun Gramsci, Althusser dan Max Horkheimer membongkar pemikiran tersebut dengan menjawab bahwa kapitalisme yang dalam hal ini melalui neoliberalisme tidak serta merta tidak menciptakan saratnya dan tidak mereproduksi saratnya untuk membuat kapitalisme duduk nyaman. Melalu teori Gramsci, Althusser maka seorang Max Horkheimer melanjutkan tradisi dialektik dengan menjelaskan adanya faktor teori tradisional yang berpengaruh melalui peran hagemoni dan dilaksanakan oleh aparatur ideologi negara dalam membuat sebuah blok historis yang mapan.

Disinilah titik yang menjadi kritik bagaimana kita menjelaskan kenapa Neoliberalisme bisa menjalin hubungan dengan para intelektual dalam ranah pendidikan dikarenakan posisi positivitik yang diambil dalam memandang sebuah ilmu pengetahuan atau pendidikan adalah suatu yang bebas nilai bermanfaat untuk membuat batu karang pegangan bagi sistem ekonomi yang sesungguhnya mengasingkan manusia tersebut, kedok ideologis melalui sistem teori tradisional pada dewasa ini haruslah dibongkar dengan apa yang disebut oleh Gramsci dengan intelektual organik melalui teori kritik sehingga sebuah pendidikan punya keberpihakan dimana yang dalam hal ini berpihak kepada mereka yang tertindas dan terasing bukan melayani kepentingan pasar semata.

Sumber :

David Harvey -- Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis

Muhadi Sugiono -- Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembanguna Dunia Ketiga

Louis Althusser -- Ideologi dan Aparatur Ideologi Negara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun