Mohon tunggu...
Hernita Assyadiah
Hernita Assyadiah Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Tidak hobby menulis hanya ingin sesekali menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sosiologi dan Sejarahnya

16 Desember 2019   20:33 Diperbarui: 16 Desember 2019   21:10 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Manusia dapat dikategorikan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, setiap manusia memiliki karakter dan tujuan hidup yang berbeda-beda. Akan tetapi, untuk memenuhi tujuan yang diinginkan, seorang manusia membutuhkan bantuan dari manusia lain. Karena manusia tidak bisa memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari manusia lain. Kebutuhan manusia akan kehadiran manusia lain biasa disebut sosial need. Sebagai contoh, untuk kebutuhan makan seseorang tidak mungkin ia mampu menyiapkan nasi dan lauknya tanpa campur tangan dari manusia lain seperti petani, nelayan, peternak, atau sebagainya. Setiap manusia mempunyai tugas dan pekerjaan yang berbeda untuk membantu memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain.

Pada agama Islam, di dalam Al Quran terdapat banyak ayat yang mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Bahkan Rasulullah SAW juga menjadi contoh manusia yang terbaik dalam menjalin hubungan yang baik dengan Allah SWT dan dengan sesama manusia serta menjadi teladan seorang pemimpin yang mampu menciptakan hubungan yang ada di masyarakat menjadi harmonis. Begitu beliau dinobatkan sebagai nabi dan rasul, beliau langsung melakukan proses soial yang diawali dengan analisis sosial melalui bimbingan "Iqra" sebagai wahyu pertama. Tak lama kemudian, beliau masuk ke gelanggang masyarakatnya untuk memimpin gerakan sosial melalui bimbingan "al-Muddatstsir". Setelah pembangunan dan pembinaan masyarakat Islam mulai menampakkan wujudya yang lebih baik di kalangan orang Arab secara regional, segera beliaupun mengadakan hubungan internasional dengan menawarkan Islam sebagai solusi kehidupan. Berbagai negara besar di dunia saat itu dikirimnya surat yang isinya menawarkan Islam sebagai jalan hidup dan acuan ideal dalam membangun masyarakat.

Dengan banyaknya ayat dalam Al Quran yang membahas terkait hubungan sosial, menjadi pertanda bahwa dalam Islam sosiologi menempati posisi kedua sebagai aspek yang penting dalam kehidupan setelah hubungan dengan Allah. Bahkan tidak sedikit hadits Nabi yang menyinggung pentingnya sosiologi. Contohnya hadits dari Anas bin Malik ra, dari Rasulullah SAW bersabda, "salah seorang diantara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam mempunyai seorang tokoh sosiologi yang telah diakui dunia dan di kenal sebagai bapak sosiologi sejak abad ke 14, yaitu Ibnu Khaldun. Ilmu sosial penting untuk dipelajari dan dipahami karena akan mengarahkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan harmonisasi yang saling terhubung antara komponen satu dengan komponen lain.

Bagaimana sejarah dari ilmu sosial?

Pada tahun 1377, seorang sejarawan muslim, Ibnu Khaldun menulis sebuah buku tentang ilmu sosial yang berjudul Muqaddimah. Tulisan yang dibuat oleh Ibnu Khaldun merupakan hasil pengamatan dari berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas dan digambarkan pula oleh Ibnu Khaldun secara luas pula. Ibnu Khaldun menyusun teori dinamika sejarah yang melibatkan konseptualisasi konflik sosial dan perubahan sosial. Dia mengembangkan dikotomi antara kehidupan yang menetap dengan kehidupan yang berpindah-pindah, serta konsep "generasi", dan hilangnya kekuasaan yang tak terelakkan yang terjadi saat para pejuang gurun menaklukkan kota.

Kemudian pada abad ke 17, diperkanalkan ulang ilmu sosial oleh Thomas Hobbes dan John Locke dalam buku yang mereka tulis. Pada abad ke 18 Kant dan Hetter mengusulkan pengelompokan ilmu pengetahuan. Abad ke 19 ilmu sosial sudah diakui sebagai hal yang penting dan bermanfaat bagi negara-negara besar di Eropa, namun demikian masih belum dijadikan bahan ajar di perguruan tinggi. Pada abad ke 20 terdapat usaha menyusun ilmu-ilmu sosial melalui integrasi dari cabang-cabangnya.  Menjelang akhir abad ke 20 dekatlah realisasi dari penyatuan ilmu-ilmu sosial berdasarkan prisip baru, meskipun kecenderungan  sebelumnya lebih kuat  yang bercorak spesialis dan pembagian tugas. Perkembangan ilmu-ilmu sosial masa kini memiliki dua arah. Pertama yang menuju kepada penelitian atas sistemnya, kedua yang menuju kepada teori-teori penentuan.

Konsep ilmu sosial dalam Islam

Dalam Al Quran terdapat tiga konsep yang dapat dikembangkan sebagai dasar dari ilmu sosial. Ketiga konsep itu adalah tadafu' (saling tolak menolak/konflik), ta'aruf (saling mengenal), dan ta'awun (saling tolong menolong).

Pada konsep tadafu', dijelaskan oleh M. Quraish Shihab, bahwa hidup adalah pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Apabila kezaliman tidak dihadapi, dia akan terus meningkat hingga bisa membinasakan umat manusia. Orang beriman diminta untuk menghadapi para perusak dan orang zalim agar bumi selamat dari kebinasaan.

Bahkan Rasulullah bersabda "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara- saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah dia menyambungkan tali persaudaraan." (HR Bukhari Muslim).
Makna tadafu' disini adalah menggiring pihak lain dengan berbagai cara menuju arah yang diinginkan oleh manusia secara umum dan mempertahankan kedamaian diantara manusia secara umum.

Konsep kedua adalah ta'aruf. Dengan memperhatikan pikiran-pikiran yang mengantarkan konsep ta'aruf, keberadaan ta'aruf menjadi lebih jelas dasar dan urgensinya. Pikiran-pikiran tersebut mencakup beberapa poin penting. Pertama, manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan kepada Khaliknya dan saling ketergantungan di antara sesamanya. Kedua, manusia berasal dari satu asal dan memiliki potensi dasar serta kecenderungan yang sama karena diciptakan diciptakan dari unsur yang sama (tanah dan ruh). Ketiga, perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara manusia, baik yang diakibatkan oleh hubungan darah atau keturunan maupun oleh perbedaan geografis, bukan perbedaan yang permanen, melainkan sebagai instrumen untuk menciptakan hubungan dan kebersamaan yang lebih indah (ta'aruf).

Konsep ketiga adalah ta'awun. Konsep ini mengakui adanya perbedaan sekaligus mengakui bahwa setiap (individu) memiliki potensi dan kekuatan, sekecil apapun adanya. Konsep ini menghendaki agar perbedaan potensi dan kekuatan (keunggulan, kelemahan, kaya, miskin, dan lain sebagainya) fungsional secara positif dalam membangun kehidupan bersama yang harmonis. Konsep ta'awun memiliki makna yang komprehensif dan sistemik. Itu mengapa, sebagian ulama tafsir menafsirkannya sebagai prinsip besar dalam kehidupan secara menyeluruh. Hadis dari Nabi Muhammad saw. menganalogikan ta'awun sebagai suatu bangunan yang saling menguatkan atau suatu badan. Apabila ada bagian yang sakit, rasa sakit tersebut akan terasa oleh bagian yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun