Kenyamanan ini pula yang membuat saya tidak pernah khawatir jika harus bepergian sendiri. Saking seringnya saya bepergian, Malang dan Yogjakarta seolah-olah sudah menjadi rumah kedua saya. Saya lebih sering menggunakan kereta malam kalau ke/dari Yogjakarta. Ditinggal tidur sudah sampai tujuan. Apalagi dapat selimut penghangat.
Perkembangan KAI yang semakin bagus makin membuat saya jatuh cinta. Â Saya pun senang bereksperimen. Mencoba jenis kereta yang berbeda. Mulai dari ekonomi sampai eksekutif. Sekali-kali lah. Pernah si sulung protes.
"Enak ya Umik kalau pergi-pergi bisa naik kelas bisnis, eksekutif. Sementara aku hanya boleh ekonomi," katanya.
Saya menjawab sekenanya, "Karena Umik sudah berumur. Harus menyesuaikan kondisi fisik. Sementara kamu masih mahasiswa. Masih muda. Pakai ekonomi saja."
Padahal ia pergi pakai ekonomi premium. Apalagi sekarang sudah ada kereta sejenis New Generation. Yang ekonomi rasa eksekutif. Sekarang, putri saya sudah bekerja di Jakarta. Ia bisa memilih tiket kereta apapun yang ia mau karena ia harus membayar sendiri. Sewaktu saya mengunjunginya, saya diajak keliling Jakarta dengan menggunakan Commuter Line.Â
Harapan saya semoga ke depan KAI semakin berkembang pesat. Semakin nyaman. Kalau di KRL, mungkin bisa meminimalisir desak-desakan penumpang. Menambah armada mungkin. Ah.. saya tak paham. Yang saya tahu, banyak kenangan tersimpan dalam benak saya terkait KAI ini.Â
Nggak salah jika saya mengklaim KAI 1% nya moda transportasi, 99% nya kenangan. Bukan saja selaksa kenangan yang pernah terjadi tapi juga kenangan yang akan saya ciptakan di masa-masa mendatang. Terima kasih KAI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H