Mohon tunggu...
Hermi Putriati
Hermi Putriati Mohon Tunggu... -

just an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beda Antara Kartini dengan Pendompleng Nama Kartini..

11 April 2012   08:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:46 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara tidak sengaja saya dapat kutipan yang  bagus -menurut saya-.. terkhusus sebagai pencerahan bagi diri saya pribadi. Terutama bagi Kita yang memang senang mempelajari sejarah, tapi suka enggan belajar dari sejarah.

Berikut Kutipannya :
------------------------------

HAKIKAT PERJUANGAN KARTINI

Kartini tidak pernah mengajarkan emansipasi wanita yang didefinisikan sebagai wanita harus keluar berkarier menjadi pesaing para pria di berbagai lapangan kehidupan, untuk kemudian membiarkan anak-anak dan rumah-tangganya terbengkalai.

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” ( Surat Kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902).

Memang banyak anggapan yang menghinakan wanita Ada yang menganggap wanita itu manusia kelas dua, sehingga tidak diberi kesempatan mengenyam pendidikan dan pengajaran. Wajar jika Kartini mengangkat hal itu untuk diperhatikan. Akan tetapi bukan persamaan dalam segala hal antara lelaki dan wanita – emansipasi, kata orang – yang dituntut Kartini. Lihatlah ungkapannya yang sangat jelas: “…bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan lelaki dalam perjuangan hidupnya”, tetapi, “…agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tanggannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
****

Inilah puncak kesadaran agama, pribadi Kartini: “Dan saya menjawab, tidak ada Tuhan kecuali ALLOH. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada ALLOH dan kami tetap beriman kepada-NYA. Kami ingin mengabdi kepada ALLOH dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan ALLOH.” (Surat kepada Ny. Abendanon, 12 oktober 1902).

“Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada ALLOH. Tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dialah yang dapat menyembuhkan…. Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu hamba ALLOH.” (Surat kartini kepada Ny. Abendanon, 1 Agustus 1903)

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dan bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” (Kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1802)

“ALLOH Pelindung orang-orang yang beriman, Dia MENGELUARKAN mereka dari KEGELAPAN KEPADA CAHAYA.
*****
Sumber link : http://mbah-marijan.org/2011/04/21/sepenggal-kisah-r-a-kartini/

--------------------------------------------------------

sedikit tambahan :

Ternyata semboyan kartini yang dikenal dengan "HABIS GELAP TERBITLAH TERANG " itu, adalah terjemahan dari " Minazh-Zhulumaati Ilan-Nuur : DARI GELAP MENUJU CAHAYA"

sebagaimana yang pernah dituturkan Prof. Dr. Haryati Soebadio mantan Menteri Sosial RI, yang notabene cucu tiri R.A. Kartini mengartikan buku itu menjadi Dari Gelap Menuju Cahaya atau bahasa Qur’an nya Minazh-Zhulumaati Ilan-Nuur (QS Nur :31) adalah inti dari Panggilan Islam. Yang maksudnya membawa manusia dari kegelapan (kejahiliyahan atau kebodohan) ke tempat yang terang benderang (kebenaran Al Haq).
“Allah Pemimpin orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. “ (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 257) (lihat : http://www.babinrohis-nakertrans.org/artikel-islam/perjalanan-spiritual-ra-kartini )

Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun