Berikut ini sebagian pertanyaan menggelitik yang diajukan oleh putri Amin Rais itu:
Bapak Jokowi yang saya hormati, anda begitu disanjung-sanjung oleh Amerika, anda dimasukkan di majalah Fortune misalnya, dan kita tahu kebanyakan penguasa kekayaan alam di Indonesia ini adalah negara Amerika yang selalu memuji-muji anda. Apakah jika nanti anda harus duduk berdiplomasi dengan negara amerika atau negara adidaya mana pun yang telah menguasai hajat hidup kami orang banyak ini, anda bisa LEBIH mengutamakan kepentingan kami sebagai rakyat Indonesia?
Dari pertanyaan semacam ini seharusnya putri Amin Rais yang reformis itu harus banyak mengikuti perkembangan dan menggali informasi tentang Jokowi, terutama harus sering membaca dan menonton berita tentang pemikiran-pemikiran Jokowi untuk kesejahteraan rakyat agar pertanyaan seperti ini tidak membuang banyak waktu untuk menjawabnya.
Kemudian Tasniem Fauzia melanjutkan:
Pak Jokowi, ada satu hal yang Amerika lupa, Founding Father kita pernah berpesan kepada kita semua bangsa Indonesia: "Ingatlah...ingatlah...ingat pesanku lagi: Jika engkau mencari pemimpin, carilah yang dibenci, ditakuti, atau dicacimaki asing, karena itu yang benar. Pemimpin tersebut akan membelamu di atas kepentingan asing. Dan janganlah kamu memilih pemimpin yang dipuja-puja asing, karna ia akan memperdayaimu"
Pertanyaan ini sungguh tidak ada korelasinya antara kelupaan Amerika atas pesan Founding Father dengan Jokowi yang dipuja-puja. Jokowi menjadi pujaan dunia dan fenomenal di Indonesia saat ini adalah karena prestasinya dimata rakyat. Lantas apakah terkenal dan menjadi selebriti, dipuja-puja banyak orang akan memperdaya pengagumnya?. Alangkah naif penilaian seperti itu.
Sebagai warga bangsa yang cinta damai sudah tidak musim lagi kita menganut pemikiran picik. Jika tetap ingin menganut paham itu, maka sudah selayaknya rakyat Indonesia memilih Jokowi, karena beliau dibenci, ditakuti dan dicacimaki oleh lawan politiknya dengan isu-isu negatif cenderung propokatif. Namun sebaliknya Jokowi disayangi oleh rakyat dan dihormati oleh Dunia Internasional. Di era perdamaian ini kita tidak perlu ditakuti, cukup disegani dan dihargai.
Hal penghormatan terhadap Jokowi oleh Dunia Internasional itu sejalan dengan pemaparan visi misi Jokowi dalam debat capres tentang politik luar negeri, beliau dengan tegas dan bijaksana mengatakan lebih mengutamakan penyelesaian suatu masalah dengan cara dialogis G to G (goverment to goverment) dan apabila ada konflik yang tidak bisa diselesaikan dengan dialog maka baru akan dibawa ke Mahkamah Internasional. Namun demikian, bila Negeri ini diinjak-injak, baru dibikin ramai.
Sebaliknya bila ada yang sok Jantan, sok macho dan sok kuat, mendambakan pemimpin yang keras untuk menyelesaikan suatu masalah Negara dengan cara-cara ekstrim, apalagi menjurus ke arah konfrontasi, maka marilah kita membuka mata lebar-lebar untuk memandang dan mengingat sejenak kenangan masa lalu dari sebuah Negara yang hancur lebur akibat ambisi seorang pemimpin yang ambisius penuh emosional, seperti telah dilakukan dan dialami oleh pemimpin yang konon ditakuti seperti Negara Irak diera kepemimpinan alm. Saddam Husin kemudian Negara Libiya semasa alm. Muamar Khadafi menjadi presiden. Apakah kita akan mengedepankan ambisi seperti itu? gila ditakuti kemudian mengorbankan rakyat untuk berperang?
Masih banyak lagi pertanyaan Tasniem Fauzia kepada Jokowi yang tidak perlu dijawab, karena jawaban yang pas untuk itu adalah "tepuk dada tanya selera"
Apalagi belakangan rakyat semakin tahu sepak terjang dan prilaku terkini yang dipraktekkan oleh orang-orang terdekat Tasniem Fauzia sebagaimana pemberitaan yang sedang hangat tentang Staf Pelaksana Teknis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, yang bernama Ahmad Amri, mengaku telah diusir oleh putra dari tokoh reformasi Amin Rais saat mengantarkan surat pemanggilan di kediamannya di Jl.Pandeyan, Sawit Sari, Condongcatur, Sleman.