Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

ber-CERMIN....

30 Januari 2025   11:35 Diperbarui: 30 Januari 2025   11:33 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu pagi penulis beserta isteri sudah berada di kereta api jurusan Tegal untuk suatu acara. Dan sekaligus ikutan libur bersama terkait hari Raya Isra Miraj Nabi Muhammad SAW dan libur Tahun Baru Imlek. Meskipun timbul pertanyaan juga, sebetulnya istilah libur bersama itu dari mana, dan liburnya bersama siapa ? Tetapi sudahlah yang penting sekalipun pensiunan seperti penulis sudah punya hak libur setiap hari, tidak ada salahnya ikut meramaikan moment ini.

Bertemu dengan saudara sekandung beserta keluarga yang sudah masuk golongan pinisepuh, tak menghambat untuk mengadakan liburan bersama ke kota Purwokerto dengan menyewa mobil Hi Ace Premio dengan seorang sopir yang masih terbilang muda, karena baru berusia dua puluh tahun.

Sepanjang perjalanan sambil menikmati musik tempo doeloe, sang sopir bercerita perjalanan hidupnya yang boleh dikatakan dari keluarga pas-pasan. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, demi bisa menopang orang tua dan adik-adiknya yang masih bersekolah. Berawal dari tukang bersih-bersih dan cuci mobil rental, selanjutnya dia dipercaya bosnya untuk belajar maju mundurkan mobil. Sampai akhirnya dipercaya penuh untuk memegang salah mobil carteran sampai saat ini.

windshield-5366584_1280
windshield-5366584_1280

Dan bukan hanya itu saja yang penulis dapat peroleh sepanjang libur bersama dari hari Sabtu sampai kembali ke Semarang hari Selasa malam. Buat ukuran penulis, perjalanan  yang boleh dikatakan panjang di tengah hujan lebat membuat tubuh ini rentan masuk angin. Begitu juga tubuh isteri penulis yang akhirnya tumbang karena terlambat makan dan sepanjang jalan Tegal--Purwokerto pergi pulang keterpa udara ac yang berhembus dari bagian depan mobil.

Rasa capai membuat kami berdua mencari tukang pijat sekedar melepas penat dan masuk angin. Dan rasanya menjadi menarik saat sore menjelang malam kemarin penulis berbincang-bincang dengan seorang tukang pijat. Usianya masih terbilang muda juga. Agak berbeda dengan beberapa tukang pijat yang pernah penulis kenal. Karena anak muda ini belajar menjadi tukang pijat dari ibunya secara autodidak.

Bahkan yang tidak penulis duga, ternyata anak muda yang sudah berkeluarga ini juga sudah bersertifikat dengan dasar-dasar pijat medis yang berkaitan dengan saraf dan struktur tulang manusia. Tidak kebetulan juga isterinya berprofesi sebagai tukang pijat. Jadi suaminya hanya memijat kaum pria, dan isterinya hanya memijat kaum wanita.

therapy-7949513_1280
therapy-7949513_1280

Di sela-sela pembicaraan, dia katakan, orang banyak bilang saya sudah mapan, hidupnya enak sekalipun dari hasil memijat. Mereka tidak pernah tahu bagaimana jatuh bangunnya kehidupan saya. Saya hanya percaya semua itu yang mengatur Tuhan, katanya. Sebuah rasa bercermin yang realistis.

Betapa tidak ? Karena masih banyak di sekitar kita hidup dan beraktivitas, anak-anak muda yang selalu mengandalkan harta dan jabatan orang tuanya, tanpa mau peduli dengan masa depannya sendiri. Yang penting hari ini hidup mapan, harta berlimpah dan tidak mau keluar keringat. Entah itu keringat dingin atau keringat panas. Kata syair lagunya Jamal Mirdad waktu penulis masih muda, yang penting heppy...!!

Dalam perjalanan hidup kita sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam rutinitas dan lupa bahwa setiap berkat yang kita terima adalah pemberian dari Sang Khalik. Ketika kita menerima promosi di tempat kerja, berhasil dalam studi, beroleh kekayaan yang melimpah atau mengalami kebahagiaan dalam keluarga, kita harus ingat untuk selalu bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Kita perlu merenungkan siapa diri kita di hadapan Tuhan dan menyadari betapa besar kasih karunia yang telah Dia berikan kepada kita. Bukan malah mengandalkan orang tua, harta kekayaan ataupu jabatan.

lobby-lounge-2262384_1280
lobby-lounge-2262384_1280

Bagaimanapun, mestinya setiap saat kita bisa bercermin dengan keadaan yang kita hadapi. Bukan hanya bercermin tentang sudah tampankah atau sudah cantikkah di depan cermin setiap kali saat mau keluar rumah. Bukan begitu ? Mendadak penulis teringat sebuah cupilkan dari sebuah episode. Lalu masuklah raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan Tuhan sambil berkata : Siapakah aku ini, ya TUHAN Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini ?

Sekilas, ini menunjukkan betapa besar kerendahan hati Raja Daud di hadapan Tuhan dan bukan sekedar basa-basi. Setelah menerima janji-janji besar dari Allah melalui Nabi Natan, Daud tidak menyombongkan diri, tetapi sebaliknya, dia merendahkan dirinya dan mengakui bahwa semua yang dia miliki adalah anugerah dari Tuhan.

Jadi bagaimana cara bercermin dalam kehidupan ini yang sudah ada blue printnya dari Tuhan Semesta Alam. Bagaimana tidak menyombongkan diri dengan apa yang kita miliki, tetapi selalu mengakui bahwa di atas semunya itu adalah karena kasih karunia Tuhan. Bagaimana selalu menjaga sikap rendah hati atas semua yang sudah dimiliki dan senantiasa mengingat akan momen-momen dimana hidup kita sampai saat ini, bukan karena kemampuan dan hebat kita. Apalagi sampai kemudian menindas dan mengintimidasi dengan segala gaya kepada orang lain dengan airsoft gun, ataupun pistol beneran atau juga menggunakan ayat-ayat suci.

frog-1498909_1280
frog-1498909_1280

Sudah semestinya cermin itu ada dalam saku untuk kita bisa bercermin setiap saat. Sehingga benar apa yang tertulis. Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hamba-MU ini, supaya tetap ada di hadapan-MU untuk selama-lamanya. Sebab, ya Tuhan Allah, Engkau sendirilah yang berfirman dan oleh karena berkat-MU keluarga hamba-MU ini diberkati untuk selama-lamanya.

Di tengah hujan yang masih saja mengguyur kota Semarang sejak semalam hingga siang ini, sudah bercerminkah kita hari ini ? Dan sambil menunggu secangkir kopi yang sedang dibuat oleh isteri, penulis sempatin bercermin diri. Masih ada kesombongan diri ini ? Begitu. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun