Memasuki tahun dua ribu dua puluh lima tanpa berasa usia penulis juga mulai merambah naik. Tetapi di tambahnya usia, rasanya ada hal-hal yang aneh menurut pandangan kacamata penulis yang bertambah plusnya. Bahkan saking meledaknya berita yang mengharu biru membuat kacamata penulis makin melorot turun.
Bukan rekayasa namanya, kalau tiba-tiba beberapa nelayan mengaku dan mengklaim bahwa pemagaran laut yang sedang heboh ini dilakukan secara swadaya. Logika seorang pensiunan pun bermain. Uang dari mana para nelayan yang dengan rela hati membelanjakan bambu cerucuk, jaring dan material lainnya. Apalagi tentu saja keluar biaya buat angkutan sampai sejauh tiga puluh kilometer. Sekali lagi uang dari mana ? Semua orang tahu, bagaimana kehidupan nelayan sehari-harinya. Mau cari ikan saja susah. Boro-boro buang duit buat belanja bambu. Tentu saja ini di luar nalar bukan ? alias bohong.
Kalau saja ada warga yang bekerja dan dibayar, itu tentu beda cerita. Karena kitapun akan tahu, tentu ada oknum yang ada di belakang layar tancap. Dan bukan tidak mungkin juga kalau ada aparat pemerintah desa yang sudah menjual kebohongan demi keberpihakkannya ke pemilik modal. Dan tanpa mereka sadari, para nelayan yang sudah mengaku sudah berswasembada itu sudah melakukan kebohongan publik.
Seperti halnya tahun kemarin saat rakyat berpesta dalam ajang pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Peringatan akan terjadinya “serangan fajar” saat mendekati hari H pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, bisa membuktikan bahwa masih saja ada orang-orang yang dengan sengaja memberikan uang untuk tujuan-tujuan tertentu agar beroleh kemenangan suara yang diinginkan. Dan itu memang benar adanya, seperti yang diceritakan tetangga kami di lingkungan tempat tinggal kami yang lama.
Kebohongan yang sengaja ditampilkan memang tidak ada pada jaman sekarang saja yang katanya dunia sudah makin tua. Tetapi pada kenyataannya, membonceng sejarah yang tertulis dalam Kitab Suci, ada juga peristiwa sejenis. Seperti ada tertulis, Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu meberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata : Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-NYA datang malam-malam dan mencuri-NYA, ketika kami sedang tidur.
Sebuah kisah klasik yang berdasar pada penyebaran berita palsu terkait kebangkitan Yesus. Dimana para imam kepala dan tua-tua mengadakan pertemuan dengan prajurit-prajurit yang menjaga makam dengan tujuan menutupi sebuah kebenaran. Tentu saja ada harga yang harus dibayar, yaitu dengan cara memberikan sejumlah uang kepada prajurit-prajurit tersebut dan menyuruh mereka untuk menyatakan bahwa murid-murid Yesuslah yang datang mencuri tubuh-NYA saat mereka tertidur. Apakah ini juga dulu sudah disebut “serangan fajar” ?. Entahlah. Yang jelas ini sebuah kebohongan publik juga.
Sebuah pembelajaran tentang kekuatan yang disebut sebagai kebohongan dan manipulasi dalam menjaga status quo. Karena pada kenyataannya kebohongan seringkali digunakan untuk melindungi kepentingan tertentu, bahkan sekalipun itu bertentangan dengan kebenaran.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, seberapa jauh kita mampu menahan kebenaran dan mempertahankannya, sekalipun mungkin bisa saja terjadi tekanan dan godaan yang begitu kuat untuk menyembunyikannya, meski diiming-imingi dengan lembaran rupiah ?