Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembalasan.....

22 Januari 2025   12:45 Diperbarui: 22 Januari 2025   12:33 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh tidak terasa kalau penulis sudah lewati hampir dua belas bulan dengan tidak berinteraksi dengan dunia tulis menulis. Banyak hal yang membuat penulis tidak aktif menulis di setiap hari. Tetapi ini bukanlah buat konsumsi umum. Karena ini juga bukan berita tentang Makan Bergizi Gratis yang sedang berjalan. Mengawali bulan Pebruari di tahun dua ribu dua puluh lima rasanya membuat sebuah pengharapan. Apalagi setelah semalam melakukan rehat di tengah hari-hari yang ditingkahi dengan hujan yang membuat berita banjir dimana-mana. Pagi ini cuaca masih mendung yang membuat hati rasanya sendu. Tetapi hidup terus berjalan.

Tanpa sengaja tiba–tiba saja penulis membaca sebuah sobekan berita dari sebuah Koran cetakan tahun lalu yang dipakai sebagai pembungkus paket yang penulis terima pagi tadi. Sebuah berita yang membuat hati miris. Bagaimana tidak ? Hanya karena merasa tersinggung akibat berpapasan dengan sepeda motor yang melaju kencang dan lampu sepeda motornya menyilaukan mata, dua orang kakak beradik di Bangkalan Madura, terlibat insiden carok yang menyebabkan empat orang tewas. Sungguh sebuah tragedi yang berhubungan dengan rasa marah, dendam dan harga diri.

Ipexels-ginucp-165939
Ipexels-ginucp-165939

Kadangkala penulis berpikir, apakah sudah demikian rasa kemanusiaan seseorang dalam dunia yang sedang menuju ke akhir jaman ? Apakah manusia sudah tidak punya hati lagi, sehingga teganya-teganya saling baku pukul dan baku bunuh, sekalipun itu saudara sedarah ? Apakah sudah tidak punya lagi sekantung maaf dan damai ?

Dan penulis pun jadi teringan kisah Yusuf di dalam Kitab Suci yang diperlakukan tidak manusiawi oleh saudara-saudaranya sendiri. Perlakukan yang menyakitkan dan membenamkan harga diri sampai fitnah yang keji yang berujung hidup di penjara diterima oleh Yusuf. Rasa takut ternyata menghantui saudara-saudara Yusuf sampai sekian tahun lamanya. Dan tanpa sadar itu berada di bawah alam sadar mereka. Ketakutan akan suatu kali Yusuf akan membalas dendam terhadap mereka, itu nyata adanya. Seperti penggalan perkataan salah seoarang saudaranya.

Lalu Ruben menjawab mereka: Bukankah dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu! Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut dari pada kita.

pexels-junior-machado-1821155-3452151
pexels-junior-machado-1821155-3452151

Seandainya saja perjalanan hidup Yusuf tidak disertai Tuhan, bisa jadi akan terjadi insiden carok yang akan mengakibatkan jatuhnya korban diantara saudaranya sendiri. Atau kalau saja sisi manusia kedagingan Yusuf yang mendominasi hidupnya, akan terjadi akumulasi dendam yang berkepanjangan dan akan berujung pada pembunuhan. Tetapi apa yang dilakukan Yusuf ?

Sebuah pertemuan reuni yang ada di alam blue print nya Sang Khalik terjadi. Tetapi itu tidak membuat dendam membara memuncak untuk ditindak lanjuti dengan sebuah eksekusi. Bahkan di balik kehadiran saudara-saudaranya, Yusuf bisa menangis tersedu-sedu karena terharunya bisa bertemu kembali dengan saudaranya itu.

Sebuah tindakan yang dipertunjukkan Yusuf, yang berbalikkan dengan karakter manusia pada umumnya. Dan ini menjadi sauri teladan buat kita semua dalam menjalani hidup hari lepas hari. Sekalipun ada saat-saat kita diperhadapkan dengan situasi dan kondisi yang menyakitkan, yang dilakukan oleh saudara kandung, saudara di komunitas, bahkan bisa saja dilakukan oleh saudara seiman. Menjadikan sebuah pertanyaan, dimana tapak kaki kita berpijak ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun