Sungguh tidak terasa kalau penulis sudah lewati hampir dua belas bulan dengan tidak berinteraksi dengan dunia tulis menulis. Banyak hal yang membuat penulis tidak aktif menulis di setiap hari. Tetapi ini bukanlah buat konsumsi umum. Karena ini juga bukan berita tentang Makan Bergizi Gratis yang sedang berjalan. Mengawali bulan Pebruari di tahun dua ribu dua puluh lima rasanya membuat sebuah pengharapan. Apalagi setelah semalam melakukan rehat di tengah hari-hari yang ditingkahi dengan hujan yang membuat berita banjir dimana-mana. Pagi ini cuaca masih mendung yang membuat hati rasanya sendu. Tetapi hidup terus berjalan.
Tanpa sengaja tiba–tiba saja penulis membaca sebuah sobekan berita dari sebuah Koran cetakan tahun lalu yang dipakai sebagai pembungkus paket yang penulis terima pagi tadi. Sebuah berita yang membuat hati miris. Bagaimana tidak ? Hanya karena merasa tersinggung akibat berpapasan dengan sepeda motor yang melaju kencang dan lampu sepeda motornya menyilaukan mata, dua orang kakak beradik di Bangkalan Madura, terlibat insiden carok yang menyebabkan empat orang tewas. Sungguh sebuah tragedi yang berhubungan dengan rasa marah, dendam dan harga diri.
Kadangkala penulis berpikir, apakah sudah demikian rasa kemanusiaan seseorang dalam dunia yang sedang menuju ke akhir jaman ? Apakah manusia sudah tidak punya hati lagi, sehingga teganya-teganya saling baku pukul dan baku bunuh, sekalipun itu saudara sedarah ? Apakah sudah tidak punya lagi sekantung maaf dan damai ?
Dan penulis pun jadi teringan kisah Yusuf di dalam Kitab Suci yang diperlakukan tidak manusiawi oleh saudara-saudaranya sendiri. Perlakukan yang menyakitkan dan membenamkan harga diri sampai fitnah yang keji yang berujung hidup di penjara diterima oleh Yusuf. Rasa takut ternyata menghantui saudara-saudara Yusuf sampai sekian tahun lamanya. Dan tanpa sadar itu berada di bawah alam sadar mereka. Ketakutan akan suatu kali Yusuf akan membalas dendam terhadap mereka, itu nyata adanya. Seperti penggalan perkataan salah seoarang saudaranya.
Lalu Ruben menjawab mereka: Bukankah dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu! Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut dari pada kita.
Seandainya saja perjalanan hidup Yusuf tidak disertai Tuhan, bisa jadi akan terjadi insiden carok yang akan mengakibatkan jatuhnya korban diantara saudaranya sendiri. Atau kalau saja sisi manusia kedagingan Yusuf yang mendominasi hidupnya, akan terjadi akumulasi dendam yang berkepanjangan dan akan berujung pada pembunuhan. Tetapi apa yang dilakukan Yusuf ?
Sebuah pertemuan reuni yang ada di alam blue print nya Sang Khalik terjadi. Tetapi itu tidak membuat dendam membara memuncak untuk ditindak lanjuti dengan sebuah eksekusi. Bahkan di balik kehadiran saudara-saudaranya, Yusuf bisa menangis tersedu-sedu karena terharunya bisa bertemu kembali dengan saudaranya itu.
Sebuah tindakan yang dipertunjukkan Yusuf, yang berbalikkan dengan karakter manusia pada umumnya. Dan ini menjadi sauri teladan buat kita semua dalam menjalani hidup hari lepas hari. Sekalipun ada saat-saat kita diperhadapkan dengan situasi dan kondisi yang menyakitkan, yang dilakukan oleh saudara kandung, saudara di komunitas, bahkan bisa saja dilakukan oleh saudara seiman. Menjadikan sebuah pertanyaan, dimana tapak kaki kita berpijak ?
Memang tidak gampang berperilaku demikian. Tetapi setidaknya kalau kita mengaku sebagai manusia yang beriman kepada Sang Khalik, tentu tidak ada yang menyuruh untuk saling menyakiti , saling memfitnah bahkan saling membunuh dengan sesama. Benar apa kata Kitab Suci. Dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.
Waktu terus berpacu, hari lepas hari terus bergulir mendampingi perjalanan hidup kita. Menjadi sebuah pertanyaan, bagaimana sikap hati kita terhadap sesama yang sudah memperdaya dan melukai hati kita. Karena sejatinya kita adalah biji mata-NYA. Apapun yang sedang kita hadapi. Karena sekali lagi, kita bukanlah siapa-siapa di hadapan Tuhan dan Tuhan lah yang pegang kendali atas hidup kita sesuai blue print-NYA.
Karena ada tertulis. Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis ; Pembalasan itu adalah hak-KU. Akulah yang akan menuntut pembalasan, Firman Tuhan
Mendung masih saja menggantung dan kata syair lagu ada gerimis mengundang. Udara masih saja berasa dingin menggigit. Dan rasanya menghirup kopi di tengah cuaca seperti ini bisa mententeramkan hati. Begitu.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI