Bukan juga seperti halnya masalah yang dicoba ditutup-tutupi dan menjadi tersembunyi di alam kelanggengan, kalau boleh dibilang begitu. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Bisa jadi karena malu, sehingga cerita pilu ini menjadi sesuatu yang tersembunyi. Tetapi tentu saja tidak demikian di hadapan Tuhan bukan ?
Hingga hari ini sosok si B tidak pernah muncul batang hidungnya di perumahan penulis tinggal. Sebuah konsekuensi yang harus diterima sebagai sangsi sosial diantara sesama. Tetapi apakah demikian adanya sebuah penyelesaian, ketika antar sesama sama-sama merasa tidak enak berberkubang dengan hukum, apalagi dengan sesama tetangga, yang pernah bergaul akrab ? Entahlah.
Di satu sisi, memperlihatkan akan adanya kejengkelan dan kemarahan yang tertahan. Dan itu secara manusiawi tidak bisa dipungkiri. Begitu juga sebaliknya, yang sepertinya mengingatkan penulis akan sebuah nasehat bijak. Dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.
Ketika kandang burung kembali dikaitkan di tempat asalnya, setelah selesai dibersihkan dan diberi makanan dan minuman semuanya, penulis iseng menanyakan kepada tetangga depan rumah. Lalu gimana kelanjutannya ? Ya gak tau lah, jawabnya. Antara menyerah, putus asa dan marah. Lalu tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H