Rasa keinginan tahu yang membuncah, terus berlanjut. Karena penulis belum sempat menjelaskan lebih jauh, sang tetangga sudah mengatakan ini mobil anaknya ya. Apalagi mobil ini ber plat nomor ibu kota negara republik Indoonesia. Jadi akhirnya penulis hanya terdiam. Mau menjawab, ternyata dipotong di tengah jalan. Akhirnya, rasanya tidak perlu penjelasan lagi, mengingat mereka sudah beroleh kesimpulan sendiri. Jadi ternyata, untuk berbicara kejujuran saja pada masa sekarang, tidak serta merta bisa diterima dengan akal sehat.
Di tengah sore yang mendung, di hadapan komputer, penulis mencoba merenung, akankah ke kepo an ini akan terus mewabah tanpa bisa dibendung dengan sikap hati yang legowo dan penuh dengan lapang dada. Mestikah seseorang hidup dengan dunia ke kepo annya, tanpa bercermin pada diri sendiri apalagi ditunggangi dengan rasa iri. Tidakkah bisa tenang dalam menjalami kehidupan di hadapan Tuhan Semesta Alam, seperti ada tertulis. Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H