Bahkan saking lupanya kepada waktu, bisa jadi kita pernah berdoa kepada Tuhan Sang Pencipta agar sehari bisa bisa ditambah jamnya. Bukan lagi dua puluh empat jam. Atau berharap seminggu ada bonus hari, sehingga bisa lebih dari tujuh hari. Dan kalau bisa setahun menjadi dua puluh bulan. Apakah seperti itu ?
Pernahkah membayangkan akibat beban yang diakibatkan oleh waktu yang tidak dikelola dengan baik. Secanggih apapun, mesin mobil atau sepeda motor masih memerlukan ganti olie bahkan bisa jadi overhaul. Apalagi tubuh manusia yang fana ini. Dan kalaupun diri kita kemudian tumbang karena berlomba mengejar target, siapakah yang merawat tubuh kita, selain suami, isteri atau anak-anak sendiri. Kalaupun ada orang lain di luar lingkungan keluarga, paling mereka hanya memberikan tanda simpati. Apakah sepadan dengan tubuh yang terkapar di rawat di sebuah rumah sakit, dengan sesisir pisang raja atau sekilo jeruk mandarin yang berwarna cerah ?Â
Sesungguhnya, pena palsu penyurat sudah membuatnya menjadi bohong. Maksudnya ? Sekali lagi kalau kita tersadar dengan waktu, rasanya perlu malu hati dengan Sang Khalik. Karena sudah berapa lamakah kita menjadi pembohong, saat malas berkomunikasi dengan Tuhan dengan sejuta alasan kesibukan yang benar-benar sibuk atau sengaja disibuk-sibukan. Berbagilah waktu dengan Tuhan sebisa dan sesering mungkin. Karena kembali lagi. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H