Besok paginya, penulis beserta isteri mencoba kembali ke mall yang sama, dengan menggunakan mobil yang berbeda. Mobil milik anak sulung yang sedang ada di Semarang. Kami berdua menggunakan mobil sedan yang konon katanya adalah tunggangan para menteri dan pejabat eselon pada masanya. Begitu moncong sedan masuk ke lahan parkir, setelah menempel kartu di mesin parkir, si tukang parkir yang dengan sikap hormat dan tergopoh-gopoh, menyiapkan tempat parkir yang strategis di depan pintu mall. Takjub ? Jadi di sini terbukti ada pembedaan dalam hal perlakukan terhadap tampilan yang namanya uang dan tongkrongan. Â Â
Tetapi bagaimana dengan kehidupan di sekitar lingkungan kita dengan strata yang pas-pasan. Ada beberapa banyak orang yang harus meraih harkat hidupnya melalui gengsi yang diada-adakan. Sungguh sulit dibayangkan, seandainya ini benar-benar terjadi. Dengan penghasilan yang didapatkan setiap bulannya yang biasanya habis untuk membayar cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan motor, cicilan kartu kredit, biaya sekolah anaknya, dan biaya kehidupan sehari-hari. Kembali status di atas, ketika tidak ada uang, menjadi masalah bukan ?
Menjadi masalah yang makin bertumpuk-tumpuk, ketika kemudian pola gengsinya masih digenggamnya. Karena yang di ada di benaknya hanya bagaimana cara memenuhi hasrat sesaat. Dan tanpa berpikir panjang dan dengan hati yang tenang, menabrakkan dirinya untuk mengatasi roda keuangannya yang goyah, dengan cara berkolaborasi dengan pinjaman online yang dengan mudahnya menawarkan iming-iming dengan segala kemudahannya tetapi tanpa sadar menjerat hidupnya tanpa ampun. Dan akhirnya yang terjadi adalah kegiatan bunuh diri yang grafiknya makin meningkat di negeri ini.
Di tengah makan mie ayam pada sendokan yang terakhir, yang berasa menjadi nikmat. Tercermin jelas, ketika kita bisa memaknai arti hidup dan menjalani hidup bukan dengan kekuatiran dan ketakutan di saat sektor keuangan kita goyah dan bukan juga karena gengsi yang membuat kita jatuh telentang. Tiba-tiba seperti ada text berjalan yang ada di layar televisi yang mengingatkan penulis. Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
Sudah semestinya, ketika kita hidup dalam koridor keimanan yang kuat kepada Tuhan Semesta Alam, harus ada dalam pondasi yang kokoh. Dan lebih dari itu, karena Tuhan mempersiapkan hidup kita untuk bisa menjalaninya sesuai dengan keinginan dan kehendak-NYA. Sebab Tuhan, DIA sendiri akan berjalan di depanmu, DIA sendiri akan menyertai engkau, DIA tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau, janganlah takut dan janganlah patah hati. Jadi masihkah akan bertahan dengan gengsi dan mengandalkan uang, tetapi melupakan Sang Khalik ? Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H