Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sadar Diri....

6 Juli 2023   12:20 Diperbarui: 6 Juli 2023   12:28 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan di luar dugaan penulis, kawan ini menjawab dengan santainya, saat ini sudah pensiun. Bahkan sejak tahun kemarin, kawan ini sudah menolak proyek-proyek yang ditawarkan dari pemerintah setempat, yang biasanya menjadi langganan pekerjaannya. Sebuah pernyataan yang jarang penulis dengar secara langsung. Karena sepengetahuan penulis, banyak cara yang dilakukan kontraktor-kontraktor untuk mendapatkan kue proyek pemerintah. Bahkan dengan cara apapun dilakoninya untuk mendapatkan bagian jatah proyek dari pemerintah.

httpspixabay.comidillustrationswajah-kosong-wanita-tunggu-66317
httpspixabay.comidillustrationswajah-kosong-wanita-tunggu-66317

Sambil menghirup kopi pahit yang masih mengepul dan jari tangannya memegang pisang goreng, yang menjadi menu wajib di saat minum kopi, kawan ini kembali melanjutkan pembicaraannya. Singkat saja. Kawan penulis  ini ingin menikmati sisa hidupnya bersama keluarga yang dicintainya tanpa ada musuh di sekelilingnya yang seakan mau menjegal di setiap pekerjaan yang dilakukannya.

Secara langsung kawan ini berkata, sadar diri akan usia, kemampuannya dan yang paling penting menghindari konflik batin yang seringkali dialaminya saat mendapat proyek. Banyak musuh dalam selimut yang dijumpainya, menyebabkan kawan ini segera memutuskan untuk pensiun dari bidang pekerjaannya. Apakah gak sayang ?

Satu jawaban pamungkas kawan ini lontarkan. Mending menikmati hidup dengan orang-orang yang tersayang daripada punya musuh dalam kehidupannya, sekalipun musuh itu hanya seorang. Tetapi sejatinya lebih dari seorang alias kebanyakan.

httpspixabay.comidillustrationsjantung-harga-diri-pembebasan-diri-741511
httpspixabay.comidillustrationsjantung-harga-diri-pembebasan-diri-741511

Matahari mulai meninggi. Dan kami bersiap untuk menikmati suasana Gedongsongo yang masih diselimuti kabut tipis. Sebuah tarikan nafas seakan menjadi aliran kedamaian. Sambil mengingat sebuah kalimat. Satu musuh kebanyakan, seribu kawan masih kurang. Begitu.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun