Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Meluap....

30 Mei 2023   13:30 Diperbarui: 30 Mei 2023   13:30 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi anggota kelompok punk alias pangsiunan adalah sungguh sesuatu. Salah satunya, mungkin karena dianggap lebih senior, atau mungkin karena rambut mahkota sudah mulai memutih rata di atas kepala, menjadikannya tumpuan curahan hati kawan-kawan yang angkatannya ada di bawah. Bisa macam-macam. Dari yang enak sampai yang menyebalkan.

Ini salah satunya. Pernah dialami seorang kawan yang memiliki asisten rumah tangga yang sudah dipercaya dan bekerja dengan sang majikan sejak anaknya lahir sampai anaknya mau lulus SMA. Begitu dipercayanya sampai apapun yang di rumah majikannya seakan tidak ada yang ditutup-tutupi. Suatu kali, mungkin karena lelah, tanpa sengaja sang asisten rumah tangga ini menjatuhkan sebuah keramik kuno yang cukup besar yang berada di ruang tamu.

pexels-ambi-gram-4058502
pexels-ambi-gram-4058502

Mungkin saking kaget dan kesalnya, majikan ini spontanitas meluapkan amarah dan mengeluarkan kata-kata yang pedas penuh sumpah serapah kepada asisten rumah tangganya. Bahkan dia terus menghina dan membully, dengan mengatakan, gaji seumur hidupmu tidak cukup untuk bisa membeli keramik antik itu. Rasa penyesalan dan permintaan maaf asisten rumah tangga tersebut tidak dianggap oleh sang majikan.

Padahal sang majikan ini, yang notabene kawan penulis ini, bisa disebut orang yang masuk ke dalam golongan orang-orang yang beriman kepada Sang Khalik. Bagi penulis yang mendengar kisah nyata dari kawan ini yang menceritakannya dengan berapi-api dan dengan semangat juang angkatan empat lima yang tinggi, malah membuat  jidat berkerut. Sampai demikiankah ?

pexels-miguel-á-padriñán-2249538
pexels-miguel-á-padriñán-2249538

Sebuah pembanding tersaji, lewat tulisan kisah para nabi. Ketika nabi Musa dengan amarah yang meluap melemparkan kedua loh batu itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu. Padahal kita semua tahu, pada kedua loh batu itu tertulis sepuluh perintah Tuhan, yang ditulis dengan tangan-NYA. Tetapi apakah reaksi dari Tuhan itu sendiri, setelah nabi Musa mengajukan permohonan maaf atas kejadian di luar kontrol yang barusan berlangsung ?

Suatu hal yang bijaksana Tuhan lakukan, dengan memaafkan apa yang sudah diperbuat nabi Musa. Bahkan Tuhan mempersiapkan duplikat loh batu itu dengan mengatakan kepada nabi Musa. Pahatlah dua loh batu sama dengan yang mula-mula, maka Tuhan akan menuliskan pada loh itu segala firman yang ada pada loh yang mula-mula, yang telah kaupecahkan.

pexels-the-lazy-artist-gallery-1432580
pexels-the-lazy-artist-gallery-1432580

Kalau melihat lebih jauh, nilai kedua loh batu jelas berada di atas segalanya. Bahkan di atas pribadi nabi Musa sendiri. Tetapi yang terlebih menarik, nilai secara hakiki kedua loh batu ini lebih berharga dan bermakna dari sebuah keramik antik, di hadapan manusia dengan segala egonya. Apakah karena keramik antik yang berusia ratusan tahun dengan nilai rupiah yang fantastis, menjadikan harga diri kita jadi melebihi Sang Khalik ?

Bukan untuk membandingan secara jasmani saja, tetapi dari peristiwa di atas, kadangkala kita sebagai manusia tanpa sadar bertindak arogan dan merasa paling bener sendiri. Apalagi ketika sudah berada di atas awan-awan, dengan merasa kedua kaki tidak lagi injak bumi. Ditambah lagi dengan kekayaan dan jabatan yang nota bene berasal dari Tuhan sendiri. Sehingga apapun yang dilakukan orang di sekitarnya yang tidak sejalan dengan pikirannya selalu dianggap salah dan tidak bisa dimaafkan. Bahkan tanpa sadar juga, sudah mengambil porsi dan posisi melebihi dari Tuhan itu sendiri.

pexels-a-frame-in-motion-11387442
pexels-a-frame-in-motion-11387442

Sebuah keramik yang remuk berkeping-keping mengingatkan kembali tentang manifestasi keberadaan seseorang di hadapan Tuhan Semesta Alam, yang berkuasa atas segalanya. Akankah kita mau tetap mendongakkan kepala di atas tahta logika dan kesombongan, ataukah kita mau sujud dan menundukkan kepala tanda merendahkan diri di hadapan-NYA ? Begitu.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun