Memang banyak kejadian di sekitar kita yang seringkali membuat jidat berkerut atau malah membuat tersenyum malu. Awal bulan ini kami berdua berbelanja kebutuhan bulanan di salah satu supermarket di Semarang. Seperti biasa jam-jam orang pensiunan berbelanja di sekitaran jam sepuluh pagi bersamaan dengan hari kerja. Seingga tidak terlalu banyak orang berjubel yang berbelanja kebutuhan bulanan.
Sesaat tiba di kasir untuk membayar semua belanjaan, kasir yang berjenis perempuan tiba-tiba bertanya, ada kartu member ? Belum sempat penulis jawab, sang kasir yang memang sudah terlatih, sudah nyerocos, kalau ada member bisa dapat potongan harga dan juga dapat kupon undian yang hadiah utamanya sebuah mobil. Bisa kami uruskan kartu member nya sekarang juga.
Saya hanya bilang, maaf mbak saya tidak punya kartu member, karena saya pensiunan. Sang kasir sejenak menatap mata penulis. Sebelum dia meluncurkan kembali kalimat rayuan bak rentetan tembakan,penulis ganti bertanya sama sang kasir. Kalau sekarang saya beli saja kupon undiannya, apa saya bisa belanja gratis seumur hidup ? Sambil mulai tersenyum kecut sang kasir memulai aktifitasnya. Lalu apakah saya salah ?
 Â
Hidup itu memang penuh warna. Seringkali dalam keseharian, kita diperhadapkan dengan syarat dan ketentuan berlaku yang membuat kita hidup dengan gaya beda, dengan bintang kecil di pojok kiri atas, yang biasanya muncul di iklan-iklan. Dan bisa jadi kalau kita tidak siap siaga, kita akan terlarut dengan gaya hidup yang bertolak belakang dengan hidup kita sebenarnya.
Saat kami tinggal di Balikpapan sekitar tahun sembilan puluhan, kami pernah bertetangga dengan keluarga Menado. Kami seringkali mengobrol, sehingga hubungan kami bisa dikatakan dekat juga tidak, jauh juga tidak. Jadi yang sedang-sedang saja. Dalam hidup kesehariannya boleh dikatakan keluarga ini amat sangat sederhana. Tetapi saat mereka  keluar rumah, tampilan dan pembicaraannya bisa berbalik seratus delapan puluh derajat.
Bukan bermaksud menyudutkan saudara kami dari Menado. Tetapi karena dari obrolan dengan tetangga kami itu, dia katakan, orang Menado itu punya joke kalimat. Lebih baik kalah nasi, daripada kalah aksi. Tadinya penulis tidak mengerti maksud kalimat itu. Tetapi setelah pengamatan sekian hari, akhirnya kami baru tahu maksud kalimat tersebut. Ketika penulis kembali bersua dengan tetangga orang Menado ini, dan katakan artinya, sambil tertawa dia katakan, ya itulah .
Jadi memang kadangkala tanpa sadar kita hidup dibikin ribet oleh ulah kita sendiri. Contoh yang seringkali kita jumpai jaman sekarang adalah anak-anak muda yang berpenampilan bak sultan, yang entah dari kerajaan mana. Mereka melakoni hidupnya dengan mengeksplore gaya dengan menghalalkan segala cara untuk memuaskan seleranya. Tidak peduli dengan kondisi orang tua yang sebenarnya, yang masih menopang kehidupannya.
Dari kacamata penulis, sosok penampilan yang diumbar di media sosial, apakah sudah sesuai dengan kenyataan hidupnya, suatu hal yang perlu dipertanyakan. Memang, rasanya sangat berbeda, dengan generasi-generasi sebelumnya. Yang boleh dikatakan menjalani hidup dengan sesuai apa yang ada. Tanpa perlu menggunakan topeng penampilan yang diproduksi oleh pabrik kemunafikan.
Karena tanpa disadari, melakoni hidup dengan mengaplikasi dua dunia yang berbeda, akan membuat sebuah tekanan mental. Orang bilang kebanyakan gaya. Jadi teringat kembali pelajaran melalui metoda Hukum Fisika Newton yang pernah kita pelajari di sekolah dulu. Dikatakan Tekanan berbanding lurus dengan gaya. Jadi kalau hidupmu banyak tekanan, berarti kamu kebanyakan gaya ? Betul ?
Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi. Jadi kenapa kita buat kehidupan ini menjadi susah, hanya karena ingin mengikuti mode dan tren masa kini ?
Bagaimana dari sisi rohani? Sering kali kita jumpai juga orang yang bermuka manis dan membuat jatuh hati orang lain di lingkungan sekitar kita. Entah di lingkungantempat tinggal, entah di lingkungan sekolah, entah juga di lingkungan kerja. Bahkan bisa jadi di lingkungan keagamaan. Tetapi di luar itu tabiatnya berbalikan dari arti hidup yang sebenarnya. Ini juga termasuk kategori menimbulkan kesusahan bagi dirinya sendiri. Karena terus menerus menggunakan penampilan sebagai kedoknya.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Sebuah indikator keimanan kepada Sang Khalik yang mengajarkan kepada kita hal yang simpel, sederhana bahkan secukupnya saja, tanpa harus kebanyakan gaya yang malah hidup kita menjadi tertekan oleh keadaan. Apakah kita mau tampil beda hanya karena gengsi ? Apakah kita mau tampil di lingkungan agar terlihat baik cuma di hadapan orang ? Tentu tidak bukan ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H