Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencela....

28 April 2023   14:00 Diperbarui: 28 April 2023   14:09 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpspixabay.comidillustrationssurvei-nps-rendah-pencela-tinjauan-3695464

Seperti diingatkan sebuah peribahasa, mulutmu adalah harimaumu. Sebuah peribahasa yang tak lekang oleh waktu, yang berarti segala perkataan yang diucapkan apabila tidak dipikirkan dahulu dapat merugikan diri sendiri. Beberapa waktu yang lalu penulis sempat membaca beberapa kisah nyata yang  yang terjadi dan ada hubungannya dengan peribahasa tersebut di atas.

Seorang gadis di Campinas Brasil pada tahun 2005, pernah mengalami sebuah kejadian, ketika hendak bepergian dengan beberapa sahabatnya. Ketika hendak pergi, sang ibu berkata, Tuhan menyertaimu, anakku. Tetapi kemudian dijawab si gadis dengan ketus, boleh saja, asalkan Dia (Tuhan) duduk di bagasi karena di dalam mobil sudah penuh. Selang beberapa jam, kecelakaan terjadi di mana seluruh penumpangnya tewas. Adapun bagasi mobil dan sekotak telur di dalamnya justru masih utuh!

pexels-rodolfo-clix-1161935 
pexels-rodolfo-clix-1161935 

Apa yang terjadi pada kisah nyata tersebut mengingatkan akan bahayanya mencela ataupun menyepelekan sesuatu hal, melalui perkataan yang bisa saja meluncur keluar tanpa sadar dari mulut. Jangankan menyepelekan dan mencela Tuhan, meremehkan orangtua yang memberi nasihat kebaikan saja sudah merupakan hal buruk dan tercela.

Tancredo Neves adalah seorang presiden Brazil yang terpilih tetapi meninggal tepat sebelum pelantikannya. Pada saat berkampanye, Tancredo Neves pernah mengucapkan, jika ia mendapatkan lebih dari lima ratus ribu suara, maka tidak akan ada seorang pun yang bisa mendepak saya dari kursi kepresidenan, bahkan Tuhan sendiri !

Gila banget nich orang. Nah pada saat itu, Tancredo Neves pun berhasil mendapatkan lebih dari lima ratus ribu suara dan maju sebagai presiden yang terpilih. Namun nasib berkata lain, sehari sebelum duduk di singgasana presiden yang sah, Tancredo Neves sudah meninggal terlebih dahulu, karena kanker.

Bahkan kisah serupapun bisa terjadi seperti yang tertulis di dalam Kitab Suci. Dan pada suatu hari yang ditentukan, Herodes mengenakan pakaian kerajaan, lalu duduk di atas tahhta dan berpidato kepada mereka. Dan rakyatnya bersorak membalasnya. Ini suara allah dan bukan suara manusia!. Dan seketika itu juga ia ditampar malaikat Tuhan karena ia tidak memberi hormat kepada Allah; ia mati dimakan cacing-cacing.

pexels-sippakorn-yamkasikorn-3696170
pexels-sippakorn-yamkasikorn-3696170

Kesombongan, keangkuhan, mencela atau menyepelekan sesuatu tanpa kita sadari, bisa saja terjadi pada semua orang. Tidak hanya melulu kalangan berduit yang menyombongkan kekayaannya. Bisa saja kedudukan atau pangkat membuat orang lupa diri akan jati dirinya. Bahkan orang butapun bisa sombong karena dia tidak mau dituntun oleh orang lain. Betul ?

Rasanya memang, kadangkala saat kehidupan mulai menanjak naik dan dibarengi dengan kekayaan melimpah, jabatan, ketenaran dan popolaritas bisa membuat seseorang kebablasan dan lupa asal usul jati dirinya. Disinilah bahayanya sebuah kesombongan atau keangkuhan yang bisa saja terjadi pada setiap umat manusia.

Karena ini adalah sebuah karakter dasar dari sosok manusia. Sekecil apapun ! Sadar atau tidak, bisa saja kita sudah pernah melakukan tabiat ini. Sebaliknya saat kehidupan dalam kondisi jatuh, bisa saja terjadi seseorang melakukan hal yang paling nista dan memalukan dan lupa juga dengan jati dirinya, dengan cara yang sama, yaitu mencela ataupun menyepelekan kepada sesama maupun kepada Tuhan.

httpspixabay.comidillustrationsfrustrasi-sedih-voltase-murung-1174084
httpspixabay.comidillustrationsfrustrasi-sedih-voltase-murung-1174084

Adalah hal yang wajar kalau kemudian meminta kepada Sang Khalik. Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-MU dan berkata : Siapa Tuhan itu ? Atau kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Tuhanku

Dengan kata lain, yang terutama dalam hidup, bukanlah dilihat dari sukses dengan dasar harta melimpah, posisi jabatan terkenal dan popoler. Atau saat gagal dan jatuh dalam usaha. Tetapi apakah kita dapat menerima dengan baik dan rela hati, apa pun keputusan Sang Pencipta Alam Semesta, tanpa harus mencela.

httpspixabay.comidphotosruang-kursi-cermin-gambar-cermin-5264172
httpspixabay.comidphotosruang-kursi-cermin-gambar-cermin-5264172

Sepertinya, mendadak ada cermin di hadapan kita dengan lampu kuning yang berkedip-kedip, yang memperlihatkan akan keberadaan jati diri kita di hadapan Tuhan Sang Pemilik Kehidupan. Berlakulah bijak, jangan berbuat sombong, apalagi mencemarkan nama Tuhan dan jangan mencela. Jalanilah hidup ini dengan wajar disertai ucapan syukur. Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun