Karena ini adalah sebuah karakter dasar dari sosok manusia. Sekecil apapun ! Sadar atau tidak, bisa saja kita sudah pernah melakukan tabiat ini. Sebaliknya saat kehidupan dalam kondisi jatuh, bisa saja terjadi seseorang melakukan hal yang paling nista dan memalukan dan lupa juga dengan jati dirinya, dengan cara yang sama, yaitu mencela ataupun menyepelekan kepada sesama maupun kepada Tuhan.
Adalah hal yang wajar kalau kemudian meminta kepada Sang Khalik. Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-MU dan berkata : Siapa Tuhan itu ? Atau kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Tuhanku
Dengan kata lain, yang terutama dalam hidup, bukanlah dilihat dari sukses dengan dasar harta melimpah, posisi jabatan terkenal dan popoler. Atau saat gagal dan jatuh dalam usaha. Tetapi apakah kita dapat menerima dengan baik dan rela hati, apa pun keputusan Sang Pencipta Alam Semesta, tanpa harus mencela.
Sepertinya, mendadak ada cermin di hadapan kita dengan lampu kuning yang berkedip-kedip, yang memperlihatkan akan keberadaan jati diri kita di hadapan Tuhan Sang Pemilik Kehidupan. Berlakulah bijak, jangan berbuat sombong, apalagi mencemarkan nama Tuhan dan jangan mencela. Jalanilah hidup ini dengan wajar disertai ucapan syukur. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H