Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dibalas...

18 April 2023   10:55 Diperbarui: 18 April 2023   11:01 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sepanjang perjalanan hidup, adakalanya orang pasti pernah mengalami suatu hal yang membuat hati ini sakit. Baik itu sebagai respon dari tindakan kita terhadap orang lain, yang mungkin memang tanpa sadar atau sesadar-sadarnya menyakiti hati orang lain. Atau malah kebalikannya. Hati kita menjadi sakit karena respon dari orang lain. Kita menganggap, bahwa diri kita sudah berbuat baik terhadap orang lain, tetapi tidak setimpal dengan balasannya. Seperti pepatah katakan air susu dibalas air tuba.

Pernah suatu kali, penulis didatangi kawan sekolah saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Tampangnya lusuh dan raut wajahnya serasa berbeban berat. Dia datang di saat jam kerja di kantor. Dalam hati penulis bertanya darimana kawan ini beroleh alamat kantor penulis ? Singkat cerita, kawan ini minta bantuan sejumlah dana untuk acara anaknya yang mau dikhitankan. Dan saat itu penulis mengiyakan karena dirasa tidak ada salahnya kawan ini dibantu.

https://pixabay.com/id/photos/rakyat-tunawisma-pria-jalan-850097/
https://pixabay.com/id/photos/rakyat-tunawisma-pria-jalan-850097/

Selang tiga hari kemudian, saat sedang sibuk bekerja di kantor, isteri di rumah mengontak, kalau ada kawan sekolah,  datang ke rumah minta bantuan dana, karena isterinya sakit. Dan isteri sudah memberikan sejumlah dana sebagai rasa simpati. Dia lalu menyebutkan sebuah nama. Dalam hati mak deg. Ada yang nggak beres nih. Memang, kesalahan penulis adalah lupa bercerita kalau ada kawan sekolah yang minta bantuan dana di kantor kepada isteri. Dan isteri adalah type orang yang tidak tegaan. Selesai ? Ternyata belum.

Seminggu kemudian ibu mertua (almarhumah) yang tinggal di suatu kota Kabupaten, ternyata didatangi kawan ini juga, dan minta bantuan sejumlah dana dengan alasan untuk biaya berobat anaknya yang sakit. Heran juga, kenapa dia bisa ambil waktu yang pas saat kami berdua tidak berkomunikasi dengan mertua sepanjang minggu itu. Jadi mertua pun memberikan sejumlah dana.

pexels-anete-lusina-5721141
pexels-anete-lusina-5721141

Dari tiga kejadian itu, penulis mencoba konfirmasi dengan kawan-kawan yang ada di group Whatshapp, tentang perilaku kawan ini. Dan respon yang diperoleh dari kawan-kawan di group sungguh menyentak hati. Karena ternyata, perilaku kawan ini sudah menjadi adat kebiasaan, untuk beroleh uang dengan mengorbankan nama isteri dan anaknya, sebagai alasan klasik. Dan itu sudah dilakukan berulang kali dengan korban yang berbeda-beda..

Mengalami hal ini, tentu lebih menyakitkan karena berkaitan dengan uang. Bisa jadi buat kalangan berada tidak masalah. Tetapi ada hal lain, yang membuat hati sakit. Rasanya  sudah dibantu bener-bener koq malah membalasnya dengan tipuan kebohongan dan aneka macam lainnya. Mungkin bagi orang lain, bantuan yang diberikan itu adalah uang seharusnya digunakan untuk keperluan yang mendesak. Tetapi karena iba, direlakanlah uang itu. Dan ini bisa membuat marah meledak.  

pexels-neosiam-635356
pexels-neosiam-635356

Diakui dengan jujur, sepanjang perjalanan peradaban umat manusia di bumi, tidak selamanya orang yang berbuat baik akan dibalas kebaikan. Ada saja orang ber antipati. Bahkan orang sekaliber Presiden, Menteri, Gubernur, Pejabat bahkan sampai pemimpin umatpun, masih seringkali dicari kekurangannya.

Begitulah hidup. Orang yang tidak suka kepada seseorang, akan terus berusaha mencari celah, agar bisa menjatuhkan orang yang tidak disukainya. Segala daya upaya akan dilakukan, sekalipun dengan harta dan nyawa sebagai taruhannya. Bahkan Tuhan dan agamapun bisa jadi dibawa-bawa sebagai senjata untuk menjatuhkan seseorang.

Bingung ? Ya tentu. Apakah tidak pernah terpikir bahwa manusia tidak ada yang sempurna di muka bumi ini. Sekalipun sudah hidup dengan penuh iman kepada Sang Khalik ? Apakah tidak pernah bisa menghargai kelebihan dan kekurangan diri kita dan orang lain ? Apakah tidak bisa menerima kasih dan kebaikan yang diberikan orang lain dengan tulus, dan malah membalasnya dengan kebohongan, keburukan dan kejahatan ?

pexels-pixabay-356147 (1)
pexels-pixabay-356147 (1)

Karena seandainya kita yang mengalami perlakukan hasil dari tindakan yang penuh kebaikan dengan landasan kasih, tetapi beroleh kebalikannya, tentunya harus sadar, bagaimana kita harus bersikap seperti saat kita mendapat tekanan, goncangan maupun pembunuhan karakter oleh siapapun. Karena kita telah dimodali oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan kasih yang tanpa batas.

Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-NYA. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya. Karena dengan kasih segala akar kejahatan bisa dikalahkan. Inilah makna kemenangan sejati. Begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun