Sepenggal cerita yang masih diingat ketika teman penulis yang seorang pengusaha makanan hewan (anjing, kucing, ikan dsb) yang sudah meninggal dunia akibat Covid. Masih teringat saat almarhum bercerita dimana keberadaan pabriknya sedang diganggu dengan pemilik pabrik yang berada di sebelahnya, karena hal-hal sepele. Bisa jadi keberadaan pabrik kawan penulis dianggap sebagai halangan. Karena mungkin mereka tidak suka akan kehadiran pabrik makanan hewan yang semakin berkembang.
Segala upaya mereka lakukan untuk menjatuhkan kawan penulis ini. Entah lewat fitnah sampai memberikan upeti kepada pejabat terkait agar sebisanya pabrik kawan kami tutup. Saat itu almarhum membayangkan hidup dalam kesendirian, di tengah hiruk pikuk masalah yang dihadapinya. Sekalipun ada keluarga yang mendampinginya. Dan sambil menghirup secangkir kopi, alamarhum menegaskan kembali bahwa di lingkungan kita masih banyak yang memutar balikkan fakta tentang kebenaran, sekalipun katanya sudah menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bahkan saat orang berada di puncak kekayaan dan kesuksesan, bisa membuat semua bisa dibeli dan di kondisikan. Itulah yang terjadi dan dialami oleh kawan penulis. Bagaimana tidak, seterunya bisa membayar orang untuk berdemo, bahkan bisa mengkondisikan pejabat yang berkaitan dengan persoalan yang sedang dihadapi. Padahal fakta di lapangan, itu jelas-jelas mengindikasikan adanya sebuah persekongkolan dan sebuah rekayasa jahat. Teringat kembali raut wajah almarhum seakan menerawang dalam kesendirian.
Begitu juga saat semalam diajak buka bersama dengan seorang kawan yang baru pulang piknik dengan keluarganya dengan menggunakan kapal pesiar Royal Carribean. Di tengah asyiknya berbagi cerita dan pengalaman di atas kapal, sepanjang tiga hari dua malam menyusuri Penang, Malaysia dan Phuket, Thailand, tiba-tiba kawan kami teringat sebuah kisah menarik yang terjadi di atas kapal pesiar Royal Carribean.
Ceritanya kawan ini berkenalan dengan seseorang di saat makan di atas kapal. Singkat cerita orang ini bisa akrab dan malah curhat akan permasalahan hidup yang sedang dialaminya dengan kawan penulis. Bahkan saat itupun, orang itu merasakan kehampaan dalam menjalani hidup dan merasa hidup dalam kesendirian di tengah banyaknya manusia yang sedang menikmati pelayaran. Koq Bisa ?
Memang, ketika cermin kehidupan dicoba diperhadapkan kepada kita, rasa-rasanya kita juga pernah mengalami suatu masa dimana kita merasa hidup dalam kesendirian. Sekalipun mungkin kita ada di tengah konser musik, di antara manusia di mall atau di tengah-tengah keluarga. Atau mungkin juga terjadi, kita sengaja melarikan diri dalam kesendirian di antara pekerjaan rutin yang dirasa sudah menjebak.
Mungkin, dari sudut pandang masing-masing bisa berbeda-beda. Ada yang menganggap kesendirian sebagai wujud rasa kesepian dan kesedihan akibat beban yang menumpuk yang akhirnya membuat dirinya merasa terisolasi dari kehidupan orang lain. Atau bisa juga dianggap sebagai suatu kesempatan sepersekian menit untuk melakukan introspeksi atau cerminan diri.
Namun, tidak bisa tidak, momen kesendirian yang tanpa sadar dilakukan berkepanjangan dan tidak sehat bisa berdampak pada hilangnya rasa damai sejahtera dan sukacita pada diri seseorang, yang kelanjutannya bisa menjadikan resiko akan gangguan kesehatan mental, seperti halnya munculnya depresi atau rasa kecemasan yang berlebih.
Mungkin juga ada yang terpikir apa enaknya hidup dalam kesendirian secara jasmani ? Atau bisa jadi sempat terpikir, apakah dalam perjalanan keimanan kita juga merasa dalam kesendirian saat menjalani kehidupan rohani juga ? Sedang dalam pandangan iman, ada tertulis Tuhan tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Jadi apakah kita tetap mau hidup dalam kesendirian yang jauh dari kedamaian ? Sekali lagi hidup adalah pilihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H