Sabtu pagi anak bungsu sampai di Bandung. Tetapi sempat dihadang dan ditolak petugas security karena pelamar yang tidak hadir kemarin pagi sudah dinyatakan gugur. Pada saat yang bersamaan muncul seorang bapak yang mendengar perdebatan kecil antara petugas security dan anak bungsu. Dan si bapak tersebut bisa mendengar dan menerima penjelasan anak bungsu kami. Dan ternyata itu adalah bapak A yang harus ditemui anak bungsu. Kebetulan ? Penulis yakin tidak.
Singkat cerita anak bungsu akhirnya diterima di perusahaan tersebut, yang akhirnya baru kami tahu bahwa itu adalah sebuah perusahaan Budan Usaha Milik Negara. Sebuah seleksi yang berat juga. Karena dari empat ribu pelamar hanya diterima tujuh puluh karyawan, salah satunya adalahg anak bungsu kami.
Bagi kami selaku orang tua, ini adalah sebuah pergumulan yang luar biasa. Dan pergumulan itu bisa dimenangkan oleh anak bungsu, tentu saja dengan proses yang menyakitkan. Tetapi di atas semuanya, anak bungsu sudah belajar mendengar dari apa yang diyakini dengan iman yang kuat. Entah mendengar suara mamanya, entah juga mendengar suara papanya, yang sebetulnya sampai hari ini pun tetap menjadi misteri. Sepenggal kalimat yang menjadi pegangan, teguhkanlah hatimu, hai anak-KU, imanmu telah menyelamatkan engkau.
Jadi, ketika kita mau mendengar lewat telinga jasmani maupun  lewat telinga rohani, dan tidak mengabaikannya, tetapi menjadikannya pegangan yang kuat lewat jalur keimanan kepada Tuhan Sang Pencipta, maka akan ada sesuatu yang luar biasa terjadi di luar akal pikiran kita.
Percaya ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H