Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tergerak...

24 Februari 2023   15:00 Diperbarui: 24 Februari 2023   14:58 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sela-sela kegiatan sehari-hari yang kami dilakukan bersama dengan istri di rumah sepanjang menikmati masa pensiun, rasanya waktu demikian cepat berlalu. Tidak mengira urusan tetek bengek rumah tangga yang dahulu senantiasa dipegang oleh istri dengan bantuan asisten rumah tangga, sedemikian menyita waktu. Baru berasa sekarang setelah purna tugas.

Tidak setiap hari, namun setiap kami keluar rumah berdua dengan istri setelah urusan rumah selesai, untuk cuci mata sejenak, selalu mengalami hal yang rutin. Di perempatan lampu merah yang biasanya kami lewati, seringkali ditawari surat kabar Tribun. Berapa harganya ? Cuma  dua ribu rupiah. Cukup murah bukan ? Dan setiap kali saya bayar dengan uang lembaran lima ribuan, istri selalu bilang sudah gak usah pake kembalian.

Tadinya saya berpikir, kan harganya dua ribu jadi mesti ada kembaliannya. Tetapi istri saya selalu mengingatkan kepada saya, bagi dia (penjual koran) nilai  tiga ribu itu sudah sangat berarti. Ini mungkin yang meng”gerak”kan hati istri saya, untuk berbuat sesuatu di balik arti belas kasihan.

Tetapi sesuai aturan yang berlaku dimana untuk pengemis ataupun pengamen yang ada di perempatan lampu merah, kami tidak pernah lagi memberinya. Karena aturan berlaku buat siapa yang memberi sesuatu kepada pengemis dan pengamen ada konsekuensi hukumnya.

 

Memang kalau ditelusuri lebih jauh ke dalam, banyak kejadian di sekeliling kehidupan kita sehari-hari yang bisa meng”gerak”kan hati kita. Menggerakan hati untuk bisa berbuat sesuatu yang lebih sepertinya bisa dilakukan di beberapa peristiwa. Tetapi bisa jadi, tidak semuanya direspon oleh kita dengan baik dan benar. Terkadang malah bisa saja kita menjadi acuh dan tidak peduli akan apa yang sedang dialami oleh orang lain.

pexels-pixabay-46287
pexels-pixabay-46287

Seperti halnya seorang anak kecil yang ingin dibelikan sebuah mainan yang sudah lama diinginkannya. Si anak kecil memiliki seribu jurus untuk bisa menggerakkan hati kedua orang tuanya, agar apa yang diinginkannya dapat terpenuhi. Mungkin dengan wajah memelas, merajuk, menangis, atau malah dengan pola marah dan mengancam, yang entah dari siapa anak kecil ini dapat pelajaran seperti itu. Dari lingkungan teman sebayanya ? Bisa juga.

Beranjaknya usia pertumbuhan jasmani seseorang, belum tentu diimbangi dengan pertumbuhan rohani yang membuatnya sepadan. Faktor lintas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa akan berbeda-beda saat berhadapan dengan benturan persoalan. Dari sinilah kita belajar kembali akan pola aksi yang dilakukan seorang anak kecil yang sedang merajuk kepada kedua orang tuanya.

Hebatnya benturan persoalan, membuat kita kian aktif untuk menambah pulsa dan kuota agar komunikasi dengan Sang Khalik tidak terputus. Mencari tempat yang tinggi dan tanpa gangguan sinyal, berharap komunikasi dengan Tuhan bisa lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun