Mohon tunggu...
Hermansyah Kahir
Hermansyah Kahir Mohon Tunggu... -

Manajemen Perbankan Syariah-UMJ

Selanjutnya

Tutup

Money

Sarjana Kok Menganggur?

3 Juni 2017   03:53 Diperbarui: 3 Juni 2017   04:07 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                             Sumber: Jawapos.com

Para sarjana yang belum bekerja seringkali dicibir banyak orang. Misalnya, kita mungkin sering mendengar kata-kata ini: “Punya gelar sarjana kok belum kerja. Mending biaya kuliah buat modal usaha ja”.

Fenomena itu merupakan fakta yang memang ada di sekitar kita. Satu sisi senang karena sudah punya “gelar sarjana”, tapi di sisi lain khawatir karena akan memasuki fase baru yang penuh tantangan. Setelah lulus kuliah hampir kebanyakan kita ingin langsung mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Harapan itu wajar-wajar saja. Yang jadi persoalan adalah tidak semua yang bergelar sarjana akan dapat kerja sesuai dengan harapan. Inilah fakta yang harus kita terima.

Beberapa kali saya membantu teman yang baru lulus kuliah ( fresh graduate) untuk mencari karja di Ibu Kota. Dengan modal ijazah sarjana mereka berangkat dengan penuh optimisme. Tapi sayang, setelah beberapa bulan bahkan satu tahun sebagian dari mereka menyerah dan akhirnya pulang kampung. Alasan pulang kampung macam-macam; ada yang tidak betah karena tidak kunjung dapat pekerjaan, pekerjaan yang ada tidak sesuai dengan jurusan kuliah, dan meskipun ada lowongan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan justru ditolak oleh perusahaan karena tidak memiliki kompetensi.

Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) semakin mempersulit para sarjana diserap dunia kerja karena mereka harus bersaing dengan tenaga kerja asing yang tentu memiliki knowledge dan skill yang memadai. Kesulitan ini tampak jelas dari angka pengagguran terdidik Indonesai yang terus meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2016 tercatat sebesar 5,5 persen. Ini berarti dari 100 angkatan kerja terdapat sekitar lima hingga enam orang penganggur. Jika dibandingkan dengan kondisi periode sebelumnya yaitu pada Februari 2015, TPT mengalami penurunan sebesar 0,31 persen. Meski demikian, TPT untuk lulusan universitas atau sarjana (S1) justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tercatat tingkat pengangguran Sarjana meningkat dari 5,34 persen pada Februari 2015 naik menjadi 6,22 persen pada Februari 2016.

Herni Ali (2010) menguraikan dengan detail akar persoalan yang menjadi faktor para sarajana menganggur.

Pertama,lapangan kerja yang terbatas. Ini artinya pencari kerja jumlahnya lebih banyak dibandingkan lapangan pekerjaan yang tersedia. Kedua,mindset yang masih menganggap bahwa setelah lulus harus mencari kerja. Setiap lulusan perguruan tinggi memiliki ekspektasi bekerja di tempat yang bagus, lalu mendapatkan gaji yang besar. Tapi realitasnya tidak demikian. Karena itu mindset setiap lulusan, orangtua, dan masyarakat mulai saat ini perlu dirubah, bahwa sarjana ke depan yang berhasil adalah mereka yang mampu menciptakan lapangan kerja baru, bukan mencari kerja.

Ketiga, kompetisi yang sangat tinggi. Setiap tahun ratusan ribu lulusan dihasilkan dari perguruan tinggi. Persaingan ini sudah barang tentu akan mengakibatkan porsi lapangan kerja yang tersedia dengan lulusan yang ada tidak seimbang.

Keempat, kurikulum yang belum banyak memperkenalkan sisi entrepreneur. Mereka lebih diarahkan ke dunia kerja. Akibatnya tidak ada link and match antara tujuan pendidikan dan entrepreneur yang paling banyak kesempatannya.

Kelima,tenaga pengajar masih memberikan pola pengajaran problem based learing yang belum menyentuh sisi entrepreneur. Sudah saatnya para dosen/guru untuk mengarahkan kreativitas dan mendedikasikan kepada mahasiswa bahwa entrepreneur yang terdidik akan memberikan manfaat yang sangat besar. Bukan sekadar mengajar, tapi sudah merambah menciptakan kesempatan kerja baru bagi lulusannya ke depan.

Keenam, skill yang berbeda dengan kebutuhan dunia kerja. Sekarang ini lapangan kerja yang tersedia menginginkan setiap pekerjanya memiliki keahlian yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Tapi, tidak banyak lulusan yang memiliki keahlian yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lantas banyaknya sarjana yang menganggur ini salah siapa? Kita tidak perlu menyalahkan siapa pun, yang jelas ini adalah kesalahan kita bersama dan kita-lah yang harus mencarikan jalan keluanya.

Inilah momen penting untuk mendorong dan merangsang para calon sarjana/fresh graduate untuk mengubah pola pikirnya. Mindset mereka perlu dirubah dari pencari kerja (karyawan) menjadi pencipta (wirausaha). Bukan berarti jadi pegawai kantoran tidak baik, tetapi pilihan jadi pengusaha merupakan alternatif dan solusi terbaik ketika kita dihadapkan pada situasi menganggur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun