Mohon tunggu...
Herman Sahara
Herman Sahara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilangnya "Ghirrah" Dunia Pendidikan

25 Mei 2017   10:34 Diperbarui: 25 Mei 2017   10:51 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guru-guru semakin banyak, semakin banyak saingan, semakin terbit berita guru terhebat, guru tergaul, guru murah senyum, dan guru-guru murah nilai, sehingga guru-guru harus melupakan integritas mereka sebagai “warosatul anbiya’” penerus dan pemelihara ilmu yang dulu murni sekarang sudah seperti es ABC kelihatan beragam warna, beraneka hiasan, bermacam-macam isi dan variasi, penu serbuk es menjulang tinggi diliputi susu kental manis dan coklat serta sirup stroberi.

 Zaman sekarang menjadi guru-guru itu terlalu banyak klasifikasinya, kasta-kastanya, sehingga mereka sibuk dengan pangkat dan gelar dengan maksud mendapatkan tunjangan, insentif tambahan dan gaji tiga belas, guru PNS dan non PNS misalnya begitu jauh pendapatannya, begitu lebar rentang projek dan penghasilannya hanya karena status.

Dalam kasus seperti ini pemerintah harus jeli ukuran apa yang dipakai supaya tidak ada kesenjangan, kecemburuan, kalau pun tidak sama kelasnya atau tidak sesuai cari solusinya bagaimana guru-guru ini tidak terhambat karyanya, tidak hanya dibola pimpong kan kesana kemari hanya untuk mengurus administrasi yang dibayang-bayangi malaikat maut yang membawa spanduk tidak lengkap pecat, potong gaji, dan lain-lain yang berbau ancaman dan ketidaknyamanan.

Kebijakan dan persyaratan-persyaratan yang sering kali berubah-ubah,  jangan hanya bermimpi mau dan bercita-cita pendidikan akan maju dan merata kalau upah keringat guru-guru tidak diperlakukan adil, sejahtera dan merata. Saya pernah singgah di kemmendikbud salah satu alasan harus ada status karena guru-guru terlalu banyak.  Apakah dengan munculnya guru-guru yang banyak itu sudah tersebar dan menjangkau pelosok-pelosok pedalaman Negara Indonesia tercinta ini? Belum tentu dan sangat susah karena sistem pemerataan guru-guru kita belum stabil dan masih mengikuti alur dan perasaan politik sehingga semua hanya cita-cita.  

Pelayanan pendidikan semakin dilihat asal anak-anak senang, orang tua puas, guru-guru tidak usah sok streng dan menegur siswa yang penting semua aman masalah disiplin “sudahlah fleksibel saja mereka kan masih anak-anak.” Seperti ini yang akhirnya ada orang tua pukul guru, orang tua menggunting rambut guru, dan sampai orang tua dengan angkuh dan sombongnya tidak malu menunjukkan kebanggaannya memasukkan guru ke penjara hanya karena menegur dan mencubit anaknya, teriak-teriak hak asasi manusia, berkoar-koar tentang keadilan dan pembelaan terhadap anak.

 Tetapi ketika anak mereka berhasil mereka hanya mencari guru-guru yang baik-baik saja, guru yang tidak marah, menegur, atau menasehati anak-anak mereka yang salah. Keadilan untuk hak asasi manusia, keadilan untuk perlindungan hukum untuk anak-anak begitu merdu dan syahdu tetapi guru zaman sekarang tidak semua sakti seperti Omar Bakri mereka berpaling arah jauh karena tiada siapa yang memperhatikan, hak asasi, perlindungan hukum dan kesejahteraan seperti sejarah dan laungan musik-musik klasik yang memarut-marut hati.

Mereka yang pensiunan guru dan yang masih tegar dengan apa yang ada tanpa status  tentu sedih dan tiada pilihan dengan bekal “ghirrah pendidik” terus ikhlas dan menjalankan semua keawajiban untuk generasi bangsa yang berakhlak mulia, mengharumkan nama baik bangsa yang sekarang ini menjadi olok-olokan dan cemoohan negar-negara yang memang mereka tidak ingin dan takut apabila bangsa Indonesia tercinta ini tegak dan berdiri kokoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun