Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, seseorang layak diberi kekuasaan untuk memimpin daerah atau orang lain. Namun kemudian oleh kekuasaannya sendiri, semua berubah dan tidak terkontrol secara ketat, sehingga berbagai sifat buruk dan rendah yang awalnya bersembunyi tiba-tiba melejit keluar secara liar. Tentang hal ini, Ignas Kleden menulis dengan tegas; “Kekuasaan pada dasarnya sebuah nafsu.
Suatu erospurba yang tak tertaklukkan oleh kekuatannya sendiri” (Kleden, 2004). Dengan demikian, suatu pemerintahan menurut Kleden (2003) hanya bisa bersikap terbuka kalau dia relatif bersih (karena pemerintahan yang tidak bersih cenderung berusaha sekuat tenaga menutupi penyelewengan yang dilakukannya), sementara untuk menjadi bersih dia harus terbuka terhadap kontrol dan kritik.
Demokrasi harusnya tidak sekadar berhenti sebagai prosedur atau membangun legitimasi kelembagaan politik semata. Lebih penting dari itu, Pemilihan kepala daerah nanti, setidaknya dapat meluaskan demokrasi dengan nilai-nilai : partisipasi, transparansi, akuntabilitas, kinerja good governance serta anti korupsi. Di sinilah, figur yang "merasa" bisa menjadi pemimpin dan membawa daerah menjadi lebih baik, dapat menunjukkan kemampuan, sikap keteladanan, kejujuran, kedewasaan, kepemimpinan, dan inovator demokrasi yang dapat menjamin rasa keadilan masyarakat. Bukan sebaliknya, membuat masyarakat dan daerah makin kian tak menentu, tak berdaya, bimbang, gaduh, bahkan terpuruk menjadi lebih buruk. Pemimpin ke depan, setidaknya harus mengendalikan kekuasaan birokrasi yang lebih terbuka untuk dikontrol. []
Ternate, 14 Januari 2018