Kata-kata berisikan kutukan sering dilontarkan ketika adanya konflik, baik sesama rumpun suku dalam satu daerah ataupun suku berlainan dari daerah lain.
Di Timor Tengah Utara terdapat beberapa sebutan untuk ritual ini yaitu Helketa, Bus Ken Nafu (Insana), Laep Kisan Tunbubun (Biboki), dan Taloeb Hanaf (Miomaffo). Sedangkan di Belu dan Malaka disebut Saki Inuk atau Saki Dalan.Â
Ritual semacam ini, memiliki motivasi yang sama sebagaimana beberapa ritual pranikah bagi suku-suku lain di Indonesia.Â
Sebagai contoh, ritual Siraman (Jawa), Ngebakan (Sunda), Ngekeb (Bali), Mappaci (Bugis-Makassar), Mandi-mandi (Minang), Sesimburan (Lampung), dan lain-lain.Â
Tentu proses ataupun tata cara sangat jauh berbeda, tetapi memiliki makna yang sama; lebih kepada pembersihan diri bagi pasangan yang akan menikah.
Di Timor sendiri, terkait Helketa ada sebagian orang yang masih salah kaprah. Mereka menganggap bahwa Tason Eno Lalan adalah sebutan lain untuk ritual tersebut.Â
Sesungguhnya, Tasoen Eno Lalan merupakan bagian dari Helketa. Artinya, ia tidak berdiri sendiri (keterwakilan). Sebagai bagian dari ritual dimaksud, Tasoen Eno Lalan tidak menjadi suatu kewajiban.
Ia baru akan menjadi ritual wajib ketika suku-suku terkait yang akan melakukan pernikahan, di generasi sebelumnya tidak atau belum pernah melakukan pernikahan adat.
Jika dalam Helketa, kedua pasangan adalah 'generasi pertama' dari rumpun suku terkait yang akan menikah, maka Tasoen Eno Lalan wajib dijalankan.Â
Bagian ini biasanya ditandai dengan pemotongan daun pandan atau ranting bambu yang sebelumnya dibuat seperti gapura dengan daun tersebut sebagai 'penghalang'.Â