Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rindu: Suara yang Memanggil Datangnya Luka Lama

4 Juli 2019   14:04 Diperbarui: 4 Juli 2019   23:20 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ikan adalah hasil lautan, serasa asin, maka lontar menghadirkan kegersangan/ kekeringan. Asin dan kekeringan inilah potret kemarau tersebut. Sehingga dengannya, usaha keras menghitung ikan dan lontar untuk memenuhi penyambung kehidupan dapat terpenuhi.

Sonlay mengajak pembaca untuk sejenak melantunkan lagu Sioh Mama. Berapa puluh tahun lalu, beta masih kacil e. Beta ingat tempo itu, sioh mama gendong-gendong beta e, sambil mama bakar sagu, mama manyanyi sioh buju e (penggalan lagu Sioh Mama). Dengannya hati begitu tergugah bahwa puisi bukan sekedar luapan imajinasi, tetapi lebih kepada nyanyian jiwa. Tanpa rima dan ritme, sisipan lagu dapat menjadi stimulus dalam musikalisasi.

Pada bait kedua, isyarat kerinduan akan sosok Unu  makin menggema. Perhatikan bait ini:

Dua hari lalu ada pesta di Salore
Sakit hati e, lihat orang menari bertukar pantun
Sambil berjanji tanam jagung
Terlalu luka ini dada
Kenapa rindu harus dibayar api
Sungguh, setiap kapal yang masuk Tenau adalah air mata

Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya ketika menjelang musim bertanam hingga masa panen akan melakukan berbagai ritual/ upacara adat. Mereka menari sembari melagukan syair-syair adat (semacam berbalas pantun) dan berbagai cara lainnya. Semisal di Sumba ada Pasola, Flores (Bajawa) ada  Ja'i, TTU dan TTS ada Bonet (bukan bonet sebagaimana berjaga bersama orang yang telah meninggal), Belu ada Tebe.

Semua ritual tersebut memiliki tujuan yang sama yakni pintaan kepada para leluhur dan yang Transenden. Masyarakat meyakini bahwa ada berkat yang dicurahkan kepada benih atau bibit tanaman yang nantinnya menghasilkan panen berlimpah. Sonlay menggambarkan secara jelas ritual tersebut (khususnya di Timor). Salore adalah nama sebuah tempat di daratan Timor (Belu) yang mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani (ladang).

Situasi pesta selalu menjanjikan kegembiraan. Namun, di tengah keramaian pesta ada sosok yang merasa sepi dengan gejolak rindu yang kian membara. "Api" sebagai tanda dalam semiotika-nya Pierce mengindikasikan asap (hubungan sebab-akibat).

Pada baris ke-2, kehadiran "e" selain sebagai dialek yang lazim dilontarkan mengisyaratkan pekikan "keluh". Sonlay seakan membatin: "e kasian,  Unu kapan pulang? Cepat pulang Unu! Tidakkah kau kasihan pada adik dan ibumu yang setiap saatnya mencumbui kesepian dengan sesak rindu di dada? Dada su sakit, luka lagi. Cepat Pulang Unu!".

Perhatikan baris ke-4, Kenapa rindu harus dibayar api. Api sebagai indeks dalam semiotika-nya Pierce mengindikasikan hubungan sebab-akibat. Api dapat mengepulkan asap. Ketika manari, asap secara otomatis memampukan adanya tetes air mata seseorang. Sehingga baris ke-4 sebagai penyebab dan berakibat pada baris ke-5: Sungguh, setiap kapal yang masuk Tenau adalah air mata. Tenau adalah salah satu pelabuhan utama di Kota Kupang, mengandaikan Unu tengah merantau di negeri seberang.

Selanjutnya pada bait terakhir, jika dibaca dengan intonasi naik-turun, maka pembaca yang intens memaknai puisi ini bisa saja meneteskan air mata. Camkan bait ke-3:

Kalau burung dara sudah berkabar
Cepat pulang Unu
Itu tanda mau turun hujan
Siapa yang harus balik kita punya tanah?
Cepat pulang Unu

Ketidakhadiran Unu sebagai penyakit rindu yang lain telah dijumpai pada bait ke-1 dan ke-2 hingga  pada klimaksnya bait ke-3 ini. Kerinduan selalu saja memunculkan luka lama. Entah kehilangan, perpisahan untuk sementara waktu atau perpisahan untuk selamanya. Pada bait ke-3, Sonlay serentak menghadirkan beberapa situasi tersebut. Tangis kerinduan sekilas terlintas dalam benak pembaca tentunya tertuju pada sosok Unu yang dirindukan penyair.

Boleh dikatakan bahwa kelak Unu akan pulang sebagai wujud dari perpisahan untuk sementara waktu. Pada tahapan ini, saya kembali melirik motif penyair pada bait pertama. Menariknya di sana, penyair menghadirkan lagu Sioh Mama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun