Fokus pada tatakelola air juga merupakan cara menjaga kelestariaan siklus air. Rakyat kota tak perlu kekurangan air jika pemerintah mengoptimalkan perlindungan catchment area (daerah tangkapan) dan memastikan setiap air larian masuk secepatnya ke dalam tanah adalah cara efektif menjaga sustainabilitas siklus air.
Jika GMIT memelopori program tanam air, maka sepatutnya rekahan alamiah yang menangkap air permukaan janganlah ditutup oleh rekayasa teknik yang tidak memperhatikan hukum alam. Jika air tanah tersedia dalam jumlah dan kualitas memadai maka kebutuhan air masyarakat kota dapat dipenuhi dengan baik. Toh saat ini masyarakat memenuhi kebutuhan dari eksploitasi airtanah secara komersial yang dikelola secara privat. Padahal, negara bertanggung jawab atas hajat hidup orang banyak.
Ringkasnya, Air Mancur Menari berharga miliaran rupiah sebaiknya menjadi mementum bagi Kota Kupang  untuk belajar bersahabat dengan alam dan meletakkan skala prioritas pembangunan secara bijaksana. Ketika air permukaan kebingungan mengikuti hukum alam, maka ada yang salah dalam rekayasa teknik. Ketika kebutuhan dasar air bersih kota belum terpenuhi, pemerintah gagal menyediakan asumsi dasar mewujudkan kesejahteraan kota. Kita butuh pemimpin dan manajer kota yang mampu menentukan tujuan pembangunan secara tepat dan menggerakkan semua sumberdaya mencapai tujuan secara efisien. Biarkanlah warga kota pintar tidak mempecundangi air yang mengikuti hukum alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H