Mohon tunggu...
Herman Seran
Herman Seran Mohon Tunggu... Petani - Petani

Pekerja swasta yang menulis sebagai hobi dengan ketertarikan multispektrum. Konsentrasi khusus pada valuasi projek, manajemen organisasi, pemberdayaan masyarakat, komunikasi dan negosiasi strategis dan ekonomi ekstraktif.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Karantina Geografis Covid-19 untuk NTT

24 Maret 2020   19:34 Diperbarui: 25 Maret 2020   05:55 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kerumunan massa. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Geographical barrier (batasan geografis) adalah hambatan utama berbagai macam penyebaran makhluk hidup termasuk umat manusia yang cerdas sekalipun. 

Francis Fukuyama dalam The Origin of Political Order (2012) berpendapat bahwa kebanyakan peradaban sejak dahulu dikontrol oleh batas-batas morfologi macam ini.  

Kemampuan manusia menembusi batas-batas natural ini sering menjadi berkat sekaligus kutukan bagi umat manusia. Masuknya Bangsa Spanyol ke Benua Amerika di samping melimpahi bangsa itu dengan berbagai jenis logam sekaligus juga membunuh banyak penduduk asli dengan penyakit menular yang dibawa serta dalam kapal mereka, seperti yang dibahas Jarred Diamond dalam Guns,Germ and Steel (1998).

Dua publikasi di atas hendak mengingatkan kita bahwa keadaan NTT dan Nusantara sebagai daerah Kepulauan menjadi hambatan alamiah yang sangat membantu untuk membendung penyebaran COVID-19, yang saat ini menjadi pandemi global. 

Kenyataan bahwa virus Corona menyebar lewat penderita dan pembawa (carrier) yang memapari orang sekitarnya menjadi alasan yang cukup kuat untuk memanfaatkan barier alamiah sebagai pengunci yang efektif menahan arus orang dari dan ke setiap pulau di Flobamora. 

NTT sebaiknya menerapkan Island Based Lockdown (ILBD) atau Geographic Quarantine. Island Based Lockdown (IBLD) di sini dimaksudkan sebagai usaha mengontrol arus migrasi antar pulau terutama dari dan ke daerah atau pulau yang telah terdeteksi memiliki laporan penderita flu COVID-19.

Pro dan kontra kebijakan lockdown saat ini menjadi perdebatan yang hangat oleh berbagai kalangan. Mereka yang setuju berpendapat bahwa cara ini merupakan usaha menahan laju penyebaran virus sehingga memungkinkan para penderita dapat ditangani dalam rentang waktu dan dengan fasilitas kesehatan yang tersedia.

"Mereka yang setuju berpendapat bahwa cara ini merupakan usaha menahan laju penyebaran virus sehingga memungkinkan para penderita dapat ditangani dalam rentang waktu dan dengan fasilitas kesehatan yang tersedia."

Namun, mereka yang menolak lockdown berpendapat bahwa pendekatan tersebut adalah pendekatan bias kelas menengah atas yang memiliki persediaan pangan yang memadai. 

Tetapi justru ini merupakan pendekatan menyusahkan kaum kecil, yang makan dari setiap tetes keringat dengan durasi harian seperti pedagang kaki lima, tukang ojek, dan sebagainya.

Dua pendapat yang berseberangan ini sejatinya menyiratkan suatu kesepakatan bersama alias common ground bahwa penyebaran virus ini harus dihambat tetapi secara efektif. Dengan demikian kebijakan selective lockdown yang berbasis kondisi lokal penting untuk diambil.

Island Based Lockdown merupakan jenis selective lockdown yang efektif karena memperhatikan kondisi lokal setiap wilayah. Memang benar pertanyaan, "apa artinya mendapatkan seluruh dunia (dengan aktivitas ekonomi) kalau kita kehilangan nyawa sendiri"? Tetapi benarlah juga bahwa "setiap orang yang tidak bekerja (selama masih memungkinkan) janganlah dia makan". 

Karena itu, sesuai peta www.covid19.go.id (23/3/20) wilayah seperti Kepulauan NTT yang belum ada kasus yang dilaporkan seharusnya diperlakukan secara berbeda dengan pulau yang telah terpapar seperti Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. 

Pencegahan penderita atau carrier untuk tidak memasuki wilayah NTT lebih efektif ketimbang masuk dalam sakitnya menelisik jarum dalam jerami, jika sudah masuk ke wilayah kepulauan yang memiliki infrastruktur buruk seperti kita.

Pendekatan macam ini tentu tidak akan membebani pertumbuhan ekonomi secara berlebihan, bahkan pertumbuhan di daerah-daerah tertentu akan stabil dan malahan menjadi buffer bagi daerah yang terpapar secara serius. The Economist 29 Feb -- 6 Mar,2020 (hal.8) mempublikasikan bahwa pendekatan karantina sangatlah efektif menekan fatality rate di China dari 2.9% ke 0.4%. 

Namun, media yang sama mempublikasikan potensi perlambatan pertumbuhan bisa berkisar antara 1% - 8% akibat pandemi global ini. Gambaran ini  mendorong kebijakan karantina yang efektif untuk menyelamatkan orang tetapi juga mempertahankan sebisa mungkin perputaran ekonomi masyarakat, apa lagi kalau pemerintah tidak mampu menyediakan jaring pengaman sosial yang memadai.

Melihat kenyataan bahwa NTT adalah provinsi kepulauan dan belum ada kasus penderita maka pemerintah perlu menerapkan Island Based Lockdown untuk membendung penyebaran virus yang mematikan ini. 

Dengan lockdown berbasis pulau memungkinkan aktivitas masyarakat setempat tidak terhenti tetapi, orang yang mengidap atau pembawa virus dihambat untuk memasuki wilayah NTT, apalagi pindah dari pulau ke pulau di NTT. 

Logistik barang dan obat-obatan terus berjalan dengan pengawasan ketat di setiap terminal dan pelabuhan. Toh belum terbukti kalau benda mati dapat menyebarkan virus ini. 

Pasti ada yang keberatan dengan argumentasi bahwa banyak jalan tikus yang tersebar seantero garis pantai pulau. Jawaban yang mungkin adalah mendorong pengaktifan kebijakan wajib lapor, yang dikontrol hingga tingkat RT, ditambah dengan hukuman bagi mereka yang menampung dan yang ditampung tanpa melaporkan kepada pihak yang berwajib.

Pemerintah juga memperketat screening di berbagai jalur masuk utama seperti bandara, pelabuhan laut, dan terminal. Mereka yang datang dari daerah terpapar diminta untuk tidak masuk NTT dahulu, jika harus maka wajib karantina baik terkendali maupun secara mandiri. 

Dengan demikian kita memanfaatkan dengan baik batas-batas geografis sebagai kekuatan pertahanan terhadap serangan virus. Instruksi gubernur dan para pemimpin daerah yang melarang para pegawainya bepergian ke luar daerah adalah cara yang bijaksana. 

Kebijakan ini akan menjadi lebih efektif kalau ada pengendalian terhadap pihak luar, termasuk sektor privat yang masuk dari luar daerah. Pengalaman China menegaskan bahwa pencegahan dan pengendalian COVID-19 harus ditempatkan sangat penting (lih. Panduan Menghadapi Virus Corona Model RRC, Bab IV, hal 41). 

Pernyataan ini menjadi referensi yang krusial bagi Indonesia, khususnya NTT yang memiliki infrastruktur dan perlindungan kesehatan yang tidak memadai. Adagium lebih baik mencegah daripada mengobati tak pernah lekang terutama dalam situasi kita saat ini.

Kesimpulannya, NTT sebagai provinsi kepulauan yang memiliki keunggulan geographical barrier, jika dimanfaatkan dengan baik akan menjadi kekuatan untuk memerangi penyebaran COVID-19. Island Based Lockdown adalah strategi yang efektif bagi NTT, mengingat belum ada kasus COVID-19 yang dilaporkan di NTT. 

Geographical quarantine menghambat laju penyebaran virus Corona tetapi tidak mematikan perputaran ekonomi setempat terutama para pekerja serabutan. 

Pengetatan screening dan karantina di pintu-pintu masuk utama sangatlah krusial, seraya mengurangi resiko penyebaran yang dibawa oleh penyintas lewat jalur-jalur unregulated dengan menerapkan wajib lapor dengan konsekuensi hukum yang diperberat. 

Kita berharap bahwa penerapan Island Based Lockdown mampu menjaga NTT dari serangan COVID-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun