Penyebaran informasi lewat sosial media mampu memobilisasi kelompok-kelompok progresif hingga memenangkan Barrack Obama dalam pemilihan presiden Amerika tahun 2008.Â
Fenomena ini merupakan salah satu bukti keampuhan jaringan informasi baik dalam pengertian teknologi maupun aktor dalam perubahaan sosial yang mengubah peta dan dinamika politik. Ibarat bola salju, kesuksesan sosial media dalam memicu perubahan politik ini menyebar hingga Timur Tengah.Â
Pelengseran penguasa Mesir, Hosni Mubarak, adalah satu dari kesuksesan penggalangan opini dan kekuatan massa melalui sosial media yang tercatat dalam sejarah gerakan sosial Timur Tengah.Â
Dalam dunia usaha, peranan informasi dan jaringang (networks) menjadi sangat krusial dalam pengelolaan organisasi yang efektif. Informasi dan jaringannya mirip air dan jaringan irigasi.Â
Informasi akan semakin luas tersebar seiring dengan pelebaran jaringan informasi. Namun, jaringan informasi atau networks (khususnya aktor informasi) memiliki kelebihan dibandingkan sekedar saluran irigasi, karena dapat mengamplifikasi informasi, mereduksi dan memberi feedback yang meningkatkan kualitas informasi.Â
Dengan demikian, semakin besar jaringan (network) semakin kaya organisasi tersebut. Maka, tidaklah berlebihan jika Simone L. Andersen, seorang konsultan komunikasi dan networking, berpendapat bahwa masa depan merupakan milik mereka yang mampu menciptakan jaringan (2010).
Informasi merupakan komoditas yang sangat mahal dalam pengambilan keputusan. Semakin banyak sumber informasi bagi pengambil keputusan semakin efektif suatu keputusan dalam menjawab tujuan organisasi. Â
Dalam ilmu pengambilan keputusan (decision making theory), hasil dari suatu keputusan ditentukan oleh keluaran (events) yang diharapkan terjadi, baik negatif maupun positif, masing- masing dikalikan dengan peluang atau probabilitas terjadinya, dikurangi lagi dengan perkiraan biaya yang bakal dikeluarkan.Â
Resiko suatu keluaran tidak seperti yang diharapkan sering menjadi faktor yang menurunkan nilai suatu rencana produk atau projek, yang sering disebut sebagai discount factors. Semakin akurat informasi yang dipakai dalam pengambilan suatu keputusan semakin kecil faktor diskonnya, maka semakin besar nilainya karena semakin besar peluang untuk diwujudkan. Misalnya, seseorang berencana membuka warung makan.Â
Nilai modal yang dikeluarkan perlu dihitung berdasarkan informasi dikumpulkan dari pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain. Dia juga perlu mengumpulkan informasi tentang kiat - kiat mengelola warung secara menguntungkan (termasuk mengetahui para pemasok, para pesaing, para pelanggan, peraturan yang ada, strategi menjaga kualitas dan keunggulan makanan yang dijual). Informasi juga perlu dikumpulkan tentang keuntungan yang bakal diperoleh (biasanya, kondisi sepi, kondisi ramai).Â
Suatu keputusan kemudian diambil berdasarkan informasi-informasi ini. Jika orang tersebut hendak meminjam ke bank, maka pegawai bank akan menilai sejauh mana usaha warung tersebut menjanjikan. Kemudian mereka akan mendiskon nilai keuntungan projek berdasarkan kesahian informasi yang dipakai untuk menyusun rencana usaha tersebut.Â
Semakin valid informasi yang dipakai dalam penyusunan rencana usaha, semakin kecil angka diskon yang dipakai dus semakin besar nilai usaha tersebut dimata banker atau investor. Di sinilah informasi dapat dikuantifikasi nilainya dalam nilai tukar alias uang.Â
Organisasi yang memiliki informasi yang memadai dan berkualitas akan mampu menakar dengan lebih akurat resiko tindakannya dan mengantisipasi dampak negatif yang tidak diharapkan. Ada adigium yang sering kita dengar: 'kalah mata, kalah uang!'. Kita bisa katakan: kalah informasi, kalah uang. Pandangan ini sangat benar menggambarkan situasi kompetitif kita saat ini.Â
Memiliki informasi lebih merupakan keunggulan kompetitif karena memiliki kemampuan mendikte dinamika persaingan. Namun, informasi tidak hanya penting untuk kompetisi, tetapi juga untuk tujuan sinergi.Â
Dengan informasi yang cukup, suatu institusi atau badan dapat mengembangkan sinergi yang saling menguntungkan dengan para pemangku kepentingan secara lebih efektif. Misalnya saja, jika perencana warung makan di atas mengetahui info tentang pemasok bahan makanan yang berkualitas tetapi tidak memiliki pembeli tetap, keduanya bisa bekerja sama dan menghasilkan nilai tambah, hanya karena keduanya memiliki informasi.Â
Situasi yang sama berlaku bagi daerah-daerah pinggiran Indonesia yang hendak mengakselerasi pembangunannya di abad informasi ini. Kemampuan daerah pinggiran menguasai informasi dan jaringan informasi akan memberinya keunggulan strategis dalam mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai hasil yang optimal.Â
Kemajuan teknologi informasi didukung dengan penyebaran warganya yang tinggal di seantero dunia merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh para pemimpin daerah pinggiran Indonesia. Jaringan informasi diaspora macam ini sebaiknya dioptimalkan untuk mengumpulkan informasi tentang penyebaran sumberdaya, teknologi, praktek -- praktek pembangunan terbaik dari seluruh dunia agar pembangunan dapat dilaksanakan secara tepat guna.Â
Pemikiran tentang pentingnya informasi dan jaringan ini yang mendasari ide tentang pentingnya pemetaan dan inventarisasi penyebaran diaspora daerah yang ingin berjejaring. Dengan tersedianya informasi dan jaringan yang terdokumentasi dengan baik, pemerintah daerah memiliki fleksibilitas untuk mengumpulkan informasi dan sumberdaya secara murah meriah untuk mempercepat pembangunan wilayah yang umumnya terbelakang.Â
Tersedianya informasi jaringan intelektual, misalnya, merupakan satu cara kreatif untuk mengumpulkan informasi dan membuka kemungkinan menuju sumberdaya dan jaringan turunan yang dimiliki oleh orang-orang tersebut. Apalagi, diaspora di perantauan umumnya sangat guyub. Secara anekdotal, daerah pinggiran punya banyak sumberdaya manusia handal yang siap menjadi bagian dari pembangungan kampung halaman mereka.Â
Selama ini, intelektual daerah yang tersebar di luar sering dikhawatirkan sebagai ancaman bagi mereka yang di daerah. Kenyataannya, banyak dari mereka bersedia mendarma baktikan kemampuannya tanpa pamrih, jika diberi ruang. Namun, sering juga terjadi bahwa saat tidak cukup kapasitas di daerah untuk memecahkan persoalan -- persoalan pelik, pemerintah lokal kebingungan mencari konsultan luar dengan biaya yang sangat mahal, hanya karena mereka tidak mempunyai informasi tentang warganya yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan.Â
Seandainya mereka harus dibayar, masih lebih menguntungkan karena uang yang dikirim dari pusat tidak dikembalikan ke luar tetapi dikembalikan pada putera daerah sendiri sehingga efek ekonomi bergandanya positif bagi pembangunan daerah. Karena itu, sebaikanya para pemimpin lokal melakukan pemetaan jaringan intelektual diasporanya yang tersebar di mana -- mana.Â
Pemetaan tersebut akan menjadi referensi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjalin sinergi dan kerja sama untuk mempercepat pembangunan daerah pinggiran Indonesia. Menguasai informasi dan jaringan informasi memberi peluang untuk memutuskan kebijakan secara efektif dan bertindak secara efisien. Kalah mata, kalah uang! Kalah informasi, kalah pembangunan! Kalah jaringan di abad informasi, ibarat tubuh tanpa tulang punggung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H