Toh nanti mereka bisa menekuni karir sebagai seorang public speaking yang tak mesti paham rumus-rumus diferensial dan integral. Atau mereka bisa saja jadi seorang pelukis tanpa perlu ahli logaritma dan sejenisnya.
Sekilas mungkin memang ini terlihat janggal. Namun dari waktu ke waktu, wajah siswa mulai ceria setiap kali jam pelajaran hitung-hitungan menghampiri. Jumlah kerutan dikening siswa perlahan berkurang bahkan sirna menghadapi deretan angka-angka.
Karena mereka merasa tidak terancam walau mungkin nanti akan gagal paham terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Dan yang membuat senyum guru mulai mengembang, nilai-nilai matematika siswa yang diampunya perlahan meningkat dari biasanya. Bahkan siswa yang acapkali mendapat nilai paling buruk kini mulai menyentuh KKM.
Tanpa sadar siswa digiring untuk menyukai matematika. Tanpa sadar mereka diajak lihai dengan materi hitung-hitungan. Nilai yang diperoleh memang belum terbaik jika dibanding sekolah-sekolah lainnya.
Tapi itu bukan masalah. Yang terpenting, mereka berhasil menakhlukkan rasa takut. Memperoleh nilai lebih baik dari hasil kerja keras sendiri. Tanpa perlu celingak-celinguk mencari bahan contekan.
***
Kisah di atas pengalaman pribadi saya sahabat pembaca. Saya sangat menyesali sebuah kekhilafan di masa lalu. Marah besar ketika nilai-nilai siswa tak sesuai harapan. Memaksa siswa menjadi yang terbaik di semua bidang.
Perlahan, saya menyadari itu keliru dan tindakan bulying pada siswa. Menyadari ini salah, perlahan saya mulai merubah teknik mengajar.
Walau kadang ada yang menertawai dengan gaya mengajar yang sedikit unik. Tapi cuek saja. Asal siswa bahagia dan nyaman serta berani menemukan jalan terbaik dalam meraih cita mereka. Dan selagi itu tak melanggar norma-norma yang ada, lanjut saja
Wallahualam