Setiap penulis pasti menginginkan novelnya memiliki sampul yang dapat memikat hati para pembaca, sehingga banyak orang yang akan membeli karyanya. Sampul novel yang digunakan pun beragam, dari yang sederhana hingga terlihat mewah. Sekarang ini, tak sedikit penulis yang menggunakan visualisasi manusia pada sampul novel agar pembaca dapat mengetahui gambaran fisik mengenai tokohnya. Lantas, novel yang naik cetak di Penerbit pun sekarang memakai visualisasi vektor atau gambar animasi yang sangat menarik dan terlihat eye-catching dan rasanya ingin memeluk (baca: membeli) novel tersebut. Namun, apakah visualisasi dari karakter tokoh itu murni dibuat oleh ilustrator dengan ide mereka sendiri? Beberapa ilustrator memang membuat vektor hasil ide mereka sendiri, tetapi ada beberapa orang yang memilih membuat vektor dengan meniru atau melakukan tracing pada sosok manusia asli—yang mana pembahasan kali ini adalah mengenai pemakaian visualisasi Idol atau Aktor Korea Selatan.
Tracing digital dikerjakan melalui bantuan komputer. Gambar asli akan di-scan kemudian ditiru atau dijiplak lewat bantuan piranti lunak semacam Adobe Illustrator, Adobe Forehand, Adobe Photoshop, Coreldraw, Corel Painter, atau IbisPaintX. Tak hanya aplikasi saja, tetapi ada perangkat lain yang membantu illustrator dalam membantu digital tracing, yaitu mouse atau memakai graphic tablet, yakni pena stylus bahkan menggunakan ujung jari jika memiliki keterbatasan alat. Tracing sendiri berasal dari kata trace, yang berarti menelurusi atau penelusuran, disederhanakan menjadi menjiplak gambar, pun ada yang mendefiniskan sebagai proses perubahan format gambar dari bitmap menjadi vektor biasa.Â
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, salah satu ciptaan yang dilindungi ialah gambar, yang diatur pada Pasal 40 ayat (1) huruf F mengenai ciptaan yang dilindungi oleh Negara. Undang-Undang Hak Cipta tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai apa yang dimaksud dengan gambar. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Pasal 40 Ayat (1) bagian F, gambar adalah salah satu ciptaan yang dilindungi sebagai salah satu produk dari kekayaan intelektual, maka dari itu, apabila seseorang ingin menggunakan gambar orang lain untuk kemudian ditambahkan, dikurangi, atau diubah komposisi warna maupun penambahan karakter pada gambar atau lukisan maka harus mendapatkan izin dari pemilik hak cipta.Â
Pelanggaran hak cipta pada gambar digital terjadi apabila seluruhnya atau sebagian yang substansial dari suatu ciptaan digunakan, diambil, digandakan dan atau diubah tanpa izin dari pencipta yang memiliki hak ekslusif atas ciptaannya. Namun, perlindungan hukum terhadap suatu ciptaan baru dapat diperoleh pada saat ide atau gagasan tersebut diwujudkan ke dalam suatu bentuk karya yang nyata.Â
Meskipun gambar tidak memiliki pasal khusus yang mengatur jelas mengenai hak yang berkaitan, tetapi sebagai salah satu bentuk ciptaan yang berasal dari ide, gagasan, dan imajinasi seseorang termasuk ciptaan yang dilindungi. Gambar pun memiliki hak yang berkaitan salah satunya adalah hak ekonomi, menurut Djumhana, hak ekonomi pada setiap negara biasanya meliputi hak reproduksi atau penggandaan, hak adaptasi, hak distribusi, hak penampilan, hak penyiaran, hak program kabel, droit de suite, dan hak pinjam masyakarat. Dalam hal ini, hak reproduksi atau penggandaan merupakan penjabaran dari hak ekonomi si pencipta. Bentuk penggandaan atau perbanyakan dapat dilakukan secara tradisional atau modern. Hak ini juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu ke ciptaan lain. Selanjutnya adalah hak adaptasi, hak ini dapat berupa penerjamahan dari bahasa satu ke bahasa lain, aransemen musik, dramatisasi dari nondramatik, mengubah karangan non-fiksi menjadi cerita fiksi atau sebaliknya. Hak ini juga diatur dalam Konvensi Bern serta Konvensi Universal (2).Â
Di dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 Pasal 5 Ayat (1) pun mengatur hak moral merupakan hak yang melekat secara pribadi pada pencita. Hak yang dilekatkan meliputi; tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang berhubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum. Menggunakan nama alias atau samaran, dan lainnya.Â
Dari sebuah tesis yang disusun oleh Dewanti dan Teknona, disebutkan bahwa Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut diatur oleh norma atau hukum yang berlaku, sifat HKI (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan hak kebendaan, yaitu hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil kerja rasio, di mana hasil kerja tersebut dirumuskan sebagai intelektualitas, sehingga ketika sesuatu tercipta berdasarkan hasil kerja otak maka dirumuskan sebagai HKI. Perlindungan Hak Cipta seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, diberikan kepada pencipta yaitu fotografer dan pemegang hak cipta ialah orang yang difoto. Sekarang ini, banyak sekali novel yang terbit menggunakan visualisasi Idol atau Korea Selatan yang diubah melalui digital tracing menjadi sebuah visualisasi vektor atau animasi. Penggunaan potret idol atau aktor terkenal sebagai sampul novel yang dikomersialkan tanpa adanya izin dari pemilik hak terkait ke dalam penggunaan yang wajar atau melakukan pelanggaran hak cipta dapat dilihat dari pembatasan dan pengecualian terhadap karya cipta yang diwujudkan dalam pasal 42-43 Undang-Undang Hak Cipta, dalam Pasal 43 huruf (D) UU Hak Cipta menyebutkan bahwa salah satu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta meliputi: “Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersil dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut".
Sesuai pasal tersebut, maka digital tracing dari potret idol atau aktor Korea tentu saja sudah menyalahi peraturan hak cipta karena ada hak kekayaan intelektual yang dilanggar sebab karya potret idol atau aktor Korea dilindungi oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai larangan orang lain untuk menggunakan karya cipta semena-mena tanpa izin pencipta maupun pemegang hak cipta. Pemakaian tanpa izin tentu saja dan melanggar hak cipta karya potret yang digunakan secara komersil dapat digugat secara perdata maupun secara pidana. Namun, disebutkan pula dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-undang Hak Cipta, bahwa “Ciptaan merupakan setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilannya, atau keahlian yang telah diekspresikan dalam bentuk nyata". Novel dikategorikan sebagai karya cipta di bidang sastra dalam hal karya tulis lain yang disebutkan dalam pasal 40, maka disimpulkan bahwa novel merupakan salah satu dari ciptaan yang diakui dalam Hukum Hak Cipta di Indonesia.Â
Kemudian, perlindungan hukum terhadap idol atau aktor Korea Selatan yang digunakan sebagai visualisasi sampul novel. Penggunaan idol atau Aktor sebagai sampul novel yang dikomersialkan berhak untuk mendapatkan royalti dari hasil penjualan ciptaan itu sendiri sebagai imbalan pemanfaatan hak ekonomi kepada pencipta atau pemilik Hak Terkait.
Hak Cipta adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Hak Kekayaan Intelektual. Keberadaan Hak Eksklusif pun melekat erat pada pemilik atau pemegang yang merupakan kekuasaan pribadi atas ciptaan. Hak Cipta memiliki hak ekonomi dan hak moral dari pemegang Hak Cipta. Maka dari itu, jika melalukan sesuatu perbuatan melawan hukum, atau tidak memenuhi suatu perjanjian yang telah disepakati dan apabila telah terbukti melakukan pelanggaran hak cipta maka setiap pelanggar harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Pelanggaran hak cipta adalah perbuatan merugikan orang lain yang mempengaruhi perkembangan intelektual yang menghambat upaya meningkatkan kecerdasan bangsa. Akibat dari pelanggaran terhadap hak cipta potret terbagi menjadi pidana dan perdata; Hukum Perdata berupa ganti rugi, dan Hukum Pidana berupa hukuman penjara. Ketentuan pidana yang terkait pelanggaran terhadap karya potret tersebut dikenakan
Pasal 113 ayat (3) yakni: “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf A, huruf B, huruf E, dan/atau huruf G untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".Â
Ada banyak cara agar sampul novel tetap terlihat menarik dan sesuai dengan apa yang diidamkan oleh penulis. Yang pertama adalah pemilihan warna yang sesuai dengan jenis buku, misalnya novel yang memiliki genre romantis, bisa menggunakan warna cerah seperti merah muda, atau genre horror bisa menggunakan warna hitam atau merah tua  yang bernuansa gelap. Kedua, pilih font yang estetik tapi juga jelas dan sesuai, jangan lupa pastikan bahwa font yang digunakan juga memiliki hak cipta yang jelas dan dapat diketahui apakah font tersebut bersifat gratis dan bisa digunakan untuk keperluan komersil, atau  harus memberitahu/meminta izin dan membayar pencipta font agar bisa digunakan untuk novel yang terbit dan dikomersilkan. Ketiga, tidak terlalu banyak gambar, pemberian gambar pada sampul bersifat opsional dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kecocokan sampul, lebih baik terlihat minimalis atau secukupnya dan mewakili isi buku atau pesan yang hendak disampaikan penulis, serta perhatikan penggunaan gambar yang dipilih, jangan sampai menyalahi aturan hak cipta atau hak intelektual, jika menggunakan jasa ilustrator, pastikan bahwa ilustrasi yang digunakan murni berasal dari ilustrator sendiri dan bukan tiruan (trace) atau jiplakan dari karya gambar lain. Keempat, gunakan kreativitas sendiri, ini adalah hal yang penting, kreativitas penulis dapat menghindari pelanggaran hak cipta, desain yang dibuat sendiri juga bisa menjadi ciri khas penulis, atau penulis/penerbit bisa menggunakan jasa desainer untuk membantu mengembangkan ide sampul novel yang diinginkan oleh penulis. Â
Semua penulis pasti menginginkan sampul novel yang cantik dan bisa menarik banyak pembaca, dari kalangan penggemar penulis maupun masyarakat umum yang memang gemar membaca. Namun, sebagai penulis maupun penerbit serta pihak yang terlibat harus tetap berhati-hati terhadap pemakaian visualisasi idol Korea Selatan, jangan sampai penulis merugikan atau dirugikan oleh kesalahan yang seharusnya bisa dihindari.
Referensi:
Guritno, D, R, M. 2022. “4 Tips Membuat Sampul Buku yang Keren dan Menarik Perhatian Pembaca", https://yoursay.suara.com/hobi/2022/04/08/111258/4-tips-membuat-sampul-buku-yangkeren-dan-menarik-perhatian-pembaca diakses pada tanggal 9 Juni 2022 pukul 17.56 WIB.
Dewanti, P, C,. Tektona, R, I. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Artis atas Penggunaan Potret dalam Cover Novel Fanfiksi. Jember; Fakultas Universitas Jember.
Kurnianingsih, I. (2017). Tinjauan Hukum Terhadap  Kegiatan Tracing Pada Ciptaan Berupa Gambar Digital Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Makassar; Universitas Hasanuddin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H